Entri Populer

Selasa, 24 Januari 2017

_Whita_"Adik Ipar Pengganti Suamiku"


   Pengalaman nyata ini terjadi kurang lebih 19 tahun yang lalu.
Panggil saja aku Wita (nama samaran). Saat itu usiaku 24
tahun dan sudah mempunyai 2 anak yang masih balita.
Untuk mengisi waktu aku bekerja sebagai salah satu
manager pada perusahaan yang berkantor di kawasan
Kebayoran Baru. Banyak orang mengatakan diriku cantik.
Dengan tinggi badan 161 cm, berat badan 48 kg aku masih
kelihatan seperti gadis remaja.

Sejak masih remaja nafsu seksku memang tinggi.
Keperawananku telah direnggut oleh seorang pria mantan
pacar pertamaku, saat aku berusia 17 tahun. Semasa
pacaran dengan suamiku yang sekarang, sebut saja
namanya Zali, kami berdua telah sering melakukan hubungan
seks. Untungnya hubungan seks yang cukup kami berdua
lakukan sebelum menikah itu tidak sampai membuahkan hasil.
Aku bersyukur walau Zali mendapatkan diriku yang sudah
tidak perawan lagi, ia tetap bertanggung jawab menikahiku.
Kecintaan suami terhadap kedua orang tuanya,
menyebabkan kami sekeluarga tinggal di rumah mertua. Di
rumah mertua juga masih tinggal empat orang adik ipar,
dimana dua diantaranya adalah adik ipar laki-laki yang sudah
dewasa. Pekerjaan yang digeluti suami, menyebabkan
suamiku sering melakukan tugas dinas ke luar kota.
Suatu hari, sekitar bulan Mei, suamiku mendapat tugas ke
daerah untuk jangka waktu dua bulan. Dia orang nya sangat pecemburu walau pun ada teman kantor ku sekedar mengantar pulang maka selama itu ia percayakan antar jmput dan menemani aq dengan
adik kandungnya (sebut saja namanya Ary, usianya lebih muda
satu tahun dariku).. Terus terang, Ary
memang adik iparku yang paling ganteng bahkan lebih
ganteng dari suamiku. Selain itu, Ary sering membantuku dan
dekat dengan kedua anakku. Perasaanku agak berdebar
mendengar tawaran ini dan saat itu pikiranku tergoda dan
mengkhayal jika hal ini benar-benar terjadi.

Sehari setelah suamiku berangkat ke luar kota, aku mulai
berpikir mencari strategi bagaimana mendekati Ary. Selain
memancing perhatian Ary di rumah, kutemukan jalan keluar
yaitu minta tolong dijemput pulang dari kantor. Waktu kerja di
kantorku dibagi dalam dua shift, yaitu shift pagi (08:00 -
14:30) dan shift siang (14:30 - 21:00). Rute pengantaran selalu
berganti-ganti, karenanya jika aku mendapat giliran terakhir,
pasti sampai rumah agak terlambat. Hal ini aku keluhkan
kepada kedua mertuaku. Mendengar keluhanku ini, kedua
mertuaku menyarankan agar setiap kali pulang dari dinas
siang, tidak perlu ikut mobil antaran, nanti Ary yang akan
disuruh menjemputku. Hatiku begitu gembira mendengar
saran ini, karena inilah yang kutunggu-tunggu untuk lebih
dekat pada Ary. Sampai kedua kali Ary datang menjemputku
dengan motornya, sikapnya padaku masih biasa-biasa saja,
walau dalam perjalanan pulang di atas motor, kupeluk erat-
erat pinggangnya dan sekali-kali sengaja kusentuh penisnya.

Suatu hari, pembantu rumah tanggaku terserang penyakit.

Karena aku dinas siang, mertuaku menyuruhku
membawanya ke rumah sakit bersama Ary. Sambil
menunggu giliran pembantuku dipanggil dokter, aku dan Ary
mengobrol. Dalam obrolan itu, Ary menanyakan beberapa hal
antara lain berapa lama suamiku dinas di luar kota, dan apa
aku tidak kesepian ditinggal cukup lama. Pertanyaan terakhir
ini cukup mengejutkan diriku, dan bertanya sendiri dalam hati
apa maksudnya. Tanpa sungkan aku memberanikan diri
menjawab untuk memancing reaksinya. "Yakh sudah tentu
kesepian donk Ri, apalagi kalau lama tidak disiram-siram."
sambil aku tersenyum genit. Entah benar-benar lugu atau
berpura-pura, Ary menanggapinya, "Apanya yang disiram-
siram.." Kujawab saja, "Masa sih nggak ngerti, ibarat pohon
kalau lama nggak disiram bisa layu kan.." Ary hanya terdiam
dan tidak banyak komentar, namun aku yakin bahwa Ary
tentunya mengerti apa yang kuisyaratkan kepadanya.
Selesai urusan pembantuku, kami semua kembali ke rumah.
Seperti biasa jam 14:00 aku sudah dijemput kendaraan
kantor. Sekitar jam 16:00 aku menerima telepon dari Ary.
Selain mengatakan akan menjemputku pulang, ia juga
menyinggung kembali kata-kataku tentang 'siram menyiram'.
Kukatakan padanya, "Coba aja terjemahkan sendiri.." Sambil
tertawa di telepon, Ary berkata, "Iya deh nanti Ary yang
siram.."

Tepat jam 21:00, Ary sudah datang menjemputku dengan
motornya. Dalam perjalanan, kutempelkan tubuhku erat-erat
dengan melingkarkan tanganku di pinggangnya. Aku
mencoba memancing reaksi Ary dengan menyentuhkan jari-
jari tanganku ke penisnya. Kurasakan penisnya menjadi
keras. Saat berada di depan Taman Ria Remaja Senayan,
Ary membelokan motornya masuk. Aku sedikit kaget, dan
mencoba bertanya, "Ri, kok berhenti di sini sih..?" Ary
menjawab, "Nggak apa-apa kan, sekali-kali mampir cuci
pemandangan, sekalian ngobrol lagi soal siram-siraman." Aku
mengangguk dan menjawab, "Iya boleh juga Ri.."
Setelah parkir motor, tanpa sungkan, Ary menggandeng
pinggangku sambil berjalan, dan aku tak merasa risih
mendapat perlakuan ini. Setelah berhenti sebentar membeli
dua cup coca cola dan popcorn, sambil bergandengan aku
dibawa Ary ke tempat yang agak gelap dan sepi. Dalam
perjalanan, kulihat beberapa pasangan yang sedang asyik
masyuk bercinta, yang mebuat nafsu seksku naik.
Setelah mendapat tempat yang strategis, tidak ada orang
di kiri kanan, kami berdua duduk bersebelahan dengan rapat.
Kemudian Ary membuka pembicaraan dengan kembali
mengulangi pertanyaannya. "Berapa lama Mas Zali tugas di
luar kota.?"

Kujawab, "Yah.. katanya sih dua bulanan, memang kenapa
Ri?

"Apa Wita nggak akan kesepian begitu cukup lama ditinggal
Mas Zali?" kata Ary.

"Yah tentunya normal dong kesepian, apalagi nggak disiram-
siram." kuulangi jawaban yang sama sambil kupandang
wajah Ary dengan ekspresi menggoda. Tiba-tiba Ary
meletakkan tangannya di pundakku dan dengan beraninya
menarik wajahku. Kemudian ia mencium pipi dan melumat
bibirku dengan penuh nafsu. Diriku seperti terbang, kulayani
lumatan bibirnya dengan penuh nafsu pula. Sambil berciuman,
dengan lirih Ary bertanya, "Oh Wita sangat cantik, boleh
nggak Ary mengisi kesepian Wita?"

Sebagai jawaban kubisikkan di telinganya, "Oh.. Ri, boleh saja,
Wita memang kesepian dan butuh orang yang dapat
memuaskan.."

Sambil berciuman, tangan Ary membuka kancing bajuku dan
memasukkan tangannya di balik kutangku sambil meremas-
remas buah dadaku dan memilin-milin puting susuku. Tubuhku
menggelinjang menahan rangsangan tangannya. Kemudian
tangannya terus turun ke bawah, dari balik rokku dan
celana dalamku yang sudah basah, ia memasukkan jari-jari
tangannya mempermainkan klitorisku. Nafsuku semakin naik,
dengan lirih aku mengerang, "Oh.. oh Ri, aduh Ary pinter sekali..
oh.. puaskan Wita Ri.. Oh.." Dengan semangat Ary
mempermainkan vaginaku sambil kadang-kadang ia melumat
bibirku. Tubuhku terasa terbang menikmati permainan jari-
jari tangannya di vaginaku. Kurasakan satu dan akhirnya
dua jari Ary masuk ke dalam lubang vaginaku. "Oh.. Ri.. aduh..
enaknya Ri.. oh terus Ri.." aku mengerang menahan
kenikmatan. Mendengar eranganku, kedua jari tangan Ary
makin mengocok lubang vaginaku dengan gerakan yang
sangat merangsang. Dan akhirnya, beberapa menit
kemudian karena tak tahan, aku mencapai orgasme. "Oh Ri,
aagh.. Wita keluar Ri.." Kujilati seluruh permukaan wajah Ary
dan kulumat bibirnya dengan nafsuku yang masih tinggi. Ary
masih tetap memainkan kedua jarinya di dalam vaginaku.
Begitu hebatnya permainan kedua jari tangan Ary yang
menyentuh daerah-daerah sensitif di dalam lubang vaginaku,
membuatku orgasme sampai tiga kali.

Kelihatannya Ary begitu bernafsu dan saat itu ia
mengajakku bersetubuh.

"Wita.. boleh nggak Ary masukkan lontong Ary ke dalam
apem Wita?"

Walau aku sebenarnya juga menginginkannya, namun aku
khawatir dan sadar akan bahaya kalau ketahuan satpam
Taman Ria. Kujawab saja, "Jangan di sini Ri, bahaya kalau
ketahuan satpam, nanti di rumah saja ya Yang.."

"Benar nih jangan bohong ya.. dan bagaimana caranya?"
tanya Ary.

Kujawab saja, "Nanti kamar nggak dikunci, masuk aja Ri,
yang penting jangan ketahuan orang rumah."

Akhirnya Ary setuju dengan tawaranku itu. Mengingat
waktu sudah menunjukkan jam 22:10 kami berdua sepakat
pulang. Sebelum meninggalkan tempat, sambil berdiri kami
berdua berpelukan erat, saling melumat bibir dan lidah. Sambil
bergandengan mesra, tanpa khawatir kalau ada orang yang
kenal melihatnya, kami berdua berjalan menuju parkir motor.
Dalam perjalanan pulang, kupeluk erat tubuh Ary, sambil jari-
jari tangan kananku membelai dan meremas-remas
lontongnya dari balik celananya.

Bersambung...

Sesampainya di rumah, selesai mandi kukenakan daster
tidurku tanpa celana dalam, dan kusemprotkan parfum di
tubuhku, siap menanti pria yang akan mengisi kebutuhan
seksku. Kulihat kedua anakku sudah tidur pulas. Kemudian
kira-kira jam 23:30 kumatikan lampu kamar dan kurebahkan
tubuhku di tempat tidur terpisah dari tempat tidur anak-
anakku. Sambil tidur-tidur ayam, kunantikan Ary masuk ke
kamarku. Sekitar jam 01:00, kulihat pintu kamar yang
sengaja tidak kukunci secara perlahan dibuka orang.

Kulihat Ary dengan sarung masuk. Setelah ia menutup kembali pintu
kamar dan menguncinya, ia menuju tempat tidurku dan
langsung menindih tubuhku dan menciumi wajah serta
bibirku. Sambil menciumiku, tangannya menggerayangi
vaginaku. Ary berkata, "Wah sudah siap nih ya.. nggak pakai
celana dalam.." Tak berapa lama Ary mengangkat dasterku
dan mempermainkan klitorisku dan sesekali memasukkan
jarinya ke lubang vaginaku, membuatku melayang dan
vaginaku cepat banjir. Ternyata Ary juga sudah siap dengan
tidak memakai celana dalam. Digesek-gesekannya
lontongnya yang sudah mengeras di pahaku sambil jari-jari
tangannya mempermainkan vaginaku. Kubalas gerakan Ary
dengan meremas-remas dan mengocok lontongnya. Nafsuku
semakin naik, begitu juga Ary karena nafasnya terdengar
semakin memburu. Sambil tersengal-sengal, ia melenguh, "Oh..
oh.. Wita.. Ary sudah nafsu.. Wita haus kan.. Ary masukkan
ya.." Aku pun sudah tidak tahan, "Oh Ri.. masukkan cepat
lontongnya.. Wita sudah nggak tahan.. Ohh Ri.."

Kemudian, "Slep.." kurasakan lontong Ary yang lebih besar
dan panjang dibandingkan lontong suamiku itu masuk dengan
mudah masuk ke dalam lubang vaginaku yang sudah benar-
benar basah itu. Kurasakan lontongnya sampai menyentuh
dinding vaginaku yang terdalam. "Oh.. Ri.. aduh enaknya Ri.. oh
gede Ri.." aku merintih, sambil kupeluk erat tubuh Ary.
Kudengar pula rintihan Ary sambil menurun-naikkan
lontongnya di dalam vaginaku. "Oh.. oh.. agh.. Wita, enak sekali
apem Wita.. oh.. aagh.." Dari cara permainannya, aku
merasakan Ary belum berpengalaman dalam hal seks dan
kelihatannya baru pertama kali ia berbuat begini. Mungkin
karena begitu nafsunya kami berdua kurang lebih 10 menit
menikmati hujaman lontong Ary, aku sudah mau mencapai
orgasme. "Oh.. agh.. aduh Ri.. cepatkan tusukannya Ri.. Wita
mau keluar.. oh..aagh.." Kurasakan Ary pun sudah mau
orgasme. "Oh.. agh.. Mbak, Ary juga mau keluar.. oh.. aaghh.."
Tak lama kemudian, berbarengan dengan keluarnya
spermaku, kurasakan semburan sperma yang keluar dari
penis Ary yang masih perjaka, keras dan berkali-kali
memenuhi lubang vaginaku. Kami berdua berpelukan erat
merasakan kenikmatan yang tiada taranya ini. Kubisikkan di
telinga Ary, "Terima kasih Ri, Mbak puas sekali.." Ary pun
berbisik, "Aduh Wita, baru pertama kali ini Ary rasakan
enaknya apem.. Wita puas kan.." tambahnya.

Kemudian, Ary mencabut lontongnya dari dalam lubang
vaginaku. Aku berusaha menahannya karena aku ingin
nambah lagi. Ary berbisik, "Besok-besok aja lagi, sekarang
Ary harus keluar.. takut ada orang yang bangun.." Setelah
mengecup kening dan pipiku, Ary permisi keluar. Kubisikkan di
telinganya, "Hati-hati ya Ri.. jangan sampai ketahuan orang
lain.." Walaupun belum begitu puas, tapi hatiku bahagia bahwa
Ary akan mengisi kesepian dan memenuhi kebutuhan seksku
selama suami di luar kota. Dalam hati aku pun mengucapkan
terima kasih kepada suamiku atas ijinnya dan pilihannya
yang tepat.

Setelah kejadian pertama ini, hubungan seksku dengan adik
suamiku ini terus berlanjut. Sayangnya hal ini kami berdua
lakukan di rumah, karena saat itu memang tidak pernah
terpikir untuk main di luar misalnya di Motel. Saking puasnya
menikmati permainan seks dari Ary, aku lupa akan jadwal
kalender KB yang selama ini kugunakan. Sedangkan setiap
kali Ary menyetubuhiku, spermanya selalu ditumpahkan di
dalam vaginaku. Aku sendiri memang tidak menginginkan
sperma Ary ditumpahkan di luar, karena justru merasakan
semburan dan kehangatan sperma Ary di dalam vaginaku,
merupakan suatu kenikmatan yang luar biasa. Akibatnya
setelah beberapa kali melakukan hubungan, aku sempat
terlambat 6 hari datang bulan (mens). Hal ini kuceritakan
kepada Ary, saat kami mengobrol berdua di paviliun.
Khawatir benar-benar hamil, kuminta Ary mengantarku ke
dokter untuk memeriksakannya. Pada mulanya Ary tidak
setuju, dan ingin mempertahankan kehamilanku. Aku tidak
setuju dan tetap ingin menggugurkannya.

Keesokan paginya dengan diantar Ary, aku memeriksakan
diri ke suatu rumah sakit bagian kandungan. Ternyata hasil
pemeriksaan tidak bisa keluar hari itu juga, dan harus
menunggu tiga hari. Sampai dua hari setelah pemeriksaan
dokter, ternyata mens-ku masih belum datang. Aku tidak
sabar dan khawatir jika ternyata aku benar-benar hamil. Hal
ini kuutarakan kepada Ary dan kuminta ia membantu
membelikan satu botol bir hitam untukku. Keesokan harinya,
Ary menyerahkan bir hitam itu kepadaku, dan malamnya
kuminum. Tiga hari setelah minum bir hitam tersebut, mens-
ku datang.

Setelah mens-ku selesai sekitar 7 hari, aku dan Ary
melanjutkan lagi hubungan seks seperti biasanya. Praktis
selama dua bulan ada 18 kali aku dan Ary berhasil melakukan
hubungan seks yang memuaskan dengan aman tanpa
ketahuan keluarga di rumah. Keinginan untuk melakukannya
setiap hari sulit terlaksana, mengingat situasi rumah yang
tidak memungkinkan. Dari sekian kali hubungan seksku
dengan Ary, seingatku ada tiga kali yang benar-benar
sangat memuaskan diriku. Selain kejadian yang pertama kali,
hubungan seksku dengan Ary yang sangat memuaskan
adalah sewaktu kami berdua melakukan di suatu siang hari
dan saat malam takbiran. Kejadian di siang hari itu, yaitu
saat aku selesai mandi dan bersiap-siap berhias diri mau
pergi ke kantor. Saat itu kedua mertuaku dan adik-adik
iparku yang lain sedang tidak ada di rumah. Yang ada hanya
Ary, yang kebetulan sudah pulang dari kantornya, karena
hari Jumat. Kedua anakku asyik bermain dengan
pengasuhnya.

Tanpa sepengetahuanku, saat aku memakai make-up, tiba-
tiba Ary masuk kamarku yang tidak terkunci. Setelah
menutup pintu kembali dan menguncinya, dari belakang ia
memelukku, melepaskan handuk yang membungkus tubuhku,
sehingga aku dalam posisi telanjang bulat. Diciumnya pundak
belakangku, sambil tangannya memainkan kedua
payudaraku, dan turun mempermainkan vaginaku.

Akibatnya, aku tak tahan dan vaginaku cepat basah.
Segera kubalikkan tubuhku dan kupeluk serta kulumat bibir
Ary dengan penuh nafsu. Kemudian kubuka reitsleting
celananya dan kutanggalkan celana panjang dan celana
dalamnya. Kemudian aku jongkok di hadapannya, sambil
meremas, menjilati, dan mengulum lontongnya dalam mulutku.
Setelah kurasakan lontongnya semakin keras, kudorong
tubuh Ary duduk di tepi tempat tidur. Kemudian aku berdiri
membelakanginya, dan setengah jongkok kupegang dan
kuarahkan lontongnya masuk ke dalam lubang kewanitaanku
yang sudah basah itu. Kuturun-naikkan dan kuputar
pinggulku untuk merasakan nikmatnya lontong Ary yang
telah masuk seluruhnya dalam lubang vaginaku. Sambil
bergoyang itu, aku merintih dan berdesah, "Oooh.. aaghh.."
Ary tak mau ketinggalan, ia membantu menurun-naikkan
pinggulku dan kadang-kadang meremas-remas kedua buah
dadaku. Kurang lebih tiga menit dengan posisi ini, terasa aku
sudah mau orgasme. Kupercepat gerakan turun naik dan
goyangan pinggulku, dan saat itu Ary merintih, "Oh.. oh.. Wita,
Ary mau keluar.. oh.."

Akhirnya berbarengan dengan keluarnya spermaku,
kurasakan lontong Ary menyemprotkan spermanya dengan
keras memenuhi lubang vaginaku. Tubuhku terasa terbang
merasakan semprotan yang hangat dan nikmat itu.
Kemudian kukeluarkan lontong Ary dari lubang vaginaku.
Kulihat masih cukup keras. Dengan penuh nafsu kujilati,
kuhisap lontong Ary yang masih basah diselimuti campuran
sperma kami berdua.

Tak berapa lama kemudian lontong Ary kembali keras.
Kemudian kuminta Ary menyetubuhiku dari belakang. Dengan
menopangkan kedua tanganku di atas meja hias dan posisi
menungging, kusuruh Ary memasukkan lontongnya ke dalam
lubang vaginaku dari belakang. Betapa nikmatnya kurasakan
lontong Ary menghunjam masuk ke dalam lubang vaginaku,
kemudian sambil meremas-remas kedua buah dadaku,


Tamat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar