Panggil
saja aku Wita (nama samaran). Saat itu usiaku 24
tahun
dan sudah mempunyai 2 anak yang masih balita.
Untuk
mengisi waktu aku bekerja sebagai salah satu
manager
pada perusahaan yang berkantor di kawasan
Kebayoran
Baru. Banyak orang mengatakan diriku cantik.
Dengan
tinggi badan 161 cm, berat badan 48 kg aku masih
kelihatan
seperti gadis remaja.
Sejak
masih remaja nafsu seksku memang tinggi.
Keperawananku
telah direnggut oleh seorang pria mantan
pacar
pertamaku, saat aku berusia 17 tahun. Semasa
pacaran
dengan suamiku yang sekarang, sebut saja
namanya
Zali, kami berdua telah sering melakukan hubungan
seks.
Untungnya hubungan seks yang cukup kami berdua
lakukan
sebelum menikah itu tidak sampai membuahkan hasil.
Aku
bersyukur walau Zali mendapatkan diriku yang sudah
tidak
perawan lagi, ia tetap bertanggung jawab menikahiku.
Kecintaan
suami terhadap kedua orang tuanya,
menyebabkan
kami sekeluarga tinggal di rumah mertua. Di
rumah
mertua juga masih tinggal empat orang adik ipar,
dimana
dua diantaranya adalah adik ipar laki-laki yang sudah
dewasa.
Pekerjaan yang digeluti suami, menyebabkan
suamiku
sering melakukan tugas dinas ke luar kota.
Suatu
hari, sekitar bulan Mei, suamiku mendapat tugas ke
daerah
untuk jangka waktu dua bulan. Dia orang nya sangat pecemburu walau pun ada
teman kantor ku sekedar mengantar pulang maka selama itu ia percayakan antar
jmput dan menemani aq dengan
adik kandungnya
(sebut saja namanya Ary, usianya lebih muda
satu
tahun dariku).. Terus terang, Ary
memang
adik iparku yang paling ganteng bahkan lebih
ganteng
dari suamiku. Selain itu, Ary sering membantuku dan
dekat
dengan kedua anakku. Perasaanku agak berdebar
mendengar
tawaran ini dan saat itu pikiranku tergoda dan
mengkhayal
jika hal ini benar-benar terjadi.
Sehari
setelah suamiku berangkat ke luar kota, aku mulai
berpikir
mencari strategi bagaimana mendekati Ary. Selain
memancing
perhatian Ary di rumah, kutemukan jalan keluar
yaitu
minta tolong dijemput pulang dari kantor. Waktu kerja di
kantorku
dibagi dalam dua shift, yaitu shift pagi (08:00 -
14:30)
dan shift siang (14:30 - 21:00). Rute pengantaran selalu
berganti-ganti,
karenanya jika aku mendapat giliran terakhir,
pasti
sampai rumah agak terlambat. Hal ini aku keluhkan
kepada
kedua mertuaku. Mendengar keluhanku ini, kedua
mertuaku
menyarankan agar setiap kali pulang dari dinas
siang,
tidak perlu ikut mobil antaran, nanti Ary yang akan
disuruh
menjemputku. Hatiku begitu gembira mendengar
saran
ini, karena inilah yang kutunggu-tunggu untuk lebih
dekat
pada Ary. Sampai kedua kali Ary datang menjemputku
dengan
motornya, sikapnya padaku masih biasa-biasa saja,
walau
dalam perjalanan pulang di atas motor, kupeluk erat-
erat
pinggangnya dan sekali-kali sengaja kusentuh penisnya.
Suatu
hari, pembantu rumah tanggaku terserang penyakit.
Karena
aku dinas siang, mertuaku menyuruhku
membawanya
ke rumah sakit bersama Ary. Sambil
menunggu
giliran pembantuku dipanggil dokter, aku dan Ary
mengobrol.
Dalam obrolan itu, Ary menanyakan beberapa hal
antara
lain berapa lama suamiku dinas di luar kota, dan apa
aku
tidak kesepian ditinggal cukup lama. Pertanyaan terakhir
ini
cukup mengejutkan diriku, dan bertanya sendiri dalam hati
apa
maksudnya. Tanpa sungkan aku memberanikan diri
menjawab
untuk memancing reaksinya. "Yakh sudah tentu
kesepian
donk Ri, apalagi kalau lama tidak disiram-siram."
sambil
aku tersenyum genit. Entah benar-benar lugu atau
berpura-pura,
Ary menanggapinya, "Apanya yang disiram-
siram.."
Kujawab saja, "Masa sih nggak ngerti, ibarat pohon
kalau
lama nggak disiram bisa layu kan.." Ary hanya terdiam
dan
tidak banyak komentar, namun aku yakin bahwa Ary
tentunya
mengerti apa yang kuisyaratkan kepadanya.
Selesai
urusan pembantuku, kami semua kembali ke rumah.
Seperti
biasa jam 14:00 aku sudah dijemput kendaraan
kantor.
Sekitar jam 16:00 aku menerima telepon dari Ary.
Selain
mengatakan akan menjemputku pulang, ia juga
menyinggung
kembali kata-kataku tentang 'siram menyiram'.
Kukatakan
padanya, "Coba aja terjemahkan sendiri.." Sambil
tertawa
di telepon, Ary berkata, "Iya deh nanti Ary yang
siram.."
Tepat
jam 21:00, Ary sudah datang menjemputku dengan
motornya.
Dalam perjalanan, kutempelkan tubuhku erat-erat
dengan
melingkarkan tanganku di pinggangnya. Aku
mencoba
memancing reaksi Ary dengan menyentuhkan jari-
jari
tanganku ke penisnya. Kurasakan penisnya menjadi
keras.
Saat berada di depan Taman Ria Remaja Senayan,
Ary
membelokan motornya masuk. Aku sedikit kaget, dan
mencoba
bertanya, "Ri, kok berhenti di sini sih..?" Ary
menjawab,
"Nggak apa-apa kan, sekali-kali mampir cuci
pemandangan,
sekalian ngobrol lagi soal siram-siraman." Aku
mengangguk
dan menjawab, "Iya boleh juga Ri.."
Setelah
parkir motor, tanpa sungkan, Ary menggandeng
pinggangku
sambil berjalan, dan aku tak merasa risih
mendapat
perlakuan ini. Setelah berhenti sebentar membeli
dua
cup coca cola dan popcorn, sambil bergandengan aku
dibawa
Ary ke tempat yang agak gelap dan sepi. Dalam
perjalanan,
kulihat beberapa pasangan yang sedang asyik
masyuk
bercinta, yang mebuat nafsu seksku naik.
Setelah
mendapat tempat yang strategis, tidak ada orang
di
kiri kanan, kami berdua duduk bersebelahan dengan rapat.
Kemudian
Ary membuka pembicaraan dengan kembali
mengulangi
pertanyaannya. "Berapa lama Mas Zali tugas di
luar
kota.?"
Kujawab,
"Yah.. katanya sih dua bulanan, memang kenapa
Ri?
"Apa
Wita nggak akan kesepian begitu cukup lama ditinggal
Mas
Zali?" kata Ary.
"Yah
tentunya normal dong kesepian, apalagi nggak disiram-
siram."
kuulangi jawaban yang sama sambil kupandang
wajah
Ary dengan ekspresi menggoda. Tiba-tiba Ary
meletakkan
tangannya di pundakku dan dengan beraninya
menarik
wajahku. Kemudian ia mencium pipi dan melumat
bibirku
dengan penuh nafsu. Diriku seperti terbang, kulayani
lumatan
bibirnya dengan penuh nafsu pula. Sambil berciuman,
dengan
lirih Ary bertanya, "Oh Wita sangat cantik, boleh
nggak
Ary mengisi kesepian Wita?"
Sebagai
jawaban kubisikkan di telinganya, "Oh.. Ri, boleh saja,
Wita
memang kesepian dan butuh orang yang dapat
memuaskan.."
Sambil
berciuman, tangan Ary membuka kancing bajuku dan
memasukkan
tangannya di balik kutangku sambil meremas-
remas
buah dadaku dan memilin-milin puting susuku. Tubuhku
menggelinjang
menahan rangsangan tangannya. Kemudian
tangannya
terus turun ke bawah, dari balik rokku dan
celana
dalamku yang sudah basah, ia memasukkan jari-jari
tangannya
mempermainkan klitorisku. Nafsuku semakin naik,
dengan
lirih aku mengerang, "Oh.. oh Ri, aduh Ary pinter sekali..
oh..
puaskan Wita Ri.. Oh.." Dengan semangat Ary
mempermainkan
vaginaku sambil kadang-kadang ia melumat
bibirku.
Tubuhku terasa terbang menikmati permainan jari-
jari
tangannya di vaginaku. Kurasakan satu dan akhirnya
dua
jari Ary masuk ke dalam lubang vaginaku. "Oh.. Ri.. aduh..
enaknya
Ri.. oh terus Ri.." aku mengerang menahan
kenikmatan.
Mendengar eranganku, kedua jari tangan Ary
makin
mengocok lubang vaginaku dengan gerakan yang
sangat
merangsang. Dan akhirnya, beberapa menit
kemudian
karena tak tahan, aku mencapai orgasme. "Oh Ri,
aagh..
Wita keluar Ri.." Kujilati seluruh permukaan wajah Ary
dan
kulumat bibirnya dengan nafsuku yang masih tinggi. Ary
masih
tetap memainkan kedua jarinya di dalam vaginaku.
Begitu
hebatnya permainan kedua jari tangan Ary yang
menyentuh
daerah-daerah sensitif di dalam lubang vaginaku,
membuatku
orgasme sampai tiga kali.
Kelihatannya
Ary begitu bernafsu dan saat itu ia
mengajakku
bersetubuh.
"Wita..
boleh nggak Ary masukkan lontong Ary ke dalam
apem
Wita?"
Walau
aku sebenarnya juga menginginkannya, namun aku
khawatir
dan sadar akan bahaya kalau ketahuan satpam
Taman
Ria. Kujawab saja, "Jangan di sini Ri, bahaya kalau
ketahuan
satpam, nanti di rumah saja ya Yang.."
"Benar
nih jangan bohong ya.. dan bagaimana caranya?"
tanya
Ary.
Kujawab
saja, "Nanti kamar nggak dikunci, masuk aja Ri,
yang
penting jangan ketahuan orang rumah."
Akhirnya
Ary setuju dengan tawaranku itu. Mengingat
waktu
sudah menunjukkan jam 22:10 kami berdua sepakat
pulang.
Sebelum meninggalkan tempat, sambil berdiri kami
berdua
berpelukan erat, saling melumat bibir dan lidah. Sambil
bergandengan
mesra, tanpa khawatir kalau ada orang yang
kenal
melihatnya, kami berdua berjalan menuju parkir motor.
Dalam
perjalanan pulang, kupeluk erat tubuh Ary, sambil jari-
jari
tangan kananku membelai dan meremas-remas
lontongnya
dari balik celananya.
Bersambung...
Sesampainya
di rumah, selesai mandi kukenakan daster
tidurku
tanpa celana dalam, dan kusemprotkan parfum di
tubuhku,
siap menanti pria yang akan mengisi kebutuhan
seksku.
Kulihat kedua anakku sudah tidur pulas. Kemudian
kira-kira
jam 23:30 kumatikan lampu kamar dan kurebahkan
tubuhku
di tempat tidur terpisah dari tempat tidur anak-
anakku.
Sambil tidur-tidur ayam, kunantikan Ary masuk ke
kamarku.
Sekitar jam 01:00, kulihat pintu kamar yang
sengaja
tidak kukunci secara perlahan dibuka orang.
Kulihat
Ary dengan sarung masuk. Setelah ia menutup kembali pintu
kamar
dan menguncinya, ia menuju tempat tidurku dan
langsung
menindih tubuhku dan menciumi wajah serta
bibirku.
Sambil menciumiku, tangannya menggerayangi
vaginaku.
Ary berkata, "Wah sudah siap nih ya.. nggak pakai
celana
dalam.." Tak berapa lama Ary mengangkat dasterku
dan
mempermainkan klitorisku dan sesekali memasukkan
jarinya
ke lubang vaginaku, membuatku melayang dan
vaginaku
cepat banjir. Ternyata Ary juga sudah siap dengan
tidak
memakai celana dalam. Digesek-gesekannya
lontongnya
yang sudah mengeras di pahaku sambil jari-jari
tangannya
mempermainkan vaginaku. Kubalas gerakan Ary
dengan
meremas-remas dan mengocok lontongnya. Nafsuku
semakin
naik, begitu juga Ary karena nafasnya terdengar
semakin
memburu. Sambil tersengal-sengal, ia melenguh, "Oh..
oh..
Wita.. Ary sudah nafsu.. Wita haus kan.. Ary masukkan
ya.."
Aku pun sudah tidak tahan, "Oh Ri.. masukkan cepat
lontongnya..
Wita sudah nggak tahan.. Ohh Ri.."
Kemudian,
"Slep.." kurasakan lontong Ary yang lebih besar
dan
panjang dibandingkan lontong suamiku itu masuk dengan
mudah
masuk ke dalam lubang vaginaku yang sudah benar-
benar
basah itu. Kurasakan lontongnya sampai menyentuh
dinding
vaginaku yang terdalam. "Oh.. Ri.. aduh enaknya Ri.. oh
gede
Ri.." aku merintih, sambil kupeluk erat tubuh Ary.
Kudengar
pula rintihan Ary sambil menurun-naikkan
lontongnya
di dalam vaginaku. "Oh.. oh.. agh.. Wita, enak sekali
apem
Wita.. oh.. aagh.." Dari cara permainannya, aku
merasakan
Ary belum berpengalaman dalam hal seks dan
kelihatannya
baru pertama kali ia berbuat begini. Mungkin
karena
begitu nafsunya kami berdua kurang lebih 10 menit
menikmati
hujaman lontong Ary, aku sudah mau mencapai
orgasme.
"Oh.. agh.. aduh Ri.. cepatkan tusukannya Ri.. Wita
mau
keluar.. oh..aagh.." Kurasakan Ary pun sudah mau
orgasme.
"Oh.. agh.. Mbak, Ary juga mau keluar.. oh.. aaghh.."
Tak
lama kemudian, berbarengan dengan keluarnya
spermaku,
kurasakan semburan sperma yang keluar dari
penis
Ary yang masih perjaka, keras dan berkali-kali
memenuhi
lubang vaginaku. Kami berdua berpelukan erat
merasakan
kenikmatan yang tiada taranya ini. Kubisikkan di
telinga
Ary, "Terima kasih Ri, Mbak puas sekali.." Ary pun
berbisik,
"Aduh Wita, baru pertama kali ini Ary rasakan
enaknya
apem.. Wita puas kan.." tambahnya.
Kemudian,
Ary mencabut lontongnya dari dalam lubang
vaginaku.
Aku berusaha menahannya karena aku ingin
nambah
lagi. Ary berbisik, "Besok-besok aja lagi, sekarang
Ary
harus keluar.. takut ada orang yang bangun.." Setelah
mengecup
kening dan pipiku, Ary permisi keluar. Kubisikkan di
telinganya,
"Hati-hati ya Ri.. jangan sampai ketahuan orang
lain.."
Walaupun belum begitu puas, tapi hatiku bahagia bahwa
Ary
akan mengisi kesepian dan memenuhi kebutuhan seksku
selama
suami di luar kota. Dalam hati aku pun mengucapkan
terima
kasih kepada suamiku atas ijinnya dan pilihannya
yang
tepat.
Setelah
kejadian pertama ini, hubungan seksku dengan adik
suamiku
ini terus berlanjut. Sayangnya hal ini kami berdua
lakukan
di rumah, karena saat itu memang tidak pernah
terpikir
untuk main di luar misalnya di Motel. Saking puasnya
menikmati
permainan seks dari Ary, aku lupa akan jadwal
kalender
KB yang selama ini kugunakan. Sedangkan setiap
kali
Ary menyetubuhiku, spermanya selalu ditumpahkan di
dalam
vaginaku. Aku sendiri memang tidak menginginkan
sperma
Ary ditumpahkan di luar, karena justru merasakan
semburan
dan kehangatan sperma Ary di dalam vaginaku,
merupakan
suatu kenikmatan yang luar biasa. Akibatnya
setelah
beberapa kali melakukan hubungan, aku sempat
terlambat
6 hari datang bulan (mens). Hal ini kuceritakan
kepada
Ary, saat kami mengobrol berdua di paviliun.
Khawatir
benar-benar hamil, kuminta Ary mengantarku ke
dokter
untuk memeriksakannya. Pada mulanya Ary tidak
setuju,
dan ingin mempertahankan kehamilanku. Aku tidak
setuju
dan tetap ingin menggugurkannya.
Keesokan
paginya dengan diantar Ary, aku memeriksakan
diri
ke suatu rumah sakit bagian kandungan. Ternyata hasil
pemeriksaan
tidak bisa keluar hari itu juga, dan harus
menunggu
tiga hari. Sampai dua hari setelah pemeriksaan
dokter,
ternyata mens-ku masih belum datang. Aku tidak
sabar
dan khawatir jika ternyata aku benar-benar hamil. Hal
ini
kuutarakan kepada Ary dan kuminta ia membantu
membelikan
satu botol bir hitam untukku. Keesokan harinya,
Ary
menyerahkan bir hitam itu kepadaku, dan malamnya
kuminum.
Tiga hari setelah minum bir hitam tersebut, mens-
ku
datang.
Setelah
mens-ku selesai sekitar 7 hari, aku dan Ary
melanjutkan
lagi hubungan seks seperti biasanya. Praktis
selama
dua bulan ada 18 kali aku dan Ary berhasil melakukan
hubungan
seks yang memuaskan dengan aman tanpa
ketahuan
keluarga di rumah. Keinginan untuk melakukannya
setiap
hari sulit terlaksana, mengingat situasi rumah yang
tidak
memungkinkan. Dari sekian kali hubungan seksku
dengan
Ary, seingatku ada tiga kali yang benar-benar
sangat
memuaskan diriku. Selain kejadian yang pertama kali,
hubungan
seksku dengan Ary yang sangat memuaskan
adalah
sewaktu kami berdua melakukan di suatu siang hari
dan
saat malam takbiran. Kejadian di siang hari itu, yaitu
saat
aku selesai mandi dan bersiap-siap berhias diri mau
pergi
ke kantor. Saat itu kedua mertuaku dan adik-adik
iparku
yang lain sedang tidak ada di rumah. Yang ada hanya
Ary,
yang kebetulan sudah pulang dari kantornya, karena
hari
Jumat. Kedua anakku asyik bermain dengan
pengasuhnya.
Tanpa
sepengetahuanku, saat aku memakai make-up, tiba-
tiba
Ary masuk kamarku yang tidak terkunci. Setelah
menutup
pintu kembali dan menguncinya, dari belakang ia
memelukku,
melepaskan handuk yang membungkus tubuhku,
sehingga
aku dalam posisi telanjang bulat. Diciumnya pundak
belakangku,
sambil tangannya memainkan kedua
payudaraku,
dan turun mempermainkan vaginaku.
Akibatnya,
aku tak tahan dan vaginaku cepat basah.
Segera
kubalikkan tubuhku dan kupeluk serta kulumat bibir
Ary
dengan penuh nafsu. Kemudian kubuka reitsleting
celananya
dan kutanggalkan celana panjang dan celana
dalamnya.
Kemudian aku jongkok di hadapannya, sambil
meremas,
menjilati, dan mengulum lontongnya dalam mulutku.
Setelah
kurasakan lontongnya semakin keras, kudorong
tubuh
Ary duduk di tepi tempat tidur. Kemudian aku berdiri
membelakanginya,
dan setengah jongkok kupegang dan
kuarahkan
lontongnya masuk ke dalam lubang kewanitaanku
yang
sudah basah itu. Kuturun-naikkan dan kuputar
pinggulku
untuk merasakan nikmatnya lontong Ary yang
telah
masuk seluruhnya dalam lubang vaginaku. Sambil
bergoyang
itu, aku merintih dan berdesah, "Oooh.. aaghh.."
Ary
tak mau ketinggalan, ia membantu menurun-naikkan
pinggulku
dan kadang-kadang meremas-remas kedua buah
dadaku.
Kurang lebih tiga menit dengan posisi ini, terasa aku
sudah
mau orgasme. Kupercepat gerakan turun naik dan
goyangan
pinggulku, dan saat itu Ary merintih, "Oh.. oh.. Wita,
Ary
mau keluar.. oh.."
Akhirnya
berbarengan dengan keluarnya spermaku,
kurasakan
lontong Ary menyemprotkan spermanya dengan
keras
memenuhi lubang vaginaku. Tubuhku terasa terbang
merasakan
semprotan yang hangat dan nikmat itu.
Kemudian
kukeluarkan lontong Ary dari lubang vaginaku.
Kulihat
masih cukup keras. Dengan penuh nafsu kujilati,
kuhisap
lontong Ary yang masih basah diselimuti campuran
sperma
kami berdua.
Tak
berapa lama kemudian lontong Ary kembali keras.
Kemudian
kuminta Ary menyetubuhiku dari belakang. Dengan
menopangkan
kedua tanganku di atas meja hias dan posisi
menungging,
kusuruh Ary memasukkan lontongnya ke dalam
lubang
vaginaku dari belakang. Betapa nikmatnya kurasakan
lontong
Ary menghunjam masuk ke dalam lubang vaginaku,
kemudian
sambil meremas-remas kedua buah dadaku,
Tamat