Entri Populer

Senin, 11 Juli 2016

_Tante Cichy_"Adik Bungsu Ibu"


""Tanteku kemudian membukakan kutangnya untuk memudahkanku bermain secara leluasa dengan susunya."ssssshhhhhh eeeehhhhmmmm." desah tanteku terasa hangat desahnya"."



Namaku Puji. Usiaku 16 tahun
Aku baru tahu, kalau kuliah itu enak karena dari seminggu cuma 4 hari berkuliah, sisanya libur karena tidak ada mata kuliah. Jadi Tante Cici sering berada di rumah menemani aku dan adik kecilku yang kini usianya sudah 3 tahun untuk bermain.
Usia antara aku dan Tante Cici hanya berbeda 3 tahun saja. Makanya, walau baru sebentar tinggal di rumahku, aku dan tanteku cepat menjadi akrab. Tinggi badan Tante Cici lebih pendek sedikit dari Bu Suti. Mungkin 155/156cm. Tapi susunya yang bulat terlihat lebih menonjol dan lebih besar dari Bu Suti, mungkin sekitar 34C/D. Pantatnya cukup besar walau tidak sebahenol Bu Suti. Badannya sama langsingnya dengan Bu Suti. Rambut tanteku pendek sebahu sehingga lehernya begitu terlihat seksi.
Aku pernah ketika itu, nyelonong membuka pintu kamar Tante Cici karena mau meminjam cd musik. Aku kaget sebab, Tante Cici hendak berganti baju. Terlihat ia hanya mengenakan kutang hitam serta celana dalam hitam yang melekat pada tubuhnya. Pemandangan yang menggiurkan sekali. Namun, aku pun menjadi malu dan langsung menutup kembali pintu kamarnya. Tanteku yang telah selesai memakai pakaiannya ke luar dan menghampiri aku yang sedang duduk di kursi sambil menonton tv. Aku pun segera meminta maaf. Ia pun memaafkan dan berbuat seolah-olah kejadian itu tidak pernah terjadi sehingga membuatku menjadi lega.
Setiap pagi seringkali aku melihat tanteku ini menyapu dan mengepel rumah jika sedang libur kuliah atau kuliah di jam siang. Aku sering melihat dua susu montoknya itu bergelayut di balik bajunya yang berbelahan dada rendah baik pada saat sedang menyapu rumah maupun pada saat ia mengepel. Sungguh pemandangan yang indah walaupun melihat hal itu membuatku tersiksa akibat harus menahan konak dan gelora birahi.
Jika tanteku sedang menyapu atau mengepel rumah, aku sering iseng. Sengaja aku biarkan kakiku berada di lantai walaupun berkali-kali tanteku menyuruhku menaikan kaki ke atas kursi tempat aku duduk berdua bersama adikku tapi dengan sengaja aku tidak menuruti perintahnya. Hal tersebut sering membuat tanteku agak kesal walaupun tidak pernah ia marah. Malah ia sering mencubit paha jika aku sudah berbuat demikian. Sampai akhirnya ia sering mengklitiki pinggangku seusai mencubit pelan pahaku karena kenakalan dan sifat ke kanak-kanakanku.
Aku sering membalas mengklitiki pinggang tanteku sampai akhirnya kita berdua duduk sambil tertawa bersama sesudahnya. Ketika aku mengklitiki pinggangnya ia sering meronta ke sana ke mari sehingga, jari-jariku sering menyentuh susu montoknya secara tidak sengaja dan badannya sering pula berlabuh dipangkuanku akibat kegelian karena aku klitiki.
Aku sering gelisah ketika badan tanteku yang sedang aku kelitiki menindih pahaku sehingga posisi badan bagian atasnya berada dalam pangkuanku. Posisi demikian membuatku gelisah sebab, aku takut kontolku yang mengeras tegang diketahuinya.
Aku tidak pernah menyangka bahkan tidak pernah merencanakan untuk bersetubuh dengan tanteku yang tak lain adalah adik kandung ibuku sendiri.aku pun menghormati ia sebagai adik ibuku. Tapi ternyata semuanya telah terjadi, aku menggauli tanteku hampir setiap ada kesempatan.
Kejadian awal bermula ketika nenekku (ibu dari ayahku yang rumahnya tak jauh dari rumahku) pergi dengan membawa serta adikku untuk berbelanja. Maka, pada pagi itu rumahku sepi hanya tinggal aku berdua dengan tanteku. Ibu dan ayahku sudah berangkat bekerja pagi-pagi.
Seperti pagi-pagi biasanya, tanteku menyapu lantai dan mengepel rumah. Aku yang duduk sambil menonton tv kembali iseng dengan tak mau menaikan kakiku. Tanteku yang menyaksikan ulahku itu langsung menyerangku.
"aduh Puji, kamu bandel ih!" ucapnya sambil mengeluarkan jurus mengklitiki pinggangku.
Aku yang mendapat serangan tak tinggal diam, aku balas mengklitiki pinggangnya. Ia tertawa kegelian sambil menggelinjang tak karuan. Akhirnya ia memeluk pinggangku erat dengan kepala berada tepat di perutku. Posisi demikian membuat kontolku yang sudah tegang dan keras tertindih oleh susunya yang montok. Sungguh membuat darahku berdesir. Birahiku menjadi naik namun masih dapat aku kendalikan.
Masih dalam posisi demikian, tanteku akhirnya menyerah dan memintaku menghentikan mengelitik pinggangnya. Aku pun berhenti. Ia kemudian melepaskan pelukannya pada pinggangku. Lalu ia bersandar di kursi sambil terengah-engah kecapean akibat dikelitiki. Tampak keringat membasahi wajahnya. Aku memang suka kepada wanita saat berkeringat. Seksi dan bercahaya.
Ia mengusap-usap lembut kepalaku sambil tetap duduk bersandar. Aku pun tak tinggal diam, aku lap keringat di wajah dan keningnya. Ia tersenyum manis melebihi biasanya. Tiba-tiba entah dorongan dari mana, aku berani mencium kening tanteku sendiri. Yang aku rasakan, secara tiba-tiba aku menjadi sayang kepada tanteku dan menjadi ingin lebih dekat dengannya.
Mendapat perlakuan demikian, tanteku tidak marah malah ia menyentuh lembut pipiku sampai akhirnya ia mencium lembut bibirku. Karena mendapat rambu tersebut, aku pun balas mencium bibirnya sampai akhirnya kita berciuman.
Awalnya memang berciuman biasa saja, tapi setelah cukup lama tiba-tiba lidah tanteku menerobos masuk ke dalam mulutku. Hal tersebut tidak aku sia-siakan untuk mengusap-usap lidahnya dengan lidahku dan mengenyot lidahnya dengan lembut. Tante Cici kemudian melingkarkan kedua tangannya melingkari leherku. Maka tanganku pun mulai berani menjamah susunya yang montok. Sambil tetap berciuman yang sudah semakin liar, aku usap memutar dan meremas-remas lembut susu tanteku.
"ssssshhhhhh eeeehhhhmmmm." desah tanteku terasa hangat desahnya saat ia melepas bibir bawah untuk membuka mulutnya yang tak tahan untuk mendesah di tengah kesibukan berciuman liar denganku.
Aku hentikan ciuman liar. Aku cium dan jilati lehernya yang sudah basah oleh keringatnya. Tante Cici menjadi semakin bernafsu sehingga tangannya tak lagi melingkari leherku melainkan sudah meremas-remas kepala serta rambutku.
Secara perlahan, aku buka kaos putih yang dipakai tanteku. Sehingga tampak kutang hitam yang pernah aku lihat ketika aku nyelonong membuka pintu kamarnya dan mendapati ia hanya mengenakan kutang tersebut serta celana dalam berwarna hitam. Segera aku jilati bagian atas susunya yang tidak tertutup kutang. Aku hisap dan kenyot-kenyot perlahan sehingga membuat tanteku menjadi gelisah karena birahi yang semakin memuncak.
Tanteku kemudian membukakan kutangnya untuk memudahkanku bermain secara leluasa dengan susunya. Kulitnya yang putih membuat areola melingkar di tengah susunya tampak menggiurkan dengan warna coklat muda kemerah-merahan. Namun sayang, putingnya kecil sehingga hanya sedikit menonjol walaupun sudah menjadi keras di tengah susunya yang padat dan kenyal. Sungguh berbeda dengan puting susu Bu Suti yang panjang sebesar kelingking.
Aku hisap, aku jilat, aku kenyot-kenyot dengan lembut susu dan putingnya. Tanteku bergerak-gerak gelisah menandakan birahinya sudah semakin memuncak. Sampai akhirnya tangannya sudah berada di atas kontolku di luar celana pendek yang aku kenakan.
Tanteku mengusap-usap kontolku sedikit kasar. Namun, walau mendapat perlakuan demikian aku tetap liar memainkan lidah dan mulutku pada kedua susunya yang montok, kenyal, serta padat itu.
Tanteku kemudian berdiri melucuti celana pendek dan menurunkan celana dalamnya sendiri. Tampak memeknya begitu tembem tanpa ada bulu sedikitpun. "wow, seksinya!" bisikku di dalam hati.
Ia kemudian memintaku berdiri dan langsung menurunkan celana pendekku langsung dengan celana dalamnya sehingga kontolku yang sudah sangat keras menunjuk-nunjuk ke depan. Tampak ia kaget melihat kontolku yang besar dan panjang seperti Ibu Suti pernah katakan. Wajah tanteku semakin memerah tanpa berkedip melihat ke arah kontolku. Namun, tak lama setelah bengong karena ukuran kontolku, ia mulai menyentuh dan mengusap-usap lembut kontolku. Dengan lembut ia mulai memajukan wajahnya sehingga kontolku telah masuk terkulum mulutnya.
Tante Cici semakin liar bermain dengan kontolku. Ia mulai menjilati dan memaju mundurkan kepalanya. Tidak seperti Bu Suti, Tante Cici lebih mahir sehingga kontolku tidak pernah menyentuh giginya. Tak terlewatkan kepala kontolku ia kenyot-kenyot lembut sambil tangannya meremas biji pelerku secara lembut. Tampak ia begitu berpengalaman mengoral kelamin laki-laki. Sehingga muncul berbagai pikiran dalam otakku, "aneh, tanteku yang terlihat sebagai wanita baik-baik yang tidak suka keluyuran serta lugu ini begitu pandai mengoral kontol. Apa mungkin ia sering menonton film bokef? Jika begitu, tidak mungkin dari hasil menonton ketika baru mempraktekannya bisa sedemikian handalnya mengoral kontol laki-laki! Ada kemungkinan, ia sudah sering melakukan perbuatan serupa". Segala pertanyaan mulai memenuhi kepalaku.
Melihat Tanteku sudah kelelahan, aku beranjak menuju pintu untuk mengunci pintu rumah karena khawatir ada orang yang masuk. Setelah mengunci pintu, aku suruh Tante Cici duduk sambil membuka kakinya lebar-lebar. Ia pun menuruti kemauanku.
Terlihat memeknya yang tanpa bulu dan tembem. Aku segera menjilati memeknya dengan perlahan dan lembut dari mulai liang memeknya yang kecil sampai itilnya. Hampir seluruh kulit tubuhnya menjadi merah ketika aku mulai sedikit-sedikit mempermainkan lidah dan mulutku pada memeknya.
"aaaaaaeeeeehhhhhh ssssshhhhh" desahnya sambil tubuhnya tak bisa diam bergerak kian kemari mendapat sensasi nikmat pada memeknya.
Aku coba mencolokan jari tengahku ke liang memeknya yang sudah sangat basah oleh cairan yang ke luar dari memeknya. Peret sekali dan agak sulit memasukan jariku pada liang memeknya yang kecil. Aku kocokan jari tengahku perlahan-lahan sambil mulutku mengenyot dan menjilati itilnya yang sudah sangat mengeras. Ia semakin mendesah dan mengerang sambil tangannya mencengkram agak kuat rambut serta kepalaku.
"eeeemmhhhh, ooouuuuuuhhhhh, eeessssshhhhhhh." desah dan erangannya membuat suasana semakin birahi.
Aku terus jilat, hisap, dan kenyot itilnya dengan lembut dan terkadang dengan kenyotan kuat pada itilnya. Sedangkan jari tengahku sudah semakin leluasa mengocok liang memeknya. Perlakuan demikian berlangsung hampir 15 menit sehingga tanteku mencapai orgamsenya.
"aaaaaaaaahhhhh, ooooouuuuhhhhh jjiiiiiii!" erangannya mendapat orgasme sambil tangannya mencengkram kuat menekan kepalaku pada memeknya yang berkedut-kedut hebat sambil tubuhnya menggelinjang-gelinjang akibat orgasme yang melandanya.
Cairan orgasmenya membasahi tangan serta daguku. Perlahan kutarik jari tengah dari dalam lubang memeknya. Terdengar nafas Tante Cici masih terengah-engah. Aku pinta ia untuk nungging. Tanpa banyak basa-basi ia segera mengambil posisi nungging di atas kursi. Posisiku yang berdiri di bawah kursi menjadi lebih leluasa melakukan penetrasi kontolku ke dalam liang memeknya.
Sambil tangan kananku mencengkram pantat bulatnya yang lembut, aku arahkan kontolku menuju lubang memeknya dengan bantuan satu tangan kiriku. Cukup sulit kepala kontolku memasuki lubang memeknya yang peret. Namun, dengan dorongan agak kuat, aku dorong perlahan kontolku sampai akhirnya kontolku bisa terbenam di dalam liang memeknya dengan bantuan cairan memek dan sisa cairan orgasmenya. Memeknya mencengkram kuat dan masih agak peret ketika kontolku sudah seluruhnya terbenam. Dengan perlahan, aku mulai menggoyang-goyangkan pinggul dengan melingkar sebelum akhirnya aku maju mundurkan kontolku secara perlahan.
Akhirnya, liang memek Tante Cici sudah dapat menyesuaikan dengan kontol besar dan panjang milikku. Sehingga aku menjadi lebih leluasa memaju mundurkan kontolku di dalam liang memeknya.
"eeeemmmm jjiiiiii eeeemmmhhh enak jjjiiiii!" desah Tante Cici.
Aku semakin semangat memompa kontolku. Aku mulai menambah kecepatan sehingga bunyi "plok plok plok" menjadi semakin gencar dan keras terdengar.
"aaaahhhhhhh, aaaaaeeeeehhhhhh, ssssshhhhh, ooooouuuhhhh!" desah tanteku seiring gerakanku yang semakin cepat.
Sambil memaju mundurkan kontolku ke dalam memeknya, kini kedua tanganku ikut meremas-remas agak kuat pantat bulatnya. Terdengar desahan dan erangan tanteku semakin liar membahana. Karena nafsu birahi yang melanda kami, tak kami pedulikan suara-suara birahi ini walau akan terdengar oleh tetangga rumahku.
Tampak Tante Cici mulai menggoyang-goyangkan pantatnya. Dengan kecepatan penuh aku kocok terus memeknya dengan kontolku.
"jjjjiiiii! aku keluar! aaaaaooooouuuhhh, oooooouuuuuwwww, sssssshhhh!" erangannya saat mendapat orgasme keduanya.
Aku hentikan gerakanku, menikmati kedutan-kedutan memeknya pada kontolku yang masih terbenam kuat di dalam memeknya. Terasa kontolku pun tercengkram di dalamnya. Sungguh nikmat sekali.
Ketika gelora orgasme tanteku mereda, aku segera menelentangkan tubuh tanteku. Kemudian dengan penuh pengertian ia merentangkan kakinya lebar-lebar supaya aku lebih leluasa menusukan kontolku ke dalam lubang memeknya.
Bibir memeknya masih memerah. Dengan memandang memeknya membuatku menelan ludah sendiri. Sungguh indah memeknya. Tanpa bulu, tembem, dan merah.
Dengan mudah aku masukan kontolku. Sehingga setelah kontolku terbenam semakin dalam pada liang memeknya, aku mulai gerakan maju mundur dengan cepat. Gerakanku yang cepat membuat kedua susu montok dan kenyal tanteku bergoyang-goyang turun naik. Emh indah sekali susunya walaupun putingnya kecil dan tidak sebesar puting susu Bu Suti.
"aaaaaeeeeehhhh, eeeehhhmmmmm, oooooouuuuuhhhh!" Desah Tante Cici.
Aku terus mengocok memaju mundurkan kontol dengan cepat ke dalam liang memeknya. Terlihat mata tanteku terpejam dengan mulut menganga sambil tak henti-hentinya mengeluarkan desahan-desahan yang sangat sensual ditelingaku.
Aku raih kedua susunya yang bergoyang-goyang indah itu. Aku mulai remas-remas kedua susu montok, padat, dan kenyal tanteku itu dengan mengkombinasikan remasan lembut dan cengkraman agak kuat sambil terus memaju mundurkan kontolku dengan cepat di dalam lubang memeknya. Membuat tanteku menggelinjang-gelinjang di atas kursi dengan mata yang terus terpejam, pipi semakin merah, dan mulut menganga yang tak henti-hentinya mengeluarkan desahan serta erangan. Aku yang terus memompakan kontol dengan cepat mulai merasakan gatel dan geli pada kepala kontolku yang menandakan akan tiba orgasmeku.
"aaaaaoooouuuwwww, aaaaaaahhh, jiiii, aku keluaaaar!" erang tanteku. sambil memeluk tubuhku dengan erat.
Hampir berbarengan dengan orgasme tanteku, akhirnya aku pun mencapai orgasme. Aku cabut kontolku dari dalam lubang memeknya. Terlihat begitu banyak sperma tertumpah di atas perut tanteku.
Setelah usai kami memperoleh orgasme, aku gendong tubuh tanteku sambil berciuman kembali menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuh dari segala cairan dan lendir birahi.
Setelah tubuh kami bersih, kami pun bersantai di kursi sambil berpelukan dan berbagi cerita. Sampai akhirnya, pertanyaan-pertanyaan dikepalaku menemukan jawabannya.
Ternyata tanteku sudah tidak perawan sedari kelas 3 SMA. Awalnya pacarnya hanya sering mengajak tanteku menonton film bokef dan meminta ia melakukan oral saja. Tapi, karena oral terlalu sering yaitu hampir satu tahun maka, pacarnya meminta lebih. Tanteku menolak sampai akhirnya pacarnya memperkosanya.
Tanteku merasa hancur tapi setelah melakukan perbuatan itu, pacarnya tidak lantas meninggalkannya. Hingga akhirnya Tante Cici lama-kelamaan menjadi percaya dan yakin bahwa pacarnya orang yang setia dan tidak akan menelantarkannya. Tetapi anggapannya salah, setelah cukup sering Tante Cici ngentot dengan pacarnya, si pacar tiba-tiba pergi begitu saja meninggalkannya dan menjadi sulit dihubungi.
Aku pun terbuka kepada Tante Cici bukan hanya bercerita tentang pergaulan dengan kawan-kawan sekolahku saja, melainkan aku pun menceritakan bahwa sedari kelas 2 SMP aku sudah kehilangan keperjakaan. Aku sudah sering nonton bokef dan aku pun sering ngentot dengan Bu Suti yang tak lain adalah tetanggaku sendiri yang sering menumpang ikut ke kamar mandi rumahku.
Mendengar pengakuanku, Tante Cici kaget awalnya. Tapi ia pun paham dengan kondisi dan keadaanku sehingga kami berjanji tidak akan membocorkan aib ini pada keluarga.
(Tante Cici Bag.2)
Hampir setiap hari aku jarang di rumah. Dan sekalinya pulang ke rumah pun paling hanya untuk tidur, ganti baju, atau minta uang untuk bekal sekolah. Selebihnya aku habiskan untuk nongkrong bersama teman-teman sekolah atau keluyuran bersama Dendy. Jika Dendy mengajakku bermain ke rumahnya, sudah pasti di rumahnya akan ada acara ngentot ibunya. Makanya aku tak pernah menolak bila Dendy mengajak ke rumahnya. Mana bisa nolak jika di rumah Dendy aku selalu disuguhi tubuh putih mulus dan montok ibunya yang bernama Tante Meta.
Setelah ke luar dari gerbang sekolah, aku lihat ke tempat biasa Dendy menjemput ternyata ia tidak ada di sana. Ia tidak menjemputku hari ini. Maka aku putuskan untuk pulang saja ke rumah. Lagi pula, orang tuaku sudah sering marah-marah setiap pagi. Mereka kecewa karena aku jarang di rumah dan menjadi sering keluyuran.
Sengaja aku singgah dulu di tempat biasa aku dan kawan-kawan nongkrong sepulang sekolah. Namun tak lama aku pamit pada kawan-kawan dengan alasan yang aku buat-buat. Mereka ada pula yang mencibir tapi aku santai saja sambil tertawa renyah.
Di perjalanan pulang menggunakan angkot, aku berpikir bahwa aku memang salah karena sering membuat orang tuaku khawatir. Hampir setiap hari aku keluyuran dan pulang malam. Tapi aku pun tak bisa menolak ajakan teman-temanku untuk nongkrong atau menolak ajakan Dendy sahabatku untuk keluyuran.
Setibanya di depan rumah, aku melihat ada sepeda motor terparkir di halaman rumahku. Entah motor siapa. Tak pakai pikir lama-lama, aku pun segera masuk ke dalam rumah. Terlihat ada sepasang sepatu kulit berwarna hitam di teras rumah. Rupanya di rumah sedang ada tamu. Namun, ketika aku membuka pintu rumah keadaan di dalam sepi sekali. Maka aku putuskan untuk menyimpan tas dan berganti pakaian di dalam kamarku.
Ketika hendak membuka pintu kamar, aku mendengar suara orang. Aku pun melangkah mencari sumber suara tersebut. Rupanya suara itu berasal dari dalam kamar Tante Cici. Ia adalah adik kandung ibuku yang sudah hampir setahun ikut tinggal di rumahku untuk meneruskan kuliah di kotaku.
Aku dekati pintu kamarnya. Suaranya semakin jelas terdengar sedang bicara sambil cekikikan. Rupanya Tante Cici tidak kuliah hari ini. "Tapi siapa yang sedang bersamanya di dalam kamar?"
Aku pun segera mengambil kursi. Aku gunakan kursi itu untuk melihat orang di dalam kamar Tante Cici melalui lubang ventilasi kamarnya.
Saat aku mengarahkan pandangan melalui ventilasi, terlihat di dalam kamar Tante Cici sedang telentang di atas kasur. Wajahnya merah dengan mata sayu. Tak ada sehelai benang pun yang melekat di tubuh Tante Cici. Tangannya menjambak rambut seorang lelaki yang sedang membenamkan kepalanya diantara selangkangan Tante Cici. Lelaki itu sedang mengoral memek Tante Cici yang tanpa bulu dan tembem bibir memeknya. Rupanya di dalam kamarnya, Tante Cici sedang bercinta dengan seseorang.
Aku pun turun dari kursi yang aku jadikan pijakan untuk melihat ke dalam kamar Tante Cici. Segera aku menuju ke dalam kamar.
Setelah berganti baju, aku ambil rokok dalam tasku dan segera menuju kursi di ruangan tempat biasa menonton tv. Aku pun duduk dan bersantai. Tapi sengaja tv tidak aku nyalakan supaya tidak menimbulkan kecurigaan dari Tante Cici yang sedang bercinta.
Selama merokok pikiranku tak karuan. Aku merasa jengkel dan tiba-tiba merasa dikhianati pula atas apa yang dilakukannya bersama lelaki lain di dalam kamarnya. Tapi aku coba merenung dan meredakan suasana hatiku. "benar, aku tak punya hak untuk marah apalagi melarang-larang Tante Cici." bisikku dalam hati.
Aku mendengar dari arah kamar Tante Cici suara desahan-desahan semakin sering terdengar cukup nyaring. Tapi aku biarkan saja walaupun ada keinginan dalam batinku untuk mengetahui apa yang sedang mereka lakukan.
Semakin lama aku duduk semakin bertambah besar pula desakan batinku untuk melihat keadaan di dalam kamar Tante Cici. Akhirnya aku putuskan untuk mengintip kembali.
Melalui ventilasi aku melihat sosok pria yang berada dalam kamar Tante Cici. Pria itu berkulit putih dan memiliki perut yang buncit. Aku lihat wajahnya cukup berumur walaupun rupanya rapih tanpa kumis dan jenggot. Ia telentang di atas kasur. Sedangkan Tante Cici bergerak turun naik mengocok kontol lelaki itu ke dalam liang memeknya. "Tante Cici emang liar kalau ngentot dengan gaya WOT." bisikku dalam hati merasa kagum dengan kelincahan Tante Cici.
Aku mendengar desahan lelaki yang tidak aku kenal itu beradu dengan desahan yang ke luar dari mulut Tante Cici. Mereka saling memburu gelombang-gelombang birahi.
Tangan lelaki itu menggapai kedua susu Tante Cici yang berukuran cukup besar. Aku masih ingat benar, susu Tante Cici yang lembut, padat, dan kenyal itu terasa nikmat sekali dalam telapak tanganku. Dengan kedua telapak tangannya, lelaki itu meremas-remas dengan gemas kedua susu Tante Cici.
"ssshhhhh oooooouuuuuhhhhh." desah Tante Cici sambil memutar-mutar pinggulnya.
Mata lelaki itu terpejam dan terkadang kelopaknya terbuka sedikit menggambarkan betapa nikmatnya goyangan yang diberikan Tante Cici. Sungguh permainan yang panas walaupun aku berpendapat bahwa lelaki itu tak bisa mengimbangi keliaran nafsu birahi Tante Cici.
Mungkin kurang dari 10 menit aku berdiri di atas kursi mengintip melalui ventilasi ke dalam kamar Tante Cici. Tiba-tiba lelaki itu mengeluarkan lenguhan-lenguhan cukup panjang sambil ia menghentak-hentakan pinggulnya naik turun. Tak lama terlihatlah cairan putih kental ke luar dari dalam lubang memek Tante Cici membasahi batang sampai ke biji kontol lelaki itu.
Walau lelaki itu sudah orgasme, Tante Cici terus memutar-mutar pinggulnya. Tapi semakin lama Tante Cici berbuat demikian, terlihat kontol si lelaki itu malah menciut dan ke luar dengan sendirinya dari dalam liang memek Tante Cici.
Tante Cici pun turun dari atas tubuh lelaki itu. Terlihat wajah Tante Cici muram. Sepertinya Tante Cici kecewa karena dirinya tidak mendapat kepuasan. Berbeda halnya dengan Tante Cici, lelaki buncit itu tetap berbaring dengan mata terpejam dan menyunggingkan senyuman setelah beroleh kenikmatan. Aku merasa kasihan juga melihat Tante Cici sampai demikian.
Tiba-tiba lelaki itu melihat jam tangannya yang mewah, ia segera bangkit melap cairan spermanya yang melekat di kontol dan biji pelernya. Melihat hal itu, aku segera turun dari kursi dan kemudian membawa kursi tersebut ke tempat semula.
Aku kembali duduk di kursi ruangan tempat menonton tv. Aku nyalakan sebatang rokok sambil duduk bersandar.
Kurang dari 2 menit, mereka pun ke luar dari dalam kamar dengan pakaian lengkap. Tawa mereka terhenti ketika mata mereka beradu pandang denganku. Terlihat wajah mereka berubah menjadi gugup. Apalagi wajah lelaki itu sepertinya malu karena telah ngentot Tante Cici di rumahku.
"ji, ini pacar tante. Sini kenalin." kata Tante Cici dengan agak gugup.
Aku pun segera menghampiri mereka dan berkenalan. Tubuh lelaki itu rupanya pendek, badannya agak besar, dan perutnya buncit terlihat sesak dari balik kemeja yang dipakainya. Lelaki itu bernama Toni.
Setelah basa-basi dan memberikan uang Rp. 100.000 padaku yang katanya untuk membeli rokok karena melihatku sedang memegang rokok, ia pun pamit hendak kembali ke kantornya. Aku pun mempersilakannya sambil ikut dengan Tante Cici mengiringi Toni sampai ke depan rumah.
Setelah lelaki itu berlalu dari rumahku. Aku kembali bersantai di kursi. Aku nyalakan tv biar tidak terlalu sumpek dan penat. Sedangkan Tante Cici dengan berbekal handuk langsung menuju kamar mandi.
Hampir satu jam aku duduk menonton tv, tiba-tiba Tante Cici yang sudah wangi dan berpakaian seksi menghampiri dan duduk di sebelahku. Mataku tergoda melihat Tante Cici memakai celana legging hitam dan tangtop putih. Tapi sebisa mungkin aku tahan supaya aku tidak terlihat bernafsu dengan tatapan mesum oleh Tante Cici.
"ji, itu tadi pacar Tante yang sekarang. Orangnya lumayan dan udah mapan. Kemarin uang semesteran kuliah tante juga dia yang bayarin." kata Tante Cici tiba-tiba tanpa aku tanya.
"ya baguslah berarti Toni baik sama tante. Tapi dia serius gak sama tante?" tanyaku pada Tante Cici.
"gak tau sih, tapi dia pernah ngajakin tante tunangan." jawab Tante Cici.
"oh gitu. Nanti kalau tante ada firasat Toni gak serius lebih baik tante akhiri hubungan tante biar gak ketipu lagi sama lelaki dan gak sakit hati terus-terusan." kataku so dewasa.
Tante Cici pun manggut-manggut. Tak lama kemudian ia bersandar di pundakku. Dengan spontan aku langsung mengusap-usap lembut kepala Tante Cici yang berbau harum sampo.
"ji, tumben sih ada di rumah? Biasanya kamu keluyuran dan baru pulang malam. Itupun langsung tidur. Aku tuh sebenernya kangen pengen ngobrol-ngobrol sama kamu tapi sepertinya kamu gak ada waktu karena gak pernah ada di rumah." kata Tante Cici sambil tetap menyandarkan kepalanya di bahuku.
"iya, kemarin-kemarin kan emang teman-teman sering ngajak nongkrong dan kadang-kadang si Dendy sering ngajakin pergi juga. Gak tau kenapa, agak sulit nolak ajakan temen, takut dan gak enak sama mereka." jawabku.
Lama bercakap-cakap, aku pun mulai memberanikan bertanya mengenai aktivitas seksnya dengan Tony.
"tan, maaf tadi aku intipin ketika tante lagi gituan sama Toni." kataku dengan jujur membuat Tante Cici kaget mendengarnya.
"ih kamu, ji! Kamu kan udah sering gituan ma tante. Masa sih masih suka ngintip-ngintip segala?" jawab Tante Cici sambil terheran-heran bertanya.
"ya kan tadinya cuma mau mastiin di rumah ada siapa. Eh denger suara yang sedang mesum. Penasaran dengan asal suara ya aku liat aja ke dalam kamar tante." kataku dengan apa adanya.
"jangan bilang-bilang ke mamah kamu ya!" pinta Tante Cici padaku.
"santai aja kali tan. Puji gak akan bilang-bilang kok." kataku pada Tante Cici sehingga membuat matanya berbinar kembali dan langsung mencium gemas pipiku.
"oh iya, tan. Tadi aku lihat ketika Toni udah orgasme, wajah tante kok terlihat kecewa, kenapa tan?" tanyaku.
"ah tau deh, beda sama kamu. Dia tuh udah itunya kecil, cepet loyo lagi. Mana udah ke luar dia tuh suka langsung buru-buru pergi." jawab Tante Cici kecewa.
"mungkin dia buru-buru takut ada apa-apa di kantornya. Jadi gak bisa lama-lama apalagi ngasih kepuasan sama tante, bisa-bisa ia terlambat datang ke kantor." kataku mencoba mengobati kekecewaan Tante Cici.
"ji, kita gituan yu! kamu udah lama juga gak gituan ma tante, pasti udah kebelet pengen!" pinta Tante Cici.
Aku pun mengangguk mengiyakan walaupun Tante Cici salah menebak dan begitu so tau mengatakan aku kebelet pengen ngentot. Padahal selama ini hasrat seksualku selalu tersalurkan. Dengan Tante Meta ibunya Dendy yang selalu menjadi pelampiasan birahiku dan Dendy , aku selalu puas dalah hal ngentot. Sehingga aku tidak merasa bahwa aku kebelet pengen ngentot.
Dengan liar, Tante Cici mencium dan menjilati leherku. Bulu kudukku sampai berdiri merasakan kegelian yang nikmat di kulit leherku. Baru kali ini aku mendapat perlakuan demikian. Sungguh nikmat rasanya.
Penuh nafsu, Tante Cici menarik bajuku ke atas tapi aku hentikan perbuatannya sambil mengajaknya pindah ke dalam kamar tidurku. Tante Cici pun menuruti ajakanku dan ikut melangkahkan kaki ke dalam kamarku.
Aku buka kaos hitamku dan berbaring di atas kasur. Tante Cici memulai kembali serangannya. Ia menindih tubuhku dan langsung melumat bibirku sehingga aku pun membalas ciuman liarnya sambil tangan kananku mendekap mengusap punggungnya serta tangan kiri membelai lembut kepalanya.
Kami berciuman dengan liar. Lidah kami saling usap, saling jilat, dan saling mengemut lidah serta bibir sampai ludah kami belepotan di pipi serta dagu kami.
Kemudian Tante Cici mendaratkan ciuman dan sapuan lidahnya di leherku lagi. Kembali bulu kudukku meremang mendapat rangsangan geli yang nikmat tersebut. Ia terus menurunkan lidahnya pada dadaku. Dijilat dan diemut-emutnya dengan lembut susu serta putingku. Terasa lidahnya yang dingin menyapu kulit serta susuku. Aku baru tahu, bahwa lelaki pun sangat terangsang bila susu dan putingnya dimainkan oleh lidah serta mulut perempuan. Sensasi nikmat terus menjalar ke seluruh tubuhku.
Aku biarkan Tante Cici memperlakukanku demikian sebab, aku ingin tahu sejauh mana kenikmatan terasa dan tercipta. Biar aku pun semakin tahu di mana serta bagaimana titik-titik kenikmatan itu. Dengan merasakannya sendiri tak menutup kemungkinan aku menjadi semakin tahu dan mngerti yang harus aku lakukan untuk memuaskan wanita.
Kini sapuan lidah Tante Cici telah berada di udelku. Agak eneg memang namun aku masih bisa merasakan kenikmatan serta sensasi yang menggelitik. Di korek-korek udelku dengan lidahnya sebelum ia mengenyot-ngenyot udelku dengan gemas.
Akhirnya Tante Cici membuka celana jeans biru yang aku pakai. Dengan penuh nafsu ia turunkan juga celana dalam yang melekat menutup kontolku sehingga kontolku yang sedari awal telah terangsang menjulang keras dengan gagahnya.
Tante Cici langsung mengusap-usap lembut kepala kontolku sebelum ia melahapnya untuk dikulum di dalam mulutnya. Kepala Tante Cici mulai turun naik mengulum kontolku sambil sebelah tangannya meremas-remas lembut biji pelerku. Sensasi hangat dan nikmat tak henti-hentinya menjalar keseluruh tubuhku.
Tak sampai di situ aksi Tante Cici. Ia kemudian menjilati kontolku dari mulai lubang kencing sampai pangkal kontol dengan lidahnya yang liar menyapu dan memutar-mutar di seluruh permukaan kulit kontolku. Biji pelerku pun ia kenyot-kenyot lembut dengan mulutnya membuatku sedikit menggelinjang karena sensasi nikmat yang aku rasakan.
Lama bermain dengan kuluman, jilatan, dan hisapan lidah serta mulutnya di kontolku, Tante Cici memintaku tetap berbaring sambil sedikit mengangkat pinggul. Karena penasaran akan diapakan, aku pun menuruti perintah Tante Cici dengan mengangkat pinggul sambil memegang kedua kakiku.
Mulut Tante Cici kembali mengemut-emut biji pelerku sambil tangannya mengocok-ngocok turun naik dari kepala sampai pangkal kontolku. Sebelum akhirnya lidah Tante Cici menjilati area duburku. Dengan spontan aku kembali bergelinjang di atas kasur. Ketika lidahnya menyentuh dubur, aku bagai tersengat arus kenikmatan yang terus merambat keseluruh tubuh. Pengalaman yang tidak pernah akan aku lupakan.
Lidah Tante Cici begitu lentur bergerak memutar menjilati seluruh permukaan duburku. Sambil sebelah tangannya tidak berhenti mengocok dan meremas-remas lembut kontol serta piji pelerku yang bulat penuh. Diperlakukan demikian aku menjadi mabuk kepayang.
Berkali-kali aku menggelinjang sambil mengerang karena sensasi geli nikmat yang terus menjalar ke seluruh tubuhku. Namun, Tante Cici tak menghentikan aksinya malah ia semakin asik menyiksaku dengan sapuan lidah yang lincah dan kelembutan tangannya bermain dengan dubur, kontol, serta biji pelerku.
Kini lidah Tante Cici terasa meruncing menusuk-nusuk duburku. Sehingga aku merasakan sensasi aneh yang nikmat membuat mataku sesekali merem sesekali terbelalak merespons setiap aksi Tante Cici. Sensasi aneh menggelitik sampai ke ubun-ubun.
Hampir 10 menit aku dipermainkan Tante Cici, kini aku balas mempermainkan dia. Aku lucuti seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya sampai tak ada sehelai benangpun ditubuhnya. Aku mulai aksiku menjilati dan mencium-cium kecil lehernya yang putih dan mulus itu. Sehingga Tante Cici merespon dengan membelai rambut dan punggungku.
Aku telusuri lehernya dengan lidah dan mulutku sampai akhirnya aku jilati bagian belakang telinganya. Tante Cici tampak menggelinjang akibat sensasi nikmat yang menjalar ditubuhnya. Berulang-ulang aku berbuat demikian dari leher ke belakang telinga kirinya kemudian balik lagi ke leher dan naik lagi kebagian belakang telinga kanannya secara lembut dan berulang-ulang dengan sapuan lembut lidahku dan ciuman kecil bibirku.
Melihat Tante Cici semakin terangsang, aku mulai menurunkan sapuan lidahku menyusuri leher sampai di area susunya yang cukup besar. Susu Tante Cici terasa halus, berkulit putih dengan urat-urat hijau yang nampak menghiasi kedua susunya, lingkaran tengahnya berwarna coklat kemerah-merahan, sedangkan putingnya kecil dan kurang menonjol. Aku terus jilati kedua susunya secara bergantian sambil bergantian pula membelai susunya yang padat berisi dan kenyal dengan telapak tanganku.
Tante Cici tak henti mendesah sambil tangannya tak lagi membelai rambutku melainkan telah mencengkram rambut cukup erat. Sedangkan matanya terpejam dan sesekali kelopaknya terbuka sedikit, memperlihatkan hanya warna putih biji bola matanya.
Kulit putih Tante Cici sudah agak kemerah-merahan, rupanya Tante Cici sudah sangat terangsang. Aku terus telusuri tubuhnya dengan lidahku. Aku gunakan lidahku untuk menjilat-jilat udelnya secara memutar-mutar perlahan. Sedangkan kedua tanganku meremas-remas lembut kedua susu Tante Cici yang montok dan halus.
Berkali-kali Tante Cici mengelinjang-gelinjang di atas kasur. Aku segera menurunkan perlahan sapuan lidahku pada memeknya yang tebal dan tembem.
Kini memek putih dan mulus tanpa bulu milik Tante Cici, aku jilat-jilat mulai dari lubang memek sampai itilnya. Secara lembut aku sapukan lidahku menyusuri liang memek dan kemudian menjilat secara melingkar pada itilnya. Dengan demikian, kepalaku menjadi sasaran kedua tangan Tante Cici yang terkadang menekan kepalaku dan terkadang mendorong kepalaku dari memeknya yang basah dan berlendir.
Aku mulai kombinasikan antara menjilat dan mengenyot-ngenyot seluruh area memeknya. Sampai akhirnya aku mulai tusukan jari tengahku ke dalam liang memeknya yang basah oleh lendir dan terasa hangat dijariku. Sedangkan mulutku, aku gunakana untuk mengemut secara lembut itil Tante Cici. Sambil mengemut itilnya dengan lembut, lidahku bergerak berputar mengusap-usap itilnya yang berada dalam mulutku.
Tubuh Tante Cici semakin bergelinjang-gelinjang diiringi desah serta lenguhan. Aku hentikan sejenak aksiku untuk meminta Tante Cici menaikkan pinggulnya. Tanpa berkata apa-apa, Tante Cici mulai mengangkat pinggulnya sambil menahan kedua kakinya. Persis apa yang aku lakukan sebelumnya.
Aku mulai telusuri kembali area memeknya dengan lidah sampai akhirnya lidahku telah sampai di anusnya.
"ooooooooouuuuuhhhhhhhh sssssssshhhhhh." Desah dan lenguhan Tante Cici ketika lidahku menyapu memek dan duburnya.
Sambil terus menjilati dubur Tante Cici, jari tengahku tak berhenti ke luar masuk liang memeknya. Dan tak lama kemudian, Tante Cici terus menggelinjang, melenguh, dan tubuhnya mengejang-ngejang. Tarasa di jari tengahku, memek Tante Cici berkedut dan mengempot-empot sambil melelehkan cairan orgasmenya ke luar dari liang memeknya membasahi jari dan tanganku.
Aku lihat senyum mengembang di wajah Tante Cici. Aku dekatkan wajahku mengecup lembut keningnya.
Tidak lama setelah orgasmenya reda, Tante Cici menaiki tubuhku yang telentang di atas kasur. Dengan lembut ia kocok-kocok kontolku sebelum akhrinya secara perlahan ia masukkan kontolku ke dalam liang memeknya yang terasa sempit dan hangat.
Walaupun memeknya penuh dengan lendir dan telah diguyur cairan orgasmenya, tetap saja tak mudah bagi kontolku untuk masuk ke dalam liang memeknya. Sehingga sambil menggoyang-goyang pinggulnya, Tante Cici perlahan-lahan menekan pinggulnya turun supaya kontolku bisa masuk lebih dalam.
Ketika kontolku sudah terbenam lebih dalam di liang memeknya, Tante Cici kembali bergerak memutar pinggulnya sambil mulutnya terus mengeluarkan desahan-desahan yang menurutku sangat sensual. Sampai akhirnya bergantian ia bergerak memutar-mutar pinggulnya dengan mengocok kontolku turun naik secara lembut. Sambil terus mendesah dan melenguh, aku melihat sesekali Tante Cici menggigit bibir bawahnya sambil memejamkan matanya.
"aaaaaaahhhhhhhh ssssssshhhhhh, aaaaaaaahhhhhh ssssssshhhhhhh." desah Tante Cici sambil tangannya meremas-remas susuku yang bidang.
Semakin lama gerakan Tante Cici memutar dan naik turun mengocok kontolku semakin cepat. Sehingga aku pun berbuat hal yang sama untuk mengimbangi gerakannya dengan menaik turunkan pinggulku.
Sampai akhirnya tubuh Tante Cici meliuk-liuk di atas tubuhku. Kemudian ia mulai menghentak-hentakan pinggulnya. Terasa oleh kontolku bahwa memek Tante Cici mulai berkedut dan mengempot-empot kontolku seiring cairan hangat orgasmenya meleleh ke luar dari dalam liang memeknya.
"oooooooouuuuuhhhhhhhhh sssssssshhhhh, oooooooouuuuuuhhhhh sssssshhhhhhh, aaaaaaaaahhhhhhh." lenguhan Tante Cici sedikit berteriak mendapatkan orgasmenya.
Tubuhnya mengkilat oleh peluh. Kemudian ketika gelombang orgasme Tante Cici mereda, ia menelungkup di atas tubuhku tanpa melepas kontolku yang masih terbenam di dalam lubang memeknya. Aku usap-usap lembut punggungnya. Aku belai-belai lembut rambutnya.
Sampai akhirnya mata kami saling menatap. Terlihat wajahnya berseri penuh kepuasan. Aku pun kembali mengusap lembut kening dan pipinya yang berkeringat.
Tante Cici kemudian mendaratkan ciumannya di bibirku. Dengan lembut aku kenyot bibirnya perlahan. Lidahnya terjulur menerobos masuk ke dalam mulutku. Tak aku sia-siakan, aku jilati lidahnya di dalam mulutku sambil mengulumnya secara lembut.
Tak lama kemudian, Tante Cici kembali bangkit dan mulai memutar-mutar pinggulnya sehingga kontolku yang terbenam di dalam lubang memeknya kembali merasakan cengkraman otot memeknya.
Namun, dengan lembut aku pinta Tante Cici untuk melanjutkan bercinta dengan gaya doggy style. Tante Cici pun menuruti kemauanku segera melepas kontolku dari dalam liang memeknya.
Tante Cici nungging di atas tempat tidurku tampak sudah siap aku tusuk memeknya yang putih mulus dan tembem itu dengan kontolku. Aku arahkan kontolku ke dalam liang memeknya. Tanpa kesulitan, kontolku yang telah basah oleh lendir dan cairan orgasmenya menerobos ke dalam liang memeknya.
Aku mulai memaju mundurkan kontolku dengan cepat. "plok plok plok" bunyi selangkanganku beradu dengan pantatnya yang bulat padat semakin keras terdengar seiring gerakan maju mundur pinggul secara cepat mengocokan kontolku ke luar masuk ke dalam lubang memeknya yang merekah.
"aaaaaaahhhhhhh ssssssshhhhh, aaaaaaaaaahhhhhh ssssssshhhhhh." desah Tante Cici sambil kedua tangannya mencengkram erat sprei tempat tidurku.
Aku terus mengocok memaju mundurkan pinggulku dengan cepat. Sambil terus gerak maju mundur, aku meminta ijin kepada Tante Cici untuk mencoba melakukan anal seks. Tapi Tante Cici menolak karena takut sakit dan perih. Tapi ia berjanji padaku, jika ia sudah siap, ia mau melakukan anal seks denganku.
Sempat aku kecewa namun, karena mendengar Tante Cici berjanji akan memberiku anal seks maka hilanglah kekecewaanku. Sehingga gairahku memburu kenikmatan tidak surut.
Dengan penuh gairah memburu puncak kenikmatan, aku terus menggenjot secara cepat. Sedangkan Tante Cici semakin keras mendesah sambil tetap mencengkram sprei kasurku.
"aaaaaaaaaahhhhhhhhh ssssssssshhhhh, aaaaaaaaaahhhhhh sssssshhhhhhhh." desah Tante Cici terdengar memenuhi ruangan kamarku.
Kontolku ke luar masuk liang memek Tante Cici dengan cepat. Sampai akhirnya, aku mulai merasakan kegelian dan rasa gatel pada kontolku. Tak lama lagi spermaku akan mendesak hendak ke luar. Maka aku tidak mengendurkan aksi memaju mundurkan pinggul mengocok kontol ke luar masuk di liang memek Tante Cici.
Sesaat aku akan orgasme, Tante Cici mendahului dengan kembali orgasme. Memeknya berkedut-kedut sambil mengempot-empot sehingga kontolku yang sudah gatel dan merasakan geli terasa dicengkram dengan kuat.
Sambil merasakan cengkraman kuat otot memeknya Tante Cici, aku hentak-hentak pinggulku menghantam pantatnya yang bulat padat sampai akhirnya aku berhenti menghentakan pinggulku untuk menyemburkan spermaku ke dalam liang memek Tante Cici.
"aaaaaaaaahhhhhhh sssssshhhhhhh, oooooooouuuuuhhhhhh sssssssshhhhhh, eeeeeeemmmmmhhhhh ssshhhhh." lenguhan Tante Cici ketika orgasmenya melanda sambil menikmati hangatnya spermaku di dalam memeknya.
Setelah gelombang orgasme kami mereda, aku cabut perlahan kontolku dari dalam liang memek Tante Cici. Sehingga cairan orgasme kami yang tertinggal di dalam liang memeknya ikut meleleh ke luar membasahai sprei tempat tidurku.
Aku merebahkan tubuhku di samping Tante Cici. Sambil mengatur nafas yang terasa terengah-engah. Tante Cici kemudian merebahkan kepalanya di atas dadaku sambil tangan kirinya mengusap-usap secara lembut perutku yang basah oleh keringat.
"tan, apa gak takut kalau tante nanti hamil?" tanyaku sambil membelai-belai lembut rambutnya.
"ya mudah-mudahan aja gak hamil dulu, makanya setiap mau melakukan hubungan seks, aku pasti minum pil terlebih dahulu." jawab Tante Cici sambil tangannya tetap mengusap-usap perutku dengan lembut.
Sambil tetap berbaring di atas kasur, Tante Cici bercerita banyak. Awalnya ia merasa cemas karena takut kalau-kalau ia hamil setelah ngentot pertama kali denganku. Namun, seminggu setelah ngentot denganku, ia kembali mens.
Makanya karena sering dilanda cemas setelah ngentot, untuk berjaga agar ia tidak hamil dan masih bisa ngentot dengan menumpahkan sperma di dalam memeknya, Tante Cici pun sering pergi ke bidan dan memilih menggunakan pil kb.
Ketika asik ngobrol dengan Tante Cici, aku sedikit terperanjat ketika melihat jam dinding menunjukkan pukul 4 sore. Sebab, orang tuaku pasti sudah pada pulang bekerja. Aku berdoa dalah hati mudah-mudahan aksiku dengan Tante Cici tidak diketahui oleh orang tuaku
.


Selasa, 05 Juli 2016

[Khilafan Tante Anni] "Mama Temanku"








Waktu itu aku masih kelas 3 SMU. Hari itu aku ada janji dengan Agus, sahabatku di sekolah. Rencananya dia mau mengajakku jalan-jalan ke Mall A?a,?EsXA?a,?a”? sekedar menghilangkan kepenatan setelah seminggu penuh digojlok latihan sepak bola habis-habisan. Sejam lebih aku menunggu di warung depan gang rumah pamanku (aku tinggal numpang di rumah paman, karena aku sekolah di kota yang jauh dari tempat tinggal orangtuaku yang di desa). Jalan ke Mall A?a,?EsXA?a,?a”? dari rumah Agus melewati tempat tinggal pamanku itu, jadi janjinya aku disuruh menunggu di warung pinggir jalan seperti biasa. Aku mulai gelisah, karena biasanya Agus selalu tepat janji. Akhirnya aku menuju ke telepon umum yang ada di dekat situ, pengin nelpon ke rumah Agus, memastikan dia sudah berangkat atau belum (waktu itu HP belum musim bro, paling juga pager yang sudah ada, tapi itupun kami tidak punya).

“Sialan.. telkom ini, barang rongsokan di pasang di sini!,” gerutuku karena telpon koin yang kumasukkan keluar terus dan keluar terus. Setelah uring-uringan sebentar, akhirnya kuputuskan untuk ke rumah Agus. Keputusan ini sebenarnya agak konyol, karena itu berarti aku berbalik arah dan menjauh dari Mall A?a,?EsXA?a,?a”? tujuan kami, belum lagi kemungkinan bersimpang jalan dengan Agus. Tapi, kegelisahanku mengalahkan pertimbangan itu. Akhirnya, setelah titip pesan pada penjual di warung kalau-kalau Agus datang, aku langsung menyetop angkot dan menuju ke rumah Agus.

Sesampai di rumah Agus, kulihat suasananya sepi. Padahal sore-sore begitu biasanya anggota keluarga Agus (Papa, Mama dan adik-adik Agus, serta kadang pembantunya) pada ngobrol di teras rumah atau main badminton di gang depan rumah. Setelah celingak-celinguk beberapa saat, kulihat pembantu di rumah Agus keluar dari pintu samping.

“Bi.. Bibi.. kok sepi.. pada kemana yah?” tanyaku. Aku terbilang sering main ke rumah Agus, begitu juga sebaliknya Agus sering main ke rumah pamanku, tempatku tinggal. Jadi aku sudah kenal baik dengan semua penghuni rumah Agus, termasuk pembantu dan sopir papanya.
“Eh, mas Didik.. pada pergi mas, pada ikut ndoro kakung (juragan laki-laki). Yang ada di rumah cuman ndoro putri (juragan wanita),” jawabnya dengan ramah.
“Oh.. jadi Agus ikut pergi juga ya Bi. Ya sudah kalau begitu, lain waktu saja saya ke sini lagi,” jawabku sambil mau pergi.

“Lho, nggak mampir dulu mas Didik. Mbok ya minum-minum dulu, biar capeknya hilang.”
“Makasih Bi, sudah sore ini,” jawabku.
Baru aku mau beranjak pulang, pintu depan tiba-tiba terbuka. Ternyata Tante Ani, mama Agus yang membuka pintu.
“Bibi ini gimana sih, ada tamu kok nggak disuruh masuk?”, katanya sambil sedikit mendelik pada si pembantu.
“Udah ndoro, sudah saya suruh duduk dulu, tapi mas Didik nggak mau,” jawabnya.
“Eh, nak Didik. Kenapa di luaran aja. Ayo masuk dulu,” kata Tante Ani lagi.
“Makasih tante. Lain waktu aja saya main lagi tante,” jawabku.
“Ah, kamu ini kayak sama orang lain saja. Ayo masuk sebentar lah, udah datang jauh-jauh kok ya balik lagi. Ayo masuk, biar dibikin minum sama bibi dulu,” kata Tante Ani lagi sambil melambai ke arahku.

Aku tidak bisa lagi menolak, takut membuat Tante Ani tersinggung. Kemudian aku melangkah masuk dan duduk di teras, sementara Tante Ani masih berdiri di depan pintu.

“Nak Didik, duduk di dalem saja. Tante lagi kurang enak badan, tante nanti nggak bisa nemenin kamu kalau duduk di luar.”
“Ya tante,” jawabku sambil masuk ke rumah dengan perasaan setengah sungkan.
“Agus ikut Om pergi kemana sih tante?” tanyaku basa-basi setelah duduk di sofa di ruang tamu.
“Pada ke *kota X*, ke rumah kakek. Mendadak sih tadi pagi. Soalnya om-mu itu kan jarang sekali libur. Sekali boleh cuti, langsung mau nengok kakek.”
“Ehm.. tante nggak ikut?”
“Besuk pagi rencananya tante nyusul. Soalnya hari ini tadi tante nggak bisa ninggalin kantor, masih ada yang mesti diselesaiin,” jawab Tante Ani. “Emangnya Agus nggak ngasih tahu kamu kalau dia pergi?”
“Nggak tante,” jawabku sambil sedikit terheran-heran. Tidak biasanya Tante Ani menyebutku dengan “kamu”. Biasanya dia menyebutku dengan “nak Didik”.
“Kok bengong!” Tanya Tante Ani membuatku kaget.
“Eh.. anu.. eh..,” aku tergugup-gugup.
“Ona-anu, ona-anu. Emang anunya siapa?” Tante Ani meledek kegugupanku yang membuatku makin jengah. Untung Bibi segera datang membawa secangkir teh hangat, sehingga rasa jengahku tidak berkepanjangan.

“Mas Didik, silakan tehnya dicicipin, keburu dingin nggak enak,” kata bibi sambil menghidangkan teh di depanku.
“Makasih Bi,” jawabku pelan.
“Itu tehnya diminum ya, tante mau mandi dulu.. bau,” kata Tante Ani sambil tersenyum. Setelah itu Tante Ani dan pembantunya masuk ke ruang tengah. Sementara aku mulai membaca-baca koran yang ada di meja untuk.

Hampir setengah jam aku sendirian membaca koran di ruang tamu, sampai akhirnya Tante Ani nampak keluar dari ruang tengah. Dia memakai T-shirt warna hitam dipadu dengan Rok ketat di bawah lutut. Harus kuakui, meskipun umurnya sudah 40-an namun badannya masih bagus. Kulitnya putih bersih, dan wajahnya meskipun sudah mulai ada kerut di sana-sini, tapi masih jelas menampakkan sisa-sisa kecantikannya.

“Eh, ngapain kamu ngliatin tante kayak gitu. Heran ya liat nenek-nenek.”
“Mati aku!” kataku dalam hati. Ternyata Tante Ani tahu sedang aku perhatikan. Aku hanya bisa menunduk malu, mungkin wajahku saat itu sudah seperti udang rebus.
https://lh3.googleusercontent.com/-LAd7xuuZlv4/V3wAt3B024I/AAAAAAAABFA/PLMB8jaukBA/s640/blogger-image--289062823.jpg

“Heh, malah bengong lagi,” katanya lagi. Kali ini aku sempat melihat Tante Ani tersenyum yang membuatku sedikit lega tahu kalau dia tidak marah.
“Maaf tante, nggak sengaja,” jawabku sekenanya.
“Mana ada nggak sengaja. Kalau sebentar itu nggak sengaja, lha ini lama gitu ngeliatnya,” kata Tante Ani lagi. Meskipun masih merasa malu, namun aku agak tenang karena kata-kata Tante Ani sama sekali tidak menunjukkan sedang marah.
“Kata Agus, kamu mau pertandingan sepakbola di sekolah ya?” Tanya Tante Ani.
“Eh, iya tante. Pertandingan antar SMU se-kota. Tapi masih dua minggu lagi kok tante, sekarang-sekarang ini baru tahap penggojlokan,” Aku sudah mulai tenang kembali.
“Pelajaran kamu terganggu nggak?”

“Ya sebenarnya lumayan menggangu tante, habisnya latihannya belakangan ini berat banget, soalnya sekolah sengaja mendatangkan pelatih sepakbola beneran. Tapi, sekolah juga ngasih dispensasi kok tante. Jadi kalau capeknya nggak ketulungan, kami dikasih kesempatan untuk nggak ikut pelajaran. Kalau nggak begitu, nggak tahu lah tante. Soalnya kalau badan udah pegel-pegel, ikut pelajaranpun nggak konsen.”

“Kalau pegel-pegel kan tinggal dipijit saja,” kata Tante Ani.
“Masalahnya siapa yang mau mijit tante?”
“Tante mau kok,” jawab Tante Ani tiba-tiba.
“Ah, tante ini becanda aja,” kataku.
“Eh, ini beneran. Tante mau mijitin kalau memang kamu pegel-pegel. Kalau nggak percaya, sini tante pijit,” katanya lagi.
“Enggak ah tante. Ya, saya nggak berani tante. Nggak sopan,” jawabku sambil menunduk setelah melihat Tante Ani nampak sungguh-sungguh dengan kata-katanya.
“Lho, kan tante sendiri yang nawarin, jadi nggak ada lagi kata nggak sopan. Ayo sini tante pijit,” katanya sambil memberi isyarat agar aku duduk di sofa di sebelahnya. Penyakit gugupku kambuh lagi. Aku hanya diam menunduk sambil mempermainkan jari-jariku.

“Ya udah, kalau kamu sungkan biar tante ke situ,” katanya sambil berjalan ke arahku. Sebentar kemudian sambil berdiri di samping sofa, Tante Ani memijat kedua belah pundakku. Aku hanya terdiam, tidak tahu persis seperti apa perasaanku saat itu.
https://lh3.googleusercontent.com/-z_uTK7kyqRo/V3wAv6MsFNI/AAAAAAAABFI/e4qPXubS_PE/s640/blogger-image--601612411.jpg

Setelah beberapa menit, Tante Ani menghentikan pijitannya. Kemudian dia masuk ke ruang tengah sambil memberi isyarat padaku agar menunggu. Aku tidak tahu persis apa yang dilakukan Tante Ani setelah itu. Yang aku tahu, aku sempat melihat bibi pembantu keluar rumah melalui pintu samping, yang tidak lama kemudian disusul Tante Ani yang keluar lagi dari ruang tengah.

“Bibi tante suruh beli kue. Kue di rumah sudah habis,” katanya seolah menjawab pertanyaan yang tidak sempat kuucapkan. “Ayo sini tante lanjutin mijitnya. Pindah ke sini aja biar lebih enak,” kali itu aku hanya menurut saja pindah ke sofa panjang seperti yang disuruh Tante Ani. Kemudian aku disuruh duduk menyamping dan Tante Ani duduk di belakangku sambil mulai memijit lagi.

“Gimana, enak nggak dipijit tante?” Tanya Tante Ani sambil tangannya terus memijitku. Aku hanya mengangguk pelan.

“Biar lebih enak, kaosnya dibuka aja,” kata Tante Ani kemudian. Aku diam saja. Bagaimana mungkin aku berani membuka kaosku, apalagi perasaanku saat itu sudah tidak karuan.
https://lh3.googleusercontent.com/-CQ_Oh7oRaQQ/V3wAltbdDaI/AAAAAAAABEc/FRRnkXUBGns/s640/blogger-image-170968302.jpg

“Ya sudah. Kalau gitu, biar tante bantu bukain,” katanya sambil menaikkan bagian bawah kaosku. Seperti kena sihir aku menurut saja dan mengangkat kedua tanganku saat Tante Ani membuka kaosku.

Setelah itu Tante Ani kembali memijitku. Sekarang tidak lagi hanya pundakku, tapi mulai memijit punggung dan kadang pinggangku. Perasaanku kembali tidak karuan, bukan hanya pijitannya kini, tapi sepasang benda empuk sering menyentuh bahkan kadang menekan punggungku. Meski seumur-umur aku belum pernah menyentuh payudara, tapi aku bisa tahu bahwa benda empuk yang menekan punggungku itu adalah sepasang payudara Tante Ani.

Beberapa lama aku berada dalam situasi antara merasa nyaman, malu dan gugup sekaligus, sampai akhirnya aku merasakan ada benda halus menelusup bagian depan celanaku. Aku terbelalak begitu mengetahui yang menelusup itu adalah tangan Tante Ani.

“Tante.. ” kataku lirih tanpa aku sendiri tahu maksud kataku itu. Tante Ani seperti tidak mempedulikanku, dia malah sudah bergeser ke sampingku dan mulai membuka kancing serta retsluiting celanaku. Sementara itu aku hanya terdiam tanpa tahu harus berbuat apa. Sampai akhirnya aku mulai bisa melihat dan merasakan Tante Ani mengelus penisku dari luar CD-ku.
https://lh3.googleusercontent.com/-YMh8CIPaYY0/V3wApaVfUHI/AAAAAAAABE0/AnoTk7M1vpI/s640/blogger-image-34645449.jpg

Aku merasakan sensasi yang luar biasa. Sesuatu yang baru pertama kali itu aku rasakan. Belum lagi aku sadar sepenuhnya apa yang terjadi, aku mendapati penisku sudah menyembul keluar dan Tante Ani sudah menggenggamnya sambil sesekali membelai-belainya. Setelah itu aku lebih sering memejamkan mata sambil sekali-kali melirik ke arah penisku yang sudah jadi mainan Tante Ani.

Tak berapa lama kemudian aku merasakan kenikmatan yang jauh lebih mencengangkan. Kepala penisku seperti masuk ke satu lubang yang hangat. Ketika aku melirik lagi, kudapati kepala penisku sudah masuk ke mulut Tante Ani, sementara tangannya naik turun mengocok batang penisku. Aku hanya bisa terpejam sambil mendesis-desis keenakan. Beberapa menit kemudian aku merasakan seluruh tubuhku mulai mengejang. Aku merasakan Tante Ani melepaskan penisku dari mulutnya, tapi mempercepat kocokan pada batang penisku.
https://lh3.googleusercontent.com/-FRjwRlIUxIo/V3wAwfUyT-I/AAAAAAAABFM/FPSv9Odq52o/s640/blogger-image-1208518272.jpg

“Sssshhhh.. creettt… creett… ” 
https://lh3.googleusercontent.com/-UYIEPiVP3l0/V3wA2XAw-NI/AAAAAAAABFs/qsiynUefcgA/s640/blogger-image-2077193419.jpg

Sambil mendesis menikmati sensasi rasa yang luar biasa aku merasakan cairan hangat menyemprot sampai ke dadaku, cairan air mani ku sendiri.
https://lh3.googleusercontent.com/-KTGUyEzLDYY/V3wAmol4-sI/AAAAAAAABEk/2SgEzbu0MCU/s640/blogger-image-1416061845.jpg

“Ah, dasar anak muda, baru segitu aja udah keluar,” Tante Ani berbisik di dekat telingaku. Aku hanya menatap kosong ke wajah Tante Ani, yang aku tahu tangannya tidak berhenti mengelus-elus penisku. “Tapi ini juga kelebihan anak muda. Udah keluarpun, masih kenceng begini,” bisik Tante Ani lagi.

Setelah itu aku lihat Tante Ani melepas T-Shirtnya, kemudian berturut-turut, BH, celana dan CD-nya. Aku terus terbelalak melihat pemandangan seperti itu. 
https://lh3.googleusercontent.com/-ptIuYA1gghA/V3wA23h4ynI/AAAAAAAABFw/S-kqg4qPjsk/s640/blogger-image-1242705318.jpg

Dan Tante Ani seperti tidak peduli kemudian meluruskan posisi ku, kemudian dia mengangkang duduk di atasku. Selanjutnya aku merasakan penisku digenggam lagi, kali ini di arahkan ke selangkangan Tante Ani.

“Sleppp…. Aaaaahhhhh… ” suara penisku menembus vagina Tante Ani diiringi desahan panjangnya. Kemudian Tante Ani bergerak turun naik dengan cepat sambil mendesah-desah. Mulutnya terkadang menciumi dada, leher dan bibirku.
https://lh3.googleusercontent.com/-ZoCU2SKrFC4/V3wAkRGGNiI/AAAAAAAABEU/LRILF283ISY/s640/blogger-image-187589355.jpg

Ada beberapa menit Tante Ani bergerak naik turun, sampai akhirnya dia mempercepat gerakannya dan mulai menjerit-jerit kecil dengan liarnya. Akupun kembali merasakan kenikmatan yang luar biasa. Tak lama kemudian…

“Aaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhh…….. ,” Tante Ani melenguh panjang, bersamaan dengan teriakanku yang kembali merasakan puncak yang kedua kali. Setelah itu Tante Ani terkulai, merebahkan kepalanya di dadaku sambil memeluk pundakku.
“Terima kasih Dik…,” bisiknya lirih diteruskan kecupan ke bibirku.

Sejak kejadian itu, aku mengalami syok. Rasa takut dan bersalah mulai menghantui aku. Sulit membayangkan seandainya Agus mengetahui kejadian itu. Perubahan besar mulai terjadi pada diriku, aku mulai sering menyendiri dan melamun.

Namun selain rasa takut dan bersalah, ada perasaan lain yang menghinggapi aku. Aku sering terbayang-bayang Tante Ani dia telanjang bulat di depanku, 
https://lh3.googleusercontent.com/-wsabcQx0E_A/V3wAoOnqPGI/AAAAAAAABEs/aA9Ozfm1uBg/s640/blogger-image--247554997.jpg

terutama waktu malam hari, sehingga aku tiap malam susah tidur. Selain seperti ada dorongan keinginan untuk mengulangi lagi apa yang telah Tante Ani lakukan padaku.

Perubahan pada diriku ternyata dirasakan juga oleh paman dan bibiku dan juga teman-temanku, termasuk Agus. Tentu saja aku tidak menceritakan kejadian yang sebenarnya. Situasi seperti itu berlangsung sampai seminggu lebih yang membuat kesehatanku mulai drop akibat tiap malam susah tidur, dan paginya tetap kupaksakan masuk sekolah. Akibat dari itu pula, akhirnya aku memilih mundur dari tim sepakbola sekolahku, karena kondisiku tidak memungkinkan lagi untuk mengikuti latihan-latihan berat.

Kira-kira seminggu setelah kejadian itu, aku berjalan sendirian di trotoar sepulang sekolah. Aku menuju halte yang jaraknya sekitar 300 meter dari sekolahku. Sebenarnya persis di depan sekolahku juga ada halte untuk bus kota, namun aku memilih halte yang lebih sepi agar tidak perlu menunggu bus bareng teman-teman sekolahku.

Saat asyik berjalan sambil menunduk, aku dikejutkan mobil yang tiba-tiba merapat dan berhenti agak di depanku. Lebih terkejut lagi saat tahu itu mobil itu mobil papanya Agus. Setelah memperhatikan isi dalam mobil, jantungku berdesir. Tante Ani yang mengendari mobil itu, dan sendirian.

“Dik, cepetan masuk, ntar keburu ketahuan yang lain,” panggil Tante Ani sambil membuka pintu depan sebelah kiri. Sementara aku hanya berdiri tanpa bereaksi apa-apa.
“Cepetan sini!” kali ini suara Tante Ani lebih keras dan wajahnya menyiratkan kecemasan.
“I.. Iya.. tante,” akhirnya aku menuruti panggilan Tante Ani, dan bergegas masuk mobil.
“Nah, gitu. Keburu ketahuan temen-temenmu, repot.” kata Tante Ani sambil langsung menjalankan mobilnya.

Di dalam mobil aku hanya diam saja, meskipun aku bisa sedikit melihat Tante Ani beberapa kali menengok padaku.
“Tumben kamu nggak bareng Agus,” Tanya Tante Ani tiba-tiba.
“Enn.. Enggak tante. Saya lagi pengin sendirian saja. Tante nggak sekalian jemput Agus?” aku sudah mulai menguasai diriku.
“Kan, emang Agus nggak pernah dijemput,” jawab Tante Ani.
“Eh, iya ya,” jawabku seperti orang bloon.

Setelah itu kami lebih banyak diam. Tante Ani mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Setelah sampai di sebuah komplek pertokoan Tante Ani melambatkan mobilnya sambil melihat-lihat mungkin mencari tempat parkir yang kosong. Setelah memarkirkan mobilnya, yang sepertinya mencari tempat yang agak jauh dari pusat pertokoan, Tante Ani mengajak aku turun.

Setelah turun, Tante Ani langsung menyetop taksi yang kebetulan sedang melintas. Terlihat dia bercakap-cakap dengan sopir taksi sebentar, kemudian langsung memanggilku supaya ikut naik taksi. Setelah masuk taksi, Tante Ani memberi isyarat padaku yang terbengong-bengong supaya diam, kemudian dia menyandarkan kepalanya pada jok taksi dan memejamkan matanya, entah kecapaian atau apa. Kira-kira 20 menit kemudian taksi memasuki pelataran sebuah hotel di pinggiran kota.

“Dik, kamu masuk duluan, kamu langsung aja. Ada kamar nganggur yang habis dipakai tamu kantor tante. Nanti tante nyusul,” kata Tante Ani memberikan kunci kamar hotel sambil setengah mendorongku agar keluar.

Kemudian aku masuk ke hotel, aku memilih langsung mencari petunjuk yang ada di hotel itu daripada tanya ke resepsionis. Dan memang tidak sulit untuk mencari kamar dengan nomor seperti yang tertera di kunci. Singkat cerita aku sudah masuk ke kamar, namun hanya duduk-duduk saja di situ.

Kira-kira 15 menit kemudian terdengar ketukan di pintu kamar, ternyata Tante Ani. Dia langsung masuk dan duduk di pinggir ranjang.

“Agus bilang kamu keluar dari tim sepakbola ya?!” tanyanya tanpa ba-bi-bu dengan nada agak tinggi.
“I.. iya tante,” jawabku pelan.
“Kamu juga nggak pernah lagi kumpul sama temen-temen kamu, nggak pernah main lagi sama Agus,” Tante Ani menyemprotku yang hanya bisa diam tertunduk.
“Kamu tahu, itu bahaya. Orang-orang dan keluargaku bisa tahu apa yang sudah terjadi.. ,” kata-kata Tante Ani terputus dan terdengar mulai sedikit sesenggukan.
“Tapi.. saya nggak pernah ngasih tahu siapa-siapa,” kataku.
https://lh3.googleusercontent.com/-G1lxCLM4YqQ/V3wAnvcMgXI/AAAAAAAABEo/kRGJyNK3y24/s640/blogger-image--1976986722.jpg

“Memang kamu belum ngasih tahu, tapi kalau ditanyain terus-terusan bisa-bisa kamu cerita juga,” katanya lagi sambil sesenggukan. “Apa yang terjadi dengan keluarga tante jika semuanya tahu!”
“Tante memang salah, tante yang membuat kamu jadi begitu,” kata Tante Ani, kali ini agak lirih sambil menahan tangisnya. “Tapi kalau kamu merasakan seperti yang tante rasakan..” terputus lagi.
“Merasakan apa tante?”

Akhirnya Tante Ani cerita panjang lebar tentang rumah tangganya. Tentang suaminya yang sibuk mengejar karir, sehingga hampir tiap hari pulang malam, dan jarang libur. Tentang kehidupan seksualnya sebagai akibat dari kesibukan suaminya, serta beratnya menahan hasrat biologisnya akibat dari semua itu.

“Kalau kamu mau marah, marahlah. Entah kenapa, tante nggak sanggup lagi menahan dorongan birahi waktu kamu ke rumah minggu kemarin. Terserah kamu mau menganggap tante kayak apa, yang penting kamu sudah tahu masalah tante. Sekarang kalau mau pulang, pulanglah, tante yang ngongkosin taksinya,” kata Tante Ani lirih sambil membuka tasnya, mungkin mau mengeluarkan dompet.

“Nggak.. nggak usah tante.. ” aku mencegah. “Saya belum mau pulang, saya nggak mau membiarkan tante dalam kesedihan.” Entah pengaruh apa yang bisa membuatku seketika bisa bersikap gagah seperti itu. Aku hampiri Tante Ani, aku elus-elus kepalanya. Hilang sudah perasaan sungkanku padanya. Tante Ani kemudian memeluk pinggangku dan membenamkan kepalanya dalam pelukanku.
Setelah beberapa lama, aku duduk di samping Tante Ani. Kuusap-usap dan sibakkan rambutnya. Kusap pipinya dari airmata yang masih mengalir. Pelahan kucium keningnya. Kemudian, entah siapa yang mulai tiba-tiba bibir kami sudah saling bertemu. Ternyata, kalau tidak sedang merasa sungkan atau takut, aku cukup lancar juga mengikuti naluri kelelakianku.

Cukup lama kami berciuman bibir, dan makin lama makin liar. Aku mulai mengusap punggung Tante Ani yang masih memakai baju lengkap, dan kadang turun untuk meremas pantatnya. Tante Ani pun melakukan hal yang sama padaku.

Tante Ani sepertinya kurang puas bercumbu dengan pakaian lengkap. Tangannya mulai membuka kancing baju seragam SMU-ku, kemudian dilepasnya berikut kaos dalam ku. Kemudian dia melepaskan pelukanku dan berdiri. Pelan-pelan dia membuka pakain luarnya, sampai hanya memakai CD dan BH. Meskipun aku sudah melihat Tante Ani telanjang, tapi pemandangan yang sekarang ada di depanku jauh membuat nafsuku bergejolak, meskipun masih tertutup CD dan BH. Aku langsung berdiri, kupeluk dan kudorong ke arah dinding, sampai kepala Tante Ani membentur dinding, meski tidak begitu keras.

“Ah, pelan-pelan doonnng,” kata Tante Ani manja diiringi desahannya desahannya.
Aku semakin liar saja. Kupagut lagi bibir Tante Ani, sambil tanganku meremas-remas buah dadanya yang masih memakai BH. Tante Ani tidak mau kalah, bahkan tangannya sudah mulai melepaskan melorotkan celana luar dan dalamku. Kemudian, diteruskannya dengan menginjaknya agar bisa melorot sempurna. Aku bantu upaya Tante Ani itu dengan mengangkat kakiku bergantian, sehingga akhirnya aku sudah telanjang bulat.

Setelah itu Tante Ani membantuku membuka pengait BH-nya yang ada di belakang. Rupanya dia tahu aku kesulitan untuk membuka BH-nya. Sekarang aku leluasa meremas-remas kedua buah dada Tante Ani yang cukup besar itu, sedang Tante Ani mulai mengelus dan kadang mengocok penisku yang sudah sangat tegang.

Kemudian tante setengah menjambak Tante Ani mendorong kepalaku di arahkan ke buah dadanya yang sebelah kiri. Kini puting susu itu sudah ada di dalam mulutku, kuisap-isap dan jilati mengikuti naluriku.

“Aaaaahh….. oooouhghhh… ” desahan Tante Ani makin keras sambil tangannya tak berhenti mempermainkan penisku.

Beberapa kali aku isap puting susu Tante Ani bergantian, mengikuti sebelah mana yang dia maui. Setelah puas buah dadanya aku mainkan, Tante Ani mendorong tubuhku pelan ke belakang. Kemudian dia berputar, berjalan mundur sambil menarikku ke arah ranjang. Sampai di pinggir ranjang, Tante Ani sengaja menjatuhkan dirinya sehingga sekarang dia telentang dengan aku menindih di atasnya, sementara kakinya dan kakiku masih menginjak lantai. Setelah itu, dia berusaha melorotkan CD-nya, yang kemudian aku bantu sehinggap Tante Ani kini untuk kedua kalinya telanjang bulat di depanku.

Usai melepas CD-nya aku masih berdiri memelototi pemandangan di depanku. Tante Ani yang telentang dengan nafas memburu dan mata agak saya menatapku. Gundukan di selangkangannya yang ditumbuhi bulu tidak begitu lebat nampak benar menantang, seperti menyembul didukung oleh kakinya yang masih menjuntai ke lantai. Bibir vaginanya nampak mengkilap terkena cairan dari dalamnya. (Waktu itu aku belum bisa menilai dan membanding-bandingkan buah dada, mana yang kencang, bagus dan sebagainya. Paling hanya besar-kecilnya saja yang bisa aku perhatikan).

“Sini sayaangg.. ,” panggil Tante Ani yang melihat aku berdiri memandangi tiap jengkal tubuhnya. Aku menghampirinya, menindih dan mencoba memasukkan penisku ke lubang vaginanya. Tapi, Tante Ani menahanku. Nampak dia menggeleng sambil memandangku. Kemudian tiba-tiba kepalaku didorong kebawah. Terus didorong cukup kuat sampai mulutku persis berada di depan lubang vaginanya. Setelah itu Tante Ani berusaha agar mulutku menempel ke vaginanya. Awalnya aku ikuti, tapi setelah mencium bau yang aneh dan sangat asing bagiku, aku agak melawan.

Mengetahui aku tidak mau mengikuti kemauannya, dia bangun. Ditariknya kedua tanganku agar aku naik ke ranjang, ditelentangkannya tubuhku. Sempat aku melihat bibirnya tersenyum, sebelum di mengangkang tepat di atas mulutku.

“Bleepp… ” aku agak gelagapan saat vagina Tante Ani ditempel dan ditekankan di mulutku. Tante Ani memberi isyarat agar aku tidak melawan, kemudian pelan-pelan vaginanya digesek-gesekkan ke mulutku, sambil mulutnya mendesis-desis tidak karuan. Aku yang awalnya rada-rada jijik dengan cairan dari vagina Tante Ani, sudah mulai familiar dan bisa menikmatinya. Bahkan, secara naluriah, kemudian ku keluarkan lidahku sehingga masuk ke lubang vagina Tante Ani.

“Oooohhh… sssshhh… pinter kamu sayang… oh… ” gerakan Tante Ani makin cepat sambil meracau. Tiba-tiba, dia memutar badannya. Kagetku hanya sejenak, berganti kenikmatan yang luar biasa setelah penisku masuk ke mulut Tante Ani. Aku merasakan kepala penisku dikulum dan dijilatinya, sambil tangannya mengocok batang penisku. Sementara itu, vaginanya masih menempel dimulutku, meskipun gesekannya sudah mulai berkurang. Sambil menikmati aku mengelus kedua pantat Tante Ani yang persis berada di depan mataku.

Setelah puas dengan permainan seperti itu, Tante Ani mulai berputar dan bergeser. Masih mengangkang, tapi tidak lagi di atas mulutku, kali ini tepat di atas ujung penisku yang tegak.

“Sleep.. blesss… ooooooooooooohhhhhh,” penisku menancap sempurna di dalam vagina Tante Ani diikuti desahan panjangnya, yang malah lebih mirip dengan lolongan.

Tante Ani bergerak naik turun sambil mulutnya meracau tidak karuan. Tidak seperti yang pertama waktu di rumah Tante Ani, kali ini aku tidak pasif. 

Aku meremas kedua buah dada Tante Ani yang semakin menambah tidak karuan racauannya. Rupanya, aksi Tante Ani itu tidak lama, karena kulihat tubuhnya mulai mengejang. Setengah menyentak dia luruskan kakinya dan menjatuhkan badannya ke badanku.

“Ooooooooohhh…. Aaaaaaaaahhh….. ” Tante Ani ambruk, terkulai lemas setelah mencapai puncak.
Beberapa saat dia menikmati kepuasannya sambil terkulai di atasku, sampai kemudian dia berguling ke samping tanpa melepas vaginanya dari penisku, dan menarik tubuhku agar gantian menindihnya.
Sekaraang gantian aku mendorong keluar-masuk penisku dari posisi atas. Tante Ani terus membelai rambut dan wajahku, tanpa berhenti tersenyum. Beberapa waktu kemudian aku mempercepat sodokanku, karena terasa ada bendungan yang mau pecah.

“Tanteeeeee……. Oooooohhh……. ” gantian aku yang melenguk panjang sambil membenamkan penisku dalam-dalam. Tante Ani menarik tubuhku menempel ketat ke dadanya, saat aku mencapai puncak.

Setelah sama-sama mencapai puncak kenikmatan, aku dan Tante Ani terus ngobrol sambil tetap berpelukan yang diselingi dengan ciuman. Waktu ngobrol itu pula Tante Ani banyak memberi tahu tentang seks, terutama bagian-bagian sensitif wanita serta bagaimana meng-eksplor bagian-bagian sensitif itu.

Setelah jam 4 sore, Tante Ani mengajak pulang. Aku sebenarnya belum mau pulang, aku mau bersetubuh sekali lagi. Tapi Tante Ani berkeras menolak.
“Tante janji, kamu masih terus bisa menikmati tubuh tante ini. Tapi ingat, kamu harus kembali bersikap seperti biasa, terutama pada Agus. Dan kamu harus kembali ke tim sepakbola. Janji?”
“He-em,” aku menganggukkan kepala.
“Ingat, kalau kamu tepat janji, tante juga tepat janji. Tapi kalau kamu ingkar janji, lupakan semuanya. Oke?” Aku sekali mengangguk.

Sebelum aku dan Tante Ani memakai pakaian masing-masing, aku sempatkan mencium bibir Tante Ani dan tak lupa bibir bawahnya. Setelah selesai berpakaian, Tante Ani memberiku ongkos taksi dan menyuruhku pulang duluan.

Sejak itu perasaanku mulai ringan kembali, dan aku sudah normal kembali. Aku juga bergabung kembali ke tim sepakbola sekolahku, yang untungnya masih diterima. Dari sepakbola itulah yang kemudian memuluskan langkahku mencari kerja kelak. Dan Tante Ani menepati janjinya. Dia benar-benar telah menjadi pasangan kencanku, dan guru sex-ku sekaligus. Paling sedikit seminggu sekali kami melakukannya berpindah-pindah tempat, dari hotel satu ke hotel yang lain, bahkan kadang-kadang keluar kota. Tentu saja kami melakukannya memakai strategi yang matang dan hati-hati, agar tidak diketahui orang lain, terutama keluarga Tante Ani.