Diana, sebuah nama yang dipilih oleh orang tuanya dulu. Kini, ia menamani anaknya Dana, selain karenabunyinya hampir mirip, juga karena Diana berharap anaknya tidak akan kekurangan dana selama hidupnya.Namun ternyata, nasib berbicara lain. Kini, setelah beranjak gede, Dana ternyata sangat santai dalammenghadapi hidup ini. Alih – alih memikirkan universitas mana yang akan ditempuh, Dana malah telahmemutuskan untuk bekerja sehabis lulus SMA. Tiap hari kerjanya hanya main gim saja. Entah apa yang salah,batin Diana.Beberapa kali Diana memergoki anaknya yang sedang mengintip saat ia mandi. Bahkan terkadang, Danamengintip roknya saat akan dan atau beranjak dari duduk. Sikap anaknya memang tak menyenangkan, namunkali ini Diana lebih mementingkan jalan hidup anaknya. Apalagi kalau melihat rapotnya, jarang ada nilailebih dari 80.Seharian Diana mencoba berpikir apa yang mesti dilakukan untuk mengubah nilai dan pandangan hidupanaknya. Bagaimana caranya untuk memotivasi anaknya yang kurang termotivasi? Ingin rasanya Dianamengundang motivator terkenal, namun apa daya tiada rupiah.Malam hari, Diana makan seperti biasa bersama anaknya. Selesai makan, saat Dana akan kembali ke kamarnya,Diana menghentikan.“Duduk dulu sini, ada yang mau mama bicarain.”“Lah, Dana udah tau mama mau bicarain apa. Pasti itu lagi – itu lagi.”“Iya, mama ngerti. Tapi mama inginnya meski kamu tak niat kuliah, nilaimu harus bagus semua. Apalagimama ingin sehabis sekolah kamu tuh kuliah.”“Tapi mah, Dana udah seneng kok hidup kayak gini. Apa lagi yang kurang?”“Pasti ada yang kurang. Masa kamu puas hanya dengan seperti ini sih?”“Kagak ada yang kurang mah. Kecuali…”“Kecuali apa?”“Kecuali cewek telanjang. Hehehe…”“Hehe… Dasar kamu itu. Pantesan kamu doyan bener intipin mama mandi.”Dana yang lagi tersenyum mendadak diam. Terkejut.“Kamu kira mama gak menyadari kelakuanmu apa?”“Iya mah, maaf. Abis Dana penasaran sih.”“Iya mama ngerti. Seusia kamu memang penasaran sama segala hal. Malahan bagus kok, daripada matipenasaran.”“Makasih mah.”“Tapi mama ingin agar kamu tingkatin nilai kamu. Terus kuliah. Biar nanti bisa lebih daripada mama.Lebih sukses dan lebih kaya.”“Gak perlu mah. Gini juga udah bahagia kok.”“Meski tanpa gadis telanjang,” kata Diana sambil nyengir.“Ya udah, kalau kamu mau ke kamar. Mama mau beresin dulu.”“Iya mah.”Diana pun membersihkan sisa makanan dan mencuci piring. Telah delapan tahun Diana sendirian mengurusanaknya. Delapan tahun lalu David, ayahnya Dana, meninggal. Selama ini Diana berjuang mencari nafkah jugamembesarkan. Tatapan mata anaknya saat mengintip membuat Diana kembali merasa ingin menjadi wanitaseutuhnya, yang diinginkan oleh pria, dijamah oleh laki – laki, dicumbui lelaki.“Mama boleh masuk nak?” tanya Diana setelah mengetuk pintu kamar anaknya.Namun, tanpa menunggu jawaban, Diana langsung masuk dan mendapati anaknya sedang duduk di depan monitor.Diana lalu duduk di ranjang anaknya.“Ada apa mah?”“Nak, mama rasa keputusanmu untuk kerja sehabis sekolah bakal kamu sesali nanti,” kata Diana sambilmengusap kepala anaknya.“Kalau begitu adanya, biarlah nanti Dana sesali apa yang Dana putuskan hari ini.”“Mama ingin kamu kuliah. Namun meski begitu, mama takkan menghukum kamu dengan menjual komputermu danatau melarangmu melakukan ini – itu.“Jadi, daripada melarangmu, mama putuskan untuk memberimu hadiah jika dan hanya jika nilai rata – rataEBTANASmu lebih dari pada delapan puluh dan kamu lanjut kuliah.”“Tapi mah, Dana kan udah bilang Dana gak perlu apa – apa lagi.”Diana menghelan nafas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya.“JIka nanti pada saat EBTANAS nilaimu lebih dari delapan puluh dan kamu putuskan akan kuliah, mama akanhadiahi kamu wanita telanjang.”“Apa?”“Jika nilaimu bagus, mama tak akan lagi memakai pakaian di rumah hanya jika sedang berdua denganmu,alias tak ada tamu.”“Hehehe… Mama emang pinter bercanda,” tawa Dana.Wajah Diana yang terkesan dingin membuat Dana menghentikan tawanya.“Jika tubuh usia empat puluh empat tahun masih menarik bagimu, maka peganglah janji mama ini. Tapi jikanilai rata – ratamu kurang dari delapan puluh, maka saat itu juga perjanjian ini mama batalkan. Setuju?”“Mama gila,” kata Dana namun tangannya menyalami tangan mamanya tanda setuju.Detik – detik berganti dengan menit. Menit pun silih berganti. Hari – hari pun terus berganti. Dana kinimulai rajin belajar. Suatu hari tiba – tiba ada surat community college setempat yang mengabari bahwaDana diterima untuk meneruskan pendidikan di CC tersebut.“Kok di CC sih, kenapa gak di universitas negri aja?”“Biar hemat duit dong mah. Kan di perjanjiannya juga yang penting kuliah, gak mesti di sini atau disitu.”“Wow, Dana yang dulu kemana yah?”Mereka pun tertawa, namun Dana langsung belajar lagi. Diana semakin tegang menyadari nilai harian anaknyayang makin meningkat. Kadang Diana merasa malu sendiri mengingat janji kecilnya. Tapi di sisi lain Dianasenang akan perubahan positif anaknya. Tentu bukan berarti Diana akan bersenggama dengan anaknya. Namundi relung hatinya Diana tahu, bukan hormone anaknya saja yang sedang terpacu.Diana menikmati perasaan yang akan datang saat Diana telanjang di depan mata anaknya. Lama rasanya Dianatak merasakan perasaan tak nyaman di perutnya. Diana sungguh senang.Malamnya acara makan terasa sunyi, sesunyi nyanyian senyap. Di meja terletak dokumen. Dokumen yang takhentinya dilirik oleh Diana. Diana berdiri dan akan melangkah saat anaknya menghentikannya.“Mah, Dana tahu mama akan melaksanakan perjanjiannya, tapi Dana rasa tak perlu mah. Lagian mama lakuinitu untuk memotivasi Dana. Bagi Dana itu saja sudah cukup kok. Menjanjikan sesuatu yang akan memotivasiDana memang menakjubkan. Tapi Dana kini sudah di jalur yang benar.”Cerita Sex TerbaruSetelah itu Dana membersihkan meja makan lalu beranjak ke kamarnya meninggalkan Diana yang tersenyumsendiri sambil geleng – geleng. Perasaan tak nyaman di perut kembali datang.Sabtu itu Dana bangun agak siang. Setelah mandi, Dana pun ke dapur ingin makan. Dana tahu setiap sabtumama selalu belanja. Namun Dana melihat daster mama tergantung di pegangan pintu. Sambil melankah Danamenghanduki rambutnya. Namun saat di dapur Dana menjatuhkan handuknya.Diana menoleh dan tersenyum saat melihat Dana,“baru bangun nak? Mau goreng telor apa roti bakar?”Dana melongo melihat mamanya menawakan sarapan tanpa memakai pakaian. Matanya menjelajahi tubuh mamamulai dari payudaranya sampai jembut halus di selangkangan. Bahkan meski telah berkali – kali ngintip,namun tak sejelas sekarang.Merasa ditelanjangi mata anaknya membuat Diana tertawa lalu kembali masak.“Inilah tubuh empat puluh empat tahun yang mama janjikan,” kata Diana sambil menggoyangkan pantatnya.“Mama ngapain sih?”“Bikin sarapan, mau telur apa roti?”“Telur ajalah. Kenapa mama gak dibaju?”“Menurutmu kenapa? Mama bukan orang yang suka ingkar. Mama bangga sama kamu.” Diana melirik mendapatianaknya sedang menatap susu kirinya.“Duduk aja nunggu goreng telor nikmati pemandangan. Kamu berhak mendapatkannya.” Lalu Diana melanjutkanmemasak.Dana hanya mampu menuruti, duduk sambil menatapi tubuh mamanya. Puting mamanya terlihat seperti menunjuktegak. Bukan karena udara, namun karena sensasi yang dirasakannya.“Mama seksi sekali.”“Makasih nak.”Diana pun selesai memasak dan menaruh makanan di meja makan. Diana ikut duduk.“Baiklah, biar ini bisa berjalan lancar, kita perlu membuat aturan. Setiap pulang, mama akan ke kamarmama lalu langsung melepas pakaian. Kalau ada tamu, kamu mesti membuka pintu sementara mama berpakaian.”“Pasti seru liat mama lari – lari di rumah.”“Pasti itu. Serius, kini kamu bisa menatap sampai bosan, seperti yang mama janjikan. Tapi tidak bolehmenyentuh, apalagi menceritakan pada siapa pun. Jika nilaimu jatuh, drop out dan atau menyentuh, mamakembali berpakaian. Paham?”“Paham. Tapi mama gak berharap ikut – ikutan telanjang juga kan?“Tentu saja tidak. Aneh kau ini. Udah, nikmati saja keberuntunganmu.”Sarapan pagi itu berlangsung dalam diam. Setelah makan, Dana membereskan meja sambil melihat susu danselangkangan mama.Perut Diana kembali mengeluarkan sensasi saat tubuhnya ditatap oleh anaknya.Dana mencoba bertahan dari keinginan untuk menyentuh susu mama. Aturan main yang ditetapkan mamanyamembuatnya patuh.“Kayaknya mama adalah mama paling keren deh.”Diana menatap mata anaknya, “makasih, tapi mama yakin kamu pasti bilang gitu ke setiap wanita, apalagiyang telanjang di hadapanmu.”“Tentu saja Dana tak mungkin memanggil wanita lain ‘mama’ sambil berharap melihatnya telanjang.”Diana tertawa lalu reflek memeluk anaknya. Dana tentu menikmati sentuhan tubuh telanjang mamanya.“Selama kamu mematuhi aturan mainnya mama akan telanjang di hadapanmu. Sekarang, kamu mau mama ngapain?”Dana melirik saat akan melangkah, “gak tau mah, mungkin kita main wii bareng.”Diana kembali tertawa mendengar ajakan main gim dari anaknya.Diana memencet klakson saat melihat anaknya.“Hei, tumben kamu agak telat.”Dana melemparkan tas ke jok belakang lalu duduk di samping mamanya.“Hari ini mau ngapain nak?”“Paling ngerjain pr mah di rumah temen.”“Ntar mama sendirian dong.”Mobil pun memasuki garasi lalu mereka pun masuk ke rumah.“Mama lepas pakaian dulu, abis itu masak.”“Tunggu mah. Mama tau kan Dana terangsang berat?”Cerita Sex TerbaruDiana tertawa, “gimana tidak, matamu jelajatan terus kan.”“Mama telanjang di rumah kan hadiah bagi Dana.”“Ya.”Diana kembali merasakan rasa mulas di perutnya mendengar pembicaraan anaknya.“Boleh gak Dana lihat mama membuka pakaian?” kata Dana sambil menunduk.Ternyata itu yang dikatakan anaknya. Diana pun merasa lega.“Kamu mau mama melepas pakaian sambil menggodamu, kayak di film – film barat?”“Bukan mah. Buka aja biasa, hanya sambil Dana lihat.”“Menarik. Memang tak melanggar perjanjian sih. Baiklah. Ayo ikut mama.”Diana lalu memegang tangan anaknya dan membimbingnya ke kamarnya.“Kamu duduk aja di kasur, mama ke kamar mandi dulu.”Dana duduk sambil melihat foto – foto di kamar. Ada foto dirinya sedari kecil, foto papa dan lainnya.Beberapa saat kemudian Diana keluar dari kamar mandi sambil memegang rambutnya.“Baiklah, mama akan mulai pertunjukannya untuk anak mama seorang.”“Kenapa mama gak cari pacar lagi setelah papa berpulang?” kata Dana sambil melihat foto keluarga yangada di meja rias.“Mama ingin kerja dulu sambil besarin kamu. Jadinya mama gak punya waktu luang deh,” kata Diana sambilduduk di sebelah anaknya.“Apa mama nanti akan nikah lagi?”“Entahlah nak. Mama masih muda, mama akui, telanjang di hadapanmu membangkitkan sesuatu dalam diri mamayang telah lama terkubur, entah apa lagi nanti yang akan bangkit lagi. Menurutmu gimana, apa kamu kecewaselama delapan tahun ini hidup berdua hanya dengan mama?”“Mama udah jadi mama terbaik menurut Dana. Kemarin Dana memang sempet gak fokus, tapi kini Dana fokuslagi mah.”“By the way bus way, mama kok langgar perjanjian sih? Mama buka dulu ah pakaiannya. Mama lapar nih.”Tanpa bangkit, Diana membuka kancing blus lalu melepasnya. Diana menatap payudaranya yang terbungkus bhmerah muda, lalu menatap anaknya melepas kaitan bh.“Kamu pernah ngintip mama pas lagi hanya pake cd gak?”“Pernah, tapi liat dari belakang doang,” kata Dana sambil tersipu malu.“Kayaknya mama udah gak punya privasi lagi sedari dulu ya,” kata Diana sambil meninju tangan anaknya,dengan pelan tentu, lalu melepas bh nya. “Capek gak berusaha lihat ini?” kata Diana sambil memegangpayudaranya.“Apaan, Dana belum ngintip lagi kok,” kata Dana sambil menatap payudara mamanya.“Dasar nakal.”“Mah, Dana boleh nanya sesuatu gak?”“Tentu saja sayang.”“Setahu Dana, puting kan warnanya coklat, kok yang mama enggak sih?” kata Dana sambil menunjuk putingkiri mamanya.“Hahaha… papamu dulu juga nanya gitu. Tapi mama suka kok, puting mama jadinya spesial, beda dari yanglain.”Tanpa disadari jemari Diana mengelus putingnya sambil sesekali menariknya. Karena mata Diana menatappayudaranya sendiri, Diana tak menyadari gundukan di celana anaknya yang tiba – tiba muncul dan mataanaknya yang terus menatap jemarinya.Diana lalu tersadar, “Kapan makannya kita?”Diana lalu melepas rok lalu cdnya sendiri. Setelah telanjang, Diana kembali duduk sambil menekan keduatangannya di belakan tubuh ke kasur.“Mama lapar nih!”Mata Dana terpaku ke jembut mamanya.“Apa mama pernah mencukurnya sampai gundul?”Diana lalu menatap jembutnya, “Tidak pernah. Selalu begini saja. Emang udah berapa kali liat wanita yangjembutnya gundul?”“Wanita telanjang yang Dana liat cuma mama aja.”“Serius? Kamu belum pernah ngapa – ngapain?”“Tentu saja mah.”“Terus kamu pernah ngapain aja?”“Kok jadi Dana yang ditanyain sih. Siapa yang telanjangnya sih?”“Mama jadi penasaran sih.”“Hanya pernah ngeraba susu sama ciuman mah. Terus kalau mamah, kapan mama mulai nakal.”“Mulai nakal? Sebelum sama papamu, mama dua kali pacaran.”Cerita Sex TerbaruDiana lalu berbaring menjadikan tangannya sebagai bantal. Satu kakinya di tekuk dan kaki lainnya ditumpuke kaki itu. Tanpa disadarinya Diana perlahan merangsang anaknya.“Dana boleh tanya yang lain lagi gak?”“Tanya aja. Udah terlanjur gini kok.”“Katanya ada bagian tubuh yang kalau disentuh bisa membuat orgasme sambil menjerit. Benar gak tuh?”Pertanyaan anaknya membuat Diana memikirkan vaginanya dan secara reflek melebarkan paha membuat anaknyadapat melihat vaginanya dengan jelas. Suara anaknya menelan ludah menyadarkan Diana.“Mama gak tau kalau soal menjerit. Tapi yang pasti memang ada beberapa titik yang sangat sensitif. Ingataturan main kita, boleh lihat sepuasnya tapi tidak boleh sentuh.”“Tenang mah, Dana takkan melanggar aturannya. “Diana lalu menyentuh selangkangannya. Diana melebarkan paha dan menyelipkan jemari ke vaginanya.“Mama tunjukan ini karena kamu nurut sama mama.”Diana lalu melebarkan vagina dengan jemarinya lalu jari tengah menyentuh daging kecil. Nafasnya memberatsaat jari itu menekan. Dana mendekatkan kepala ke selangkangan yang terpampang di depannya.“Ini yang disebut klitoris. Sangat sensitif. Nah, di dalamnya terdapa g-spot yang apabila tersentuh bisamembuat wanita orgasme. Tapi jangan berharap jeritan karena jarang yang sampai menjerit.”Nafas Diana kembali memberat menyadari apa yang dilakukannya di hadapan anaknya sendiri. Tubuhnya sedikitkejang. Diana menggigit bibir mencoba menangan erangan. Diana juga menegangkan otot pahanya. Setelah taklagi kejang, Diana melepas jemari dari selangkangannya.Baca Juga Cerita Sex Pemabuk“Udah ah pelajaran biologinya. Makan yuk.”“Makasih mah. Mama bener – bener baik deh.”Dana membungkuk lalu mencium bibir mamanya sekilas. Tak sengaja dada Dana menekan payudara mamanya.Sentuhan ini adalah sentuhan pertama sejak diberlakukannya aturan, namun Diana membiarkannya. Dana lalubangkit berbalik dan keluar kamar. Dana merasa seperti anak yang paling beruntung.Diana masih berbaring. Linglung. Perutnya kembali seperti mules. Diana masih terkesima. Lalu Dianateringat sebuah dildo hadiah dari suaminya yang di simpan di laci. Diana lalu bangkit ingin segera makanagar anaknya cepat keluar. Dana ingin orgasme lagi seperti tahun – tahun dulu, lepas tanpa ditahan –tahan...tahun ini mesti beda. Diana senang anaknya akan keluar main. Tak mengejutkan, semenjak Diana tak lagiberpakaian, anaknya selalu di dekatnya. Kini Diana lega anaknya akan keluar hingga bisa membuat Dianamenghabiskan waktu sendiri.Saat sedang mencuci piring, Diana mendengar suara pintu ditutup. Diana tak tahu kapan anaknya pulang makadari itu Diana memutuskan untuk mengefektifkan waktu. Langsung Diana menyelesaikan pekerjaannya danbergegas ke kamarnya.Setelah menutup pintu kamar Diana mengambil dildo di laci. Dulu Diana beberapa kali memakainya saatbersama suaminya. Namun semenjak kematian suaminya, gairah seksualnya seolah ikut mati.Diana merebahkan diri sambil memegang vibrator. Jempolnya pun menekan tombol saklar, namun tiada yangterjadi. Pasti batrenya mati, pikir Diana. Untungnya Diana selalu beli batre buat anaknya.Diana mencoba membuka penutup batre sambil berjalan ke kamar anaknya. Diana pun memutar gagang pintuhingga pintu kamar anaknya terbuka.Diana pun melangkah masuk mendapati anaknya sedang berbaring, celana ada di lututnya dan tangan ada dipenisnya yang tegang.Diana meminta maaf, berbalik lalu keluar dan menutup pintu kamar anaknya. Diana kembali ke kamarnyasendiri dengan jantung yang berdetak lebih kencang, seperti genderang mau perang. Diana tak bisamenyingkirkan penis anaknya dari pikirannya.Kira – kira seperempat jam kemudian setelah hatinya tenang, Diana kembali kembali mengetuk kamar anaknya.Setelah suara anaknya berkata masuk, Diana pun masuk. Diana melihat anaknya sedang duduk di depanmonitor. Diana pun duduk di kasur bersebelahan dengan kursi yang diduduki anaknya.“Maafkan mama nak. Mama kira kamu keluar main.”“Gak jadi mah. Tadi temen bilang ada urusan.”“Mama gak tahu sih.”“Iya. Lagian mama ada perlu apa sih?”“Mama butuh batre.”“Mama lagi megang apaan tadi?”Diana merasa malu,“mainan dewasa yang kehabisan batre.”Akhrinya Dana berbalik. Meski masih merasa malu namun Dana tersenyum jua.“Mama bercanda ah.”“Gak juga. Mama buru – buru, karena, ingin cepet selesai, sebelum kamu pulang,” Diana bisa merasakanwajahnya memerah.“Jadi mama mau ngelakuin, ehm, yang mama liat Dana lakuin?”“Kira – kira.”Kunjungi Juga CeritaSexDewasa.OrgIbu dan anak itu pun saling tatap, lalu keduanya tertawa.“Maafin mama ya nak,” kata Diana sambil menyeka matanya.“Iya mah, lagian mama gak salah kok.”“Mama boleh nanya gak?”“Ya.”“Apa kamu sering ngelakuin itu?”Diana merasa malu melihat anaknya yang terlihat malu.“Sekarang sih jadi sering setelah mama telanjang terus.”“Serius dong. Mama tau mama gak jelek – jelek amat tapi, mama kan udah tua. Terus mama juga ibumu.”“Dana serius kok mah, mama masih cantik.”“Gombal. Tiap lelaki pasti ngomongnya gitu. Tapi mama seneng masih bisa meng’inspirasi’ anak muda kayakkamu.”Gambaran Dana memegang kemaluannya muncul lagi di kepala Diana.Diana pun bangkit, “sekali lagi maafin mama yah.” Setelah itu Diana berbalik menuju pintu.“Tunggu mah!”Diana kembali berbalik melihat anaknya membuka laci meja.“Mama butuh batre apa?”“Dua batre remot.”Dana pun menyerahkan batre ke mamanya.“Mama jangan marah ya, tapi apa boleh kapan – kapan Dana nonton mama?”Diana menatap anaknya sambil memainkan batre di tangannya. Diana mulai sedikit khawatir akan hal ini.“Gak tahu. Mama mesti pikirkan dulu, tapi tenang saja mama gak marah kok. Asal kamu jujur dan terbukasama mama.”Diana menghampiri anaknya lalu mencium pipi anaknya. Setelah itu Diana keluar kamar namun saat akanmenutup pintu anaknya bilang agar biarkan saja terbuka.Diana melangkah ke kamarnya lalu masuk dan membiarkan pintu terbuka. Diana pun duduk di kasur lalumemasang batre dildo.Kini, rasanya masturbasi membuat Diana gugup. Padahal ini bukanlah kali yang pertama. Diana juga merasabangga bisa menahan diri untuk tidak masturbasi hingga sekarang padahal cukup lama dia telanjang di depanlelaki. Mungkin jika dia dan anaknya menahan diri untuk tak masturbasi keadaan akan baik – baik saja.Namun, tanpa mereka sadari, kejadian ini merupakan awal dari kaburnya batas – batasan yang telahdisepakati. Entah sampai kapan hingga salah satunya mulai tak bisa menahan diri.Sejauh ini tak ada kejadian yang menkhawatirkan. Bahkan kebiasaan buruk Dana mulai menghilang, Dana mulaibelajar bertanggung – jawab.Diana mulai menyalakan vibrator dan melihatnya sebentar. Setelah itu Diana mematikan vibrator danmeletakkan di pangkuannya. Diana tiba – tiba teringat permintaan anaknya.“Dana, sini nak!” suara Diana agak keras.Dana memasuki kamar mamanya, “ada apa mah?”“Gini aja. Tadi mama gak sengaja liat kamu, biar adil mama izinin sekarang kamu liat mama.” Dianamengangkat vibratornya lalu menunjukkannya ke anaknya, “tapi ingat, jangan sentuh apa – apa.”“Kok mama punya yang gituan sih?”“Oh, dulu saat mama lagi liat film sama papamu, ada adegan satu wanita main dengan dua pria. Mama isengbilang ingin nyobain kayak gitu, eh esoknya papamu kasih mama hadian ini.”“Kayaknya mama dan papa harmonis bener yah?”“Udahlah nak, jangan bicarain papamu lagi. Sekarang mending kamu duduk aja.”Dana pun duduk di sisi kasur sedang mamanya berbaring di tengah.“Papamu beberapa kali nonton mama gini kayak kamu, dulu.”Diana menatap anaknya yang sedang membasahi bibir dengan lidahnya. Diana menarik nafas dalam – dalam,santai lalu melebarkan kakinya. Diana mendekatkan dildo ke mulutnya. Anaknya mengamati dengan seksama.“Jangan pernah gunain ini jika masih kering, harus dibasahi dulu.”Dana mengangguk saat melihat mamanya menempatkan dildo di mulutnya. Dana merasakan kedutan di celananya.Diana mulai mengulum dildo di mulutnya dengan pelan. Setelah dirasa agak basah, Diana melepas dan mulaimenyalakan vibrator. Dana dapat mendengar dengungannya. Diana mulai menyentuhkan vibrator melingkaripayudaranya hingga puting. Sedangkan tangan satunya lagi mengelus selangkangannya sendiri.Cerita Sex TerbaruErangan Diana mulai terdengar disertai turunnya vibrator dari payudara ke perut, lalu ke sekitarjembutnya. Sementara tangan yang satunya sibuk keluar masuk di selangkangannya. Diana lalu mencabutjemarinya yang kini basah dan menghisap dengan mulutnya.Diana menoleh melihat anaknya yang menatap dildo. Diana tetap melihat anaknya saat tangannya yang satumulai memainkan payudaranya. Kini Diana berusaha memasukan dildo ke memeknya yang makin basah. Nafasnyamulai terengah – engah.Diana mengangkat dadanya dan melepaskan tangan dari payudaranya. Kini tangan yang bebas mulai menyentuhpinggulnya dari belakang. Kini jempol Diana menekan anusnya sendiri. Rupanya jempol itu berusaha memasukianus. Erangan Diana makin terdengar keras.Diana berusaha menekan dildonya sedalam mungkin seiring dengan usaha jempol di anusnya.“Oh, nak….!”Diana pun mengejang membuat kasurnya gemetas untuk sesaat. Perlahan, Diana kembali bergerak lalumengeluarkan dildo dan jempol dari selangkangannya. Diana pun berbaring sambil terengah – engah. Anaknyamelihat tubuhnya yang penuh peluh.Diana menyeka dahi dengan tangannya. Rambutnya penuh keringat hingga lengket. Sementara dildo lepas daritangnnya meski masih bergetar.“Oh tuhan,” Diana tersenyum sambil menatap anaknya. “Bagaimana?”“Luar biasa mah!”“Itu yang kamu inginkan kan?”“Ya, tapi kayaknya mama ingin pantat mama juga dijamah yah?”Diana memerah memikirkan apa yang baru saja anaknya saksikan.“Harus dilakukan dengan benar nak, karena sangat sensitif. Papamu kadang melakukannya, tapi dia bisaberhati – hati.”Diana lalu berbaring menghadap anaknya.“Udah impas kan?”“Iya. Tapi tetep Dana ingin mama ketuk dulu kalau mau masuk kamar.”Dana mulai tak nyaman dengan rasa sesak di celananya. Dana lalu bangkit.“Kalau kamu mau, mama bisa sangat menginspirasi. Tinggal ngomong saja sama mama.”Diana tersenyum mendengar erangan anaknya sambil menutup pintu kamarnya. Diana lalu melangkah ke kamarmandi sambil melihat vibrator basah menggeliat di kasurnya. Diana berpikir dia harus mulai menyetok batredi kamarnya sendiri. Tapi mungkin lebih baik mengambilnya dari kamar anaknya saja.“Apa kabarnya anak mama yang selalu terangsang ini?”Diana muncul lalu menempelkan tubuh ke punggung anaknya karena mau mengambil makanan di lemari. Putingnyaserasa menggelitiki punggung.“Ya makin terangsang karena mama nih.”Diana menatap payudaranya yang menekan punggung anaknya.“Maaf, abisnya mau ambil makanan sih.”Diana mundur membuat tubuhnya tak lagi menempel. Dana berbalik dan matanya menatap puting mamanya yangkeras.“Masih pagi gini kok udah keras sih mah?”“Abis pake handuk sih, jadi gini nih,” kata Diana sambil mengelus puting dengan telapak tangannya.“Ceria bener pagi ini mah.”“Iya dong. Kan biar semangat.”“Mau ngapain aja mah hari ini?”“Gak tau. Kamu maunya mama ngapain aja?” tanya Diana sambil menggoyangkan bahunya. Otomatis payudaranyapun ikut bergoyang.“Gimana bisa mikir kalau perut kosong mah.”“Ya udah. Mama bikin panekuk aja ah. Biar bikinnya sambil goyang.”Dana duduk lalu tertawa,“goyang sambil bugil.”Diana lalu membungkuk untuk mengambil wajan dari bawah lemari sambil menggoyangkan pantatnya, “goyangwajan nih.”Bebepara saat kemudian setelah panekuk matang, keduanya pun sarapan.“Apa anak perkasa ini mau menolong mamanya yang udah tua dan telanjang?”“Siap. Mama kan tau caranya memotivasi tanpa busana.”Dana tersenyum melihat mamanya tertawa.“Apa mama juga suka telanjang di depan papa?”“Gak juga. Tapi sehabis ngelakuin sesuatu, kayak ngebikin kamu, kadang mama telanjang sampai sore ataumalam.”“Mama dan papa aneh juga ya?”“Mama saling mencintai. Jadi mama dan papa hanya bersenang – senang saja. Lagian meski tua, namun takmesti berpikiran kolot.”“Jadi menurut mama, anal seks, masturbasi dan bicarain trisom, normal gitu?”Diana menunjuk ke anaknya,“Hei, trisom hanyalah fantasi. Lagian bukan salah mama kalau papamu suka pantat. Urusan ranjang mama jugagak perlu jadi urusanmu. Wew,” Diana lalu menjulurkan lidah ke anaknya.Dana mengangkat alis mendengar pengakuan baru mamanya.“Dana tahu cara ngabisin waktu hari ini mah.”“Oh ya, ngapain tuh.”“Tapi, mama jangan marah ya…”Cerita Sex TerbaruDiana memotong ucapan anaknya, “akhir – akhir ini kamu doyan bener bener bilang gitu?”“Abisnya, mama telanjang sih. Bukan salah Dana kalau terangsang.”“Iya. Jadi apa yang mau kamu katakan?”“Yah. Pokoknya gak kan melewati batas kok.”“Baik. Kalau gak ngelanggar aturan sih mama gak keberatan kok.“Janji ya mama takkan marah. Meski Dana selalu terangsang, tapi Dana selalu nurut. Hanya saja kini Danamakin penasaran.”“Terus.”“Dana,” mata Dana kini menatap meja, “ingin lihat seperti apa sih anal seks itu.”“Apa? Kamu ingin mama bawa pulang pria lalu memberi pantat mama cuma – cuma demi memenuhi rasa ingintahu kamu?”“Bukan begitu mah. Tapi pake mainan mama.”“Pake itu? Sambil ditonton kamu? Kenapa gak cari tahu di internet saja?”“Internet? Itu sih palsu mah.”“Mama tak percaya kamu ingin nonton mama pake dildo di pantat mama sendiri.”“Juga sambil Dana fotoin yah mah.”Diana terkejut mendengarnya.“Mama kan udah pernah sama papa. Lagian Dana gak bakal pegang – pegang kok, jadi jangan marahi Danadong.”Diana menggeleng,“Mama kayaknya ngelahirin maniak. Biar mama pikirkan dulu. Memang itu tak melanggar aturan kita, namunkayaknya terlalu jauh melangkah. Kalau mama menolak apa kamu jadi gak mau bantuin mama?”Dana memutuskan saatnya untuk pergi dari dapur.“Tentu tidak mah. Meski mama menolak Dana tetap akan membantu kok. Panggil saja kalau ada yang harusdikerjain mah. Cuma tadinya Dana takut mama marah.”Dana pun bangkit lalu menuju ke kamarnya untuk main komputer.Di dapur, Diana beres – beres. Lagi, perutnya kembali dilanda mules. Setelah beres, Diana ke kamarnyalalu duduk di kasur sambil berpikir. Memainkan dildo ke pantat tak bisa disebut normal jika dilakukan didepan anak sendiri. Apalagi sambil di foto. Diana tak terlalu mengkhawatirkan hasil fotonya. Setelahmelihat betapa anaknya menjadi termotivasi dan penurut membuat Diana percaya padanya. Permintaan anaknyasangatlah liar meski tanpa sentuhan.Diana tak ingin membuat anaknya marah. Jadi sepertinya tak berbahaya asal masih dalam aturan. Apalagi diatelah masturbasi dua kali. Bahkan menyentuhkan jemari di anus. Tak heran anaknya jadi penasaran soal analseks. Diana kembali teringat saat mengambil wajan sambil menggoyangkan pantat. Diana berpikir mungkinanaknya seperti suaminya.Diana teringat per – anal – an dengan suaminya. Diana juga ingat betapa nikmatnya orgasme yang dirasakansaat masturbasi sambil ditonton anaknya. Diana jadi merasa bersalah menyebut anaknya saat orgasme, bukanmenyebut suaminya.Tak pernah terpikirkan oleh Diana untuk menggantikan suaminya dengan anaknya. Namun, Diana akuiketegangan seksual di rumahnya makin meningkat setelah Diana memutuskan telanjang. Diana kembalimemikirkan saat – saat bahagia dengan suaminya. Begitu indah, liar dan nikmat. Kini, semuanya telahhilang.Suaminya kurang suka diajak belanja. Jadi, untuk memotivasi suaminya, Diana membuat sebuah permainankecil. Jika sedang belanja, suaminya menantang dia untuk melakukan lima hal, jika ada satu yang takdipenuhi maka Diana kalah. Pun sebaliknya. Hadiahnya, ya seks.“Dingin bener nih kulkasnya. Biar agak angetan dikit, taruh bh mama di kulkas,” suaminya menyeringaisambil menunjukkulkas yang ada di supermarket. Diana pun melepas kaitan bh, menarik tali dari lubang lengan bajunyahingga lepas. Kemudian menaruh bhnya ke kulkas.“Papa hutang bh baru,” Diana pun berbalik dan melangkah.“Di bagian roti kok gerah bener yah. Buka aja cdnya di sini mah.”Diana berhenti lalu menoleh ke suaminya, “Itu ngomong doang atau tantangan pah?”“Kamu takut ada yang liat? Itu tantangan mah.”Diana menatap suaminya sambil menyeringai. Diana melangkah ke sudut bagian roti, mengangkat roknya,menggoyangkan pantat, menurunkan cd lalu mengangkat kaki untuk melepasnya.Cerita Sex TerbaruDavid menoleh mendengar suara wanita tua yang menggerutu kepada pria tua yang menatap Diana. David inginDiana menyadari kehadiran pasangan tua itu, maka David menunjuknya. Diana tertawa menyadari apa yangDavid tunjuk.Diana tersenyum sambil mengelus seprai. Delapan tahun tanpa belaian lelaki membuatnya gila. Diana takpernah menyadari perubahan yang terjadi sepeninggal suaminya.Meski menyukai pantat, namun David bisa dibilang wajar; munkin anaknya pun demikian. Kematian suamimembuatnya sadar betapa kita tak tahu kapan kehidupan ini akan berakhir. Pikiran erotis itu membuat Dianasadar sekaligus menggelengkan kepala.Diana pun melangkah mengambil hand body, kamera saku digital dan dildonya. Setelah terkumpul Diana punduduk.“Sini nak!” teriak Diana lantang.“Tunggu mah,” jawab Dana sambil bergegas ke kamar mamanya.Diana merasakan jantungnya berdetak lebih kencang mendengar suara anaknya mendekat.“Mau ngapain dulu kita mah?”“Nih,” Diana melemparkan kamera ke anaknya.“Kamu ingin mama ngapain dulu?” Diana menunjukan bodylotion dan dildo ke anaknya.“Maksudnya apa mah?”“Misalnya berbaring dulu, terlentang atau berlutut.”“Maksud mama ada banyak cara?”“Duh, kayaknya bakal jadi masalah kalau mama kasih tahu semua yang mama tahu. Mau telungkup,” Diana lalutelungkup, melebarkan pahanya. “Atau sambil berlutut,” Diana berguling lalu bangkit berlutut. Dianamenoleh ke anaknya.“Gitu bagus mah.” Dana menatap kamera di tangannya. Merasa sangat beruntung. “Setelah selesai bolehdipindahin ke komputer kan mah?”Diana menatap anaknya sambil memuntahkan hand body ke tangannya. “Apa mama perlu menambah aturan soalfoto juga?”“Tenang mah. Tak akan ada yang tahu kok.”Dildonya kini dilumasi hand body.“Ingat, yang kayak gini mesti dilakukan oleh pasangan yang saling mencintai. Wanita bukanlah daging yangbisa diolah seenaknya untuk kesenanganmu sendiri. Wanita juga punya perasaan dan emosi. Hormatilah selaluitu!”“Gini aja mah. Kalau mama memang tak nyaman, mending gak usah diteruskan deh. Lagian Dana juga gak kanmarah kok.”“Makasih nak. Tapi mama rasa gak apa – apa kok. Kamu memang kayak papamu.”Dana bisa melihat wajah mamanya yang penuh semangat.“Biasanya pria membantu melumasi. Namun dalam kasus kita tentu tidak. Jadi mama memakai jari sendiriuntuk melumasi pantat mama.”“Makasih mah.”Diana mendengus tertawa kecil.Dana melihat jemari mamanya perlahan masuk ke anus. Lalu tangan yang lain menyemprotkan hand body keanus. Setelah itu jemari lainnya mencoba masuk. Kini telunjuk dan jari tengahnya sedang berusaha memasukianus mamanya. Kedua jemari itu bergerak berputar di dalam anus. Hand body kembali disemprotkan dan kinitiga jari yang menari. Kembali dilumasi, empat jari pun keluar masuk membuat suara yang terdengar erotisdi telinganya.Diana melepas jemarinya lalu meraih dildo. Jempolnya berada di tombol.Dana melihat lubang anus mamanya membuka lebar.Diana menyentuhkan ujung dildo ke anus. Diana menatap anaknya yang berdiri menganga, “Halo nak, mama udahsiap nih!”Cerita Sex Terbaru“Apa mah?”“Pake kameranya dong!”Setelah kamera itu berada di depan wajah Dana, Diana mulai memasukan dildonya.“Uh… Kalau kamu ngelakuin ini sama cewek, mesti pelan – pelan karena awalnya sangat tak nyaman,” kataDiana sambil menggerakan bibirnya. “Jangan pernah lakuin tanpa pelumas!”Diana berhenti sejenak saat setengah dildo sudah masuk. Dia bisa mendengar suara tombol kamera ditekan.Setelah itu Diana melanjutkan aksinya.“Kita biarkan dulu sejenak.”Diana menggoyangkan pantatnya sambil mengawasi anaknya yang sibuk memakai kamera.Akhirnya, tangan Diana mulai menarik kemudian mendorong lagi dildo itu. Dana mulai semakin sibuk dengankameranya.“Kamu menikmati pertunjukannya? Dasar anak sesat!”“Bercanda terus ah mah.”“Dulu papamu bahkan memakai video, bukan kamera kecil kayak gitu.” Tangan Diana mulai bergerak cepat.“Apa? Di film mah?”Diana tertawa melihat anaknya sibuk mengutak – atik kamera. Diana menunduk dan mulai mendorong dildo dianusnya lagi. Nafasnya mulai memburu.“Oh, oh, oh.” Diana menjerit lalu lunglai jatuh ke kasur saat tubuhnya gemetar. Tangannya kini berada disisi kepalanya. Saat berbaring otot anusnya membuat dildo itu perlahan keluar dan jatuh ke kasur.Dana melihat anus mamanya membuka – tutup berulang – ulang.“Keren,” kata Dana sambil memainkan zoomnya.Diana mendengar jelas kata – kata anaknya. Tapi kesenangannya membuat Diana mengangkat pantat danmelebarkan paha ke arah anaknya.“Goyang pinggul goyang pinggul oh asiknya,” suara Diana terdengar serak.Setelah bergoyang Diana pun lemas dan tergolai di kasurnya. Wajahnya penuh keringat.“Kamu mesti bantu – bantu mama abis ini.”“Iya mah, abis mindahin ke komputer.”Dana bangkit lalu menghilang keluar. Diana meraih dildo di sampingnya lalu menatapnya. Memang tak samaseperti saat bersama suaminya dulu. Tapi untuk sekarang rasanya cukup. Tiba – tiba Diana tersenyum lalumemasukan dildo itu ke mulutnya. Diana tetap mengulum dildo sambil melangkah ke kamar mandi. Sayanganaknya tak melihat ini, batin Diana.“Oh Tuhan, menjijikkan” Diana terhenti menatap ke kamar anaknya.Di monitor terlihat film Diana sedang mendorong dildo ke pantatnya. Diana lalu masuk dan duduk di kasuranaknya.“Sampe diperbesar gitu? Tunggu, mama punya tanda di sana?” Diana lalu berputar menatap pantatnya sendiri.Ibu dan anak itu menonton video dalam diam. Hingga dildo keluar dan sang ibu menjatuhkan diri di kasur.“Menjijikan yah,” kata Diana sambil menutup wajah dengan tangan, namun matanya mengintip dari sela – selajemari.Dana tertawa, “Hahaha, kalau liat film horror juga mama bilang takut, tapi sambil ngintip.”Cerita Sex Terbaru“Orang – orang mestinya jangan liat orang lain terbunuh; apalagi melihat mama mainin anus mama pakedildo,” kataDiana sambil melempar bantal ke anaknya.“Pokoknya, kalau sampai ada yang melihat rekaman ini, mama bersumpah akan membunuhmu.”“Baiklah Nona Cerewet. Akan saya matikan,” kata Dana lalu menutup media playernya.“Ya tuhan, gambar mama lagi telanjang kok dijadiin latar belakang sih? Gimana kalau temanmu melihat?Udahlah, gak akan ada yang lihat rekaman mama karena sekarang kamu akan mama bunuh.”“Tenang mah. Kan ada dua akun. Yang pertama kalau yang log innya Dana. Sedangkan kalau temen pake akunumum.”Diana melihat pantatnya memenuhi hampir seluruh layar dengan dildo menancap danDiana sembur. Dia melihat gambar pantatnya mengisi sebagian besar layar dengan setengah penis karetmencuat dari anusnya dengan kepala hanya terlihat di bahu di latar belakang.“Kok pake gambar yang itu sih? Pantat mama jadi terlihat super besar.”“Kan gambarnya juga cuma sedikit mah. Tapi Dana siap fotoin lagi kok.”“Tidak. Yang terakhir aja bisa jadi masalah.”“Tapi mah, hasil kamera ini adalah hasil terindah yang pernah Dana lihat.”“Bercanda aja. Mama sih lihatnya kayak lihat film porno tua. Hanya saja tanpa musik latar.”“Kalau mama mau Dana bisa tambahin musik kok mah.”“Bukan gitu maksud mama,” Diana menatap monitor lagi lalu bergidik. “Jorok bener gambarnya, kamu kokbisa tahan melihatnya sih?”“Mah, Dana tahu mama sudah empat puluh tahun lebih, tapi mama masih cantik. Ditambah susu dan pantatmama yang montok.”“Dasar kamu aneh,” Diana tertawa, “pokoknya gambar itu mesti dihapus!”Dana melambaikan tangan tanda tidak sambil menyeringai pada webcam.“Tidak, tidak, tidak. Kamu udah bikin mama gak pake baju. Kamu udah liat mama sepuasnya, bahkan kamu udahjadiin mama bintang film porno…”“Kamera kan ide mama.”“Jangan ngeles.”“Iya. Kayaknya nyonya terlalu banyak protes.”“Pokoknya hapus.”“Enggak”“Dana dapet apa kalau ngehapus ini?”“Apa? Kamu mau sesuatu? Dasar mesum!”“Bukankah mama yang pertama ngajarin tawar – menawar!”“Mama sungguh tak percaya ini. Baiklah, kamu mau apa?”“Foto lain lagi.”“Iya, tapi sedikit.”“Tapi Dana suka gambar latar ini mah. Banyak dong.”“Gak adil itu. Masa satu gambar ditukar banyak gambar,” Diana memainkan suaranya agar terdengar sepertilebih simpati.“Suaranya gak usah dibuat – buat mah.”“Oke, terus mama dapet apa dong?”“Hah?”“Kok malah bengong sih? Kamu kan pintar negosiasi.”“Emang apa yang bisa Dana kasih?”Diana ingat saat memergoki anaknya yang sedang memegang kelaminnya. Diana lalu menyeringai ke anaknya.“Wajah mama kok aneh gitu sih?”“Inilah mamamu, hehehe…”Dana menyeringai, namun Diana menunjukkan telunjuk ke wajah anaknya.“Kamu ingin ngambil banyak foto mama demi menghapus foto yang gak mama suka dan …”Diana menghentikan sebentar suaranya, Dana menatap cemas.“… kamu masturbasi hingga keluar sambil diliat mama.”“Apa?!? Tidak mungkin!”“Bener nih gak setuju?”“Tapi, Dana ambil banyak foto mama dan juga film baru.”“Film apa?”“Seperti yang pertama, cuma kali ini sambil nungging.”“Kamu memang aneh. Doyan bener sama pantat.”“Kan gara – gara mama juga. Siapa suruh liatin pantat montok mama.”“Dasar aneh.”“Jadi, Dana masturbasi di depan mama, terus mama yang nentuin latar belakang monitor. Mama beri Danafilm baru dan foto baru yang banyak.”“Maksud banyak?”“Sampai Dana bosan.”“Emangnya kamu bisa bosan?”“Dana kan masih muda mah.”“Baiklah. Mama akan obok – obok pantat mama sementara kamu filmkan dan fotoin. Tapi sebelumnya kamumasturbasi dulu, telanjang tentunya.”“Tapi Dana pasti butuh rangsangan dulu dong mah. Mama bikin film aja dulu lalu Dana mulai lepaspakaian.”“Baik, bikin film dulu tapi harus telanjang.”“Baik. Tapi kalau libur kita pergi liburan mah.”“Apa? Banyak bener keinginanmu. Kenapa gak kamu pikirkan dulu sebelum mama mulai melepas pakaian mama?”“Kan mama yang bilang ‘lihat pantat mama agar Dana bisa berubah.”“Ya, tapi kini pantat mama yang terus dilihat, malah diobok – obok.”Dana mulai menghitung memakai jemari, “Ayo kita hitung, telanjang, masturbasi, gambar latar, film analbaru, banyak foto, liburan dan bersedia difilm lagi nanti.”“Kamu pasti cocok kalau kerja jadi politisi.”“Enggak deh. Jadi gimana, Telanjang, masturbasi, gambar latar, film, foto, liburan, setidaknya dua filmlagi.”“Menyebalkan.”“Bener gak mau?”“Mama muak sama per – pantat – an.”Dana lalu memutar kepalanya dari yang tadinya menghadap monitor menjadi menghadap mamanya.Diana melihat lagi gambar pantatnya yang dijadikan gambar latar, lalu bergidik.“Baiklah, setuju.”Ibu dan anak itu saling tatap. Dana mengangkat alisnya, Diana menggeleng. Keduanya lalu berdiri. Danamelingkarkan tangan ke bahu mamanya sambil berjalan ke luar.“Lebih baik bikin filmnya di ruang tv aja. Biar pencahayaannya lebih jelas dan latarnya sofa hitam.”“Maksudnya?”“Biar Dana lebih mudah beresin sofanya mah.”“Mama benci kamu,” kata Diana sambil memukul lengan anaknya.“Bukankah anak – anak kebanyakan dibenci mamamnya. Dana kan cuma kasih kesempatan mama main filmberkualitas.”Cerita Sex TerbaruDiana menghentikan langkahnya lalu menatap anaknya.“Apalagi?”“Berkualitas?”“Mama masih punya handycam kan?”“Handycam? Jangan!”“Jadi mama mau film mama terlihat seperti film porno jadul? Sekalian aja tambah musik latar murahan.”“Mama makin benci kamu.”“Terserah mama, mau terlihat kuno atau cantik?”“Sekalian aja mama pake make-up, minyak zaitun dan high heel.”“Ide bagus tuh mah!”“Ya, tapi mama hanya bercanda. Dasar anak aneh.”“Gak bosan mah bilang gitu?”“Anak aneh!” kata Diana sambil menunjukkan telunjuk ke dada anaknya.“Mama makin galak sih? Lagian, kalau pake make-up, minyak zaitun dan high heel kan Dana jadi bisa nyetingkameranya dulu. Ntar jadinya pasti bagus mah. Kalau tidak, mungkin gambar latarnya takkan berubah mah.”“Baik, make-up, minyak zaitun dan highheel. Biar sekalian filmnya menang kontes film.”Diana pun melangkah menuju kamarnya sementara Dana diam berpikir kapan terakhir kali memakai handycam.“Hei nak.”Dana melihat arah suara yang ternyata di pintu. Mamanya sedang berdiri membelakangi, lalu rukuk danmenggoyangkan pantatnya sambil berkata goyang pinggul, goyang pinggul. Setelah itu mamanya tertawa lalumenutup pintu.“Malah mama yang bilang Dana aneh.”Dana tersenyum. Pasti akan menyenangkan nanti, batinnya.Setelah mandi, Diana duduk di kasur sambil mengeringkan rambut. Diana merasa senang dengan apa yang akanterjadi namun Diana juga merasa tak senang akan sikap anaknya yang mulai arogan. Diana merasa sudahwaktunya mengajarkan anaknya bahwa kalau bermain api bisa berakibat kebakaran.Setengah jam kemudian Dana hampir selesai menyiapkan tempat. Di sisi sofa telah dipasangi lampu yangmirip di studio foto hingga membuat pencahayaan pada sofa sangat terang. Sedang hampir satu meter didepan sofa terdapat tripod yang dipasangi handycam. Saat mengecek handycam, Dana mendengar langkahmamanya datang.“Cantiknya!”Rambut Diana masih basah. Wajahnya memakai make-up yang bahkan belum pernah terlihat secantik ini olehDana. Tubuhnya berkilau dan mengeluarkan aroma baby oil. Tangan kanan Diana memegang dildo. Tak lupakakinya memakai highheel.Diana melihat ruangan yang telah disiapkan anaknya dengan takjub,“Kamu siapkan ini sendiri?”Untuk kali pertama Diana melihat betapa anaknya sangat terpesona hingga tak bisa berkata – kata. Dianaberjalan sambil mengelus dadanya, lalu elusannya turun ke pantat hingga pantat itu duduk menyentuh sofahitam.Pantat Diana yang berminyak kini duduk di sofa. Satu kaki dibuka lebar hingga tumitnya mengenai sisisofa. Sedangkan kaki satunya dipanjangkan ke bawah.Nafas Dana tercekat melihat memek mamanya yang telah bersih tiada rambut sehelai pun. Jelas terlihatlipatan memeknya. Apalagi dengan olesan baby oil membuatnya memantulkan cahaya.Melihat anaknya terpesona, Diana mengambil dildo dan memposisikan di vaginanya, namun tanpa melakukanpenetrasi.“Jangan salahkan mama kalau kamu sampai lupa ngerekamnya. Serangan di Pantat Tua Mama jilid Dua.”Begitu Diana selesai berbicara maka dildo itu langsung berusaha memasuki pantat Diana. Beberapa bagiansofa kini telah dipenuhi minyak yang menetes dari tubuh Diana.Dana langsung memainkan kameranya sambil terus membasahi bibir dengan lidahnya. Tangannya begitu sibukmemainkan tombol yang ada di handycam.Diana mencoba tersenyum di sela – sela erangan yang terus keluar dari mulutnya.“Kamu tuh jangan cepat – cepat matiin kameranya terus pergi. Siapa tahu kali ini bisa ngerekam saat mamabersihin dildo pake mulut mama seperti yang terakhir.”Mulut Dana ternganga mendapati adegan yang dilewatinya.Diana perlahan menarik dildo dari pantat lalu mendekatkan ke wajahnya.“Kayak gini nih.”Diana lalu memasukan dildo ke mulut dan memainkannya. Tak lupa juga menjilatinya.Dana merasa penisnya makin keras dan cairan pelumasnya pun keluar membasahi celananya.“Aduh,” kata dana sambil mengelus celananya.Diana melepas dildo di mulutnya lalu tertawa. Dildo itu kembali ditempatkan di pantatnya. Diana terusmemainkan dildo sambil berbicara.“Dasar anak muda.”Setelah beberapa menit, Diana mengangkat lututnya hingga mendekati dada membuat pantatnya makin terlihatjelas. Kini kedua tangan Diana sibuk memainkan dildo di anusnya.“Unh, unh, unh, unh AHHHHHHH.”Diana menjerit sambil berusaha memasukan dildo sampai mentok. Kakinya bergoyang, tubuhnya kejang hinggabeberapa detik kemudian tubuh Diana pun berhenti gemetaran. Kakinya terjatung lunglai ke bawah.Setelah beberapa detik, Diana mencabut dildo dari pantat lalu mendekatkannya ke wajah. Dildo itu dijilatiDiana lalu dimasukan ke mulutnya. Beberapa saat kemudian Diana asik memainkan dildo di mulut hinggamerasa cukup.“Jadi berantakan gini yah.”“Iya, mama sih nakal.”Diana tertawa,Cerita Sex Terbaru“yang penting tugasmu tuh ntar bersihin ini.”Diana melihat keadaanya lalu bangkit berjalan mendekati anaknya.“Nah, anak aneh, perjanjian pertama kita telah mama laksanakan.”Dana langsung mengangguk.“Sayang sekali. Padahal mama udah siap ronde berikutnya. Nih deh mama kasih sedikit inspirasi buat kamu.”Diana lalu memeluk anaknya membuat pakaian anaknya kini basah oleh baby oil. Paha Diana juga diangkatuntuk membasahi sekitar pinggang dan celananya.“Kayaknya bajumu perlu dicuci tuh.”Dana mengerang. Diana menepukkan tangannya.“Baiklah pejantan muda. Mama beri kamu sepuluh menit untuk siap – siap menghibur mama.”Dana pun melangkah menjauh menuju kamarnya. Namun saat baru setengah jalan, terdengar suara mamanya.“Mama taruh baby oil di lemarimu nak.”Diana menyeringai. Pasti malam ini bakalan seru, pikirnya.Dana duduk di kasur dengan hanya memakai celana pendek sambil gemetaran. Dana memang jadi terbiasamelihat mamanya telanjang, namun Dana merasa tak nyaman jika harus ikutan telanjang juga. Dana menyadarimemang tak adil jika dirinya tetap berpakaian, namun toh bukan salahnya. Dana tak pernah melihat mamanyaseliar ini, senakal ini. Terus terang saja kini Dana merasa takut. Dana menduga dia telah mendorong sisigelap mamanya keluar dan mulai merubah mamanya.Dana merasa hubungannya dengan mama tak pernah sedekat ini. Dana memang mencintai mamanya, sebagai anak,juga menghirmatinya. Dana sungguh merasa beruntung dengan perjanjian ini, tapi kebenaran yang disampaikansendiri oleh mama merupakan hadiah tersendiri. Telah terlalu jauh sejak kali pertama Dana melihat mamanyatelanjang di dapur.Dana tersenyum sendiri saat berdiri lalu melepas pakaian terakhirnya, celana pendek. Setelah itu Danameraih baby oil yang ada di lemarinya.Diana duduk di sofa menunggu. Keheningan yang ia rasakan sedari tadi membuatnya sampai pada kesimpulanbahwa anaknya mungkin merasa takut dan atau tidak berani. Satu kosong untuk mama, pikirnya. Tiba – tibaterdengar dentuman suara musik yang kemungkinan berasal dari kamar anaknya. Cahaya tiba – tiba menghilangmenjadikan kegelapan yang muncul menyelimuti. Diana menyeringai. Ya tuhan, dia benar – benar akanmelakukannya, batin Diana.Tiba – tiba ada sinar. Setelah ditelisik oleh mata Diana, sinar itu mengarah ke kepala kontol. Ternyataanaknya memegang dua senter yang kini diarahkan ke kontolnya sambil berjalan mendekat. Dana pun sampai didepan sofa yang diduduki mamanya lalu menggoyangkan pinggulnya. Puas bergoyang, tangan kanannya melemparsenter lalu memegang kontolnya.“Mah, kok Dana jadi gini sih?”“Jangan berhenti nak. Lagian gak apa – apa kok jadi gini juga.”“Ini dia mah. Siap membuat mama terangsang.”“Whoo hoo, goyang nak!” Diana tertawa.Dana memaju mundurkan pinggul sambil tangannya mengocok kontol. Mata Diana berbinar melihat anaknyamengocok kontolnya sendiri. Tak butuh waktu lama Dana pun mengejang seiring dengan menyemburnya spermayang mendarat di kaki Diana, sofa dan di lantai. Setelah orgasme tubuh Dana berhenti mengejang namun saatakan bergerak kakinya tersandung membuat Dana jatuh terduduk di sofa di sebelah mamanya. Kakinyamenyentuh kaki mamanya. Keringat bercucuran di dahi Dana. Nafas Dana terengah – engah.Diana bertepuk“Hebat, luar dari pada biasa!”Dana melambaikan tangannya,“santai mah.”Diana dan Dana saling memangang, lalu keduanya menyeringai.“Mah, maafin Dana yah udah ngedorong mama terlalu jauh hingga jadi gini. Dana bener – bener menyesalmah.”“Ya, kamu memang nakal. Tapi mama seneng kamu berani mengakuinya. Lagian mama juga tak terlalu suka per– anal – an.”“Ya gak apa – apa kok mah asal perjanjian kita yang lain tetap berjalan Dana gak keberatan kok.”“Mama gak keberatan dengan hal baru, asal tak menyakitkan bagi kita.”Diana melingkarkan tangan ke bahu anaknya lalu memeluknya dari samping membuat tubuh ibu dan anak itumenempel ketat.“Sial mah, Dana menyentuh mama.” Dana terlihat panik.“Ini sih sikap ibu dan anak yang saling mencintai, meski tanpa pakaian.”Baca juga Cerita Sex DangdutMereka pun menatap tubuh mereka yang penuh baby oil.“Kok jembut mama dibabat habis sih?”“Mama hanya ingin memberikan yang terbaik bagi kamu. Lagian kamu tuh bener – bener maksa mama sih.”Diana dan Dana menatap selangkangan Diana. Seperti berjanji, keduanya sama – sama berbicara “kayaknyajelek deh.” Menyadari kesamaan kata yang terucap, keduanya saling pandang lalu tertawa.“Untungnya ntar tumbuh lagi. Sekarang kamu tahu kan mama juga bisa mencoba hal – hal baru. Kalau kamugimana? Mau mulai telanjang di rumah gak?”“Gak tahu mah. Kayaknya aneh deh.”Diana memegang payudara lalu mengangkat susunya.“Mama tak bisa mengatakan bagaimana rasanya hidup dengan selalu menunjukan ini padamu. Mama juga senangkalau kamu gak mau ikut – ikutan. Tapi mama tak akan keberatan kok kalau kamu berubah pikiran.”Diana dan Dana menatap kontol Dana. Mereka berdua melihat betapa kontol itu kini mulai kembalimengembang.Begitu muda begitu jantan, pikir Diana.Diana lalu mendorong anaknya bangkit.“Kamu bersih – bersihnya ntar mama bantu deh.”“Setuju,” seringai Dana. Tamat
Entri Populer
-
Pelajaran Dari Mama Untuk Niko ...
-
Namaku Dio, umurku saat ini 16 tahun dan telah duduk dikelas 1 SMA. Aku seorang laki-laki yang biasa-biasa saja dan tidak terlalu populer...
-
aku terkejut mendengar cerita kedua adikku kalau mereka pernah melihat mama mengemut penisku. Aksiku dan mama ketahuan...
-
Aku Tau apa yg akan terjadi Selanjutnya dengan Amar,, "teteh Mohon Jangan Keluari di dalam ya mar,, Hati-hati...
-
Malam itu Niko tidak sabaran menunggu mamanya datang ke kamarnya. Akhirnya setelah hampir jam 11 malam akhirnya mamanya da...
-
*“ '' Tanpa pikir panjang, langsung kumasukkan kemaluan mertuaku ke mulutku dan mengulumnya agar ia cepat selesai dan tidak ber...
-
" iya tian tapi tante ga brani klo skrg besok aja ya. tante takut si om dan rendy tau bs perang dunia . " namaku tia...
-
* "Ndie,, !!! Tolongin yahh,, Tapi Jangan Pakai Posisi Macam-macam ya .. " kata Dhini.. Istri saya tidak tau klo wanita hamil...
-
kamu marah?” tanya mama lagi dengan suara lembut.“Iya ma… tentu saja!Iya, mama tahu, mama memang salah,“ Tolong jangan kasih tahu pa...
-
“Hmm… Tante gak telanjang aja kamu udah tegang gitu, gimana kalau tante ikutan telanjang nih… hihihi” ujar mama menggoda Ando. Na...
Sabtu, 06 Agustus 2016
Rabu, 03 Agustus 2016
_Novie_"Perkasanya Ayah Mertuaku"
Namaku Novianti.
Usiaku telah menginjak kepala tiga. Sudah menikah setahun lebih dan baru mempunyai seorang bayi laki-laki. Suamiku berusia hanya lebih tua satu tahun dariku. Kehidupan kami dapat dikatakan sangat bahagia. Memang kami berdua kawin dalam umur agak terlambat sudah diatas 30 tahun. Selewat 40 hari dari melahirkan, suamiku masih takut untuk berhubungan seks. Mungkin dia masih teringat pada waktu aku menjerit-jerit pada saat melahirkan, memang dia juga turut masuk ke ruang persalinan mendampingi saya waktu melahirkan. Di samping itu aku memang juga sibuk benar dengan si kecil, baik siang maupun malam hari. Si kecil sering bangun malam-malam, nangis dan aku harus menyusuinya sampai dia tidur kembali. Sementara suamiku semakin sibuk saja di kantor, maklum dia bekerja di sebuah kantor Bank Pemerintah di bagian Teknologi, jadi pulangnya sering terlambat. Keadaan ini berlangsung dari hari ke hari, hingga suatu saat terjadi hal baru yang mewarnai kehidupan kami, khususnya kehidupan pribadiku sendiri.
Ketika itu kami mendapat kabar bahwa ayah mertuaku yang berada di Amerika bermaksud datang ke tempat kami. Memang selama ini kedua mertuaku tinggal di Amerika bersama dengan anak perempuan mereka yang menikah dengan orang sana. Dia datang kali ini ke Indonesia sendiri untuk menyelesaikan sesuatu urusan. Ibu mertua nggak bisa ikut karena katanya kakinya sakit. Ketika sampai waktu kedatangannya, kami menjemput di airport, suamiku langsung mencari-cari ayahnya. Suamiku langsung berteriak gembira ketika menemukan sosok seorang pria yang tengah duduk sendiri di ruang tunggu. Orang itu langsung berdiri dan menghampiri kami. Ia lalu berpelukan dengan suamiku. Saling melepas rindu. Aku memperhatikan mereka. Ayah mertuaku masih nampak muda diumurnya menjelang akhir 50-an, meski kulihat ada beberapa helai uban di rambutnya. Tubuhnya yang tinggi besar, dengan kulit gelap masih tegap dan berotot. Kelihatannya ia tidak pernah meninggalkan kebiasaannya berolah raga sejak dulu.
Beliau berasal dari belahan Indonesia Timur dan sebelum pensiun ayah mertua adalah seorang perwira angkatan darat.
“Hei nak Novi. Apa khabar…!”, sapa ayah mertua padaku ketika selesai berpelukan dengan suamiku. “Ayah, apa kabar? Sehat-sehat saja kan? Bagaimana keadaan Ibu di Amerika..?” balasku. “Oh…Ibu baik-baik saja. Beliau nggak bisa ikut, karena kakinya agak sakit, mungkin keseleo….” “Ayo kita ke rumah”, kata suamiku kemudian. Sejak adanya ayah di rumah, ada perubahan yang cukup berarti dalam kehidupan kami. Sekarang suasana di rumah lebih hangat, penuh canda dan gelak tawa. Ayah mertuaku orangnya memang pandai membawa diri, pandai mengambil hati orang. Dengan adanya ayah mertua, suamiku jadi lebih betah di rumah.
Ngobrol bersama, jalan-jalan bersama. Akan tetapi pada hari-hari tertentu, tetap saja pekerjaan kantornya menyita waktunya sampai malam, sehingga dia baru sampai kerumah di atas jam 10 malam. Hal ini biasanya pada hari-hari Senin setiap minggu. Sampai terjadilah peristiwa ini pada hari Senin ketiga sejak kedatangan ayah mertua dari Amerika.Sore itu aku habis senam seperti biasanya. Memang sejak sebulan setelah melahirkan, aku mulai giat lagi bersenam kembali, karena memang sebelum hamil aku termasuk salah seorang yang amat giat melakukan senam dan itu biasanya kulakukan pada sore hari. Setelah merasa cukup kuat lagi, sekarang aku mulai bersenam lagi, disamping untuk melemaskan tubuh, juga kuharapkan tubuhku bisa cepat kembali ke bentuk semula yang langsing, karena memang postur tubuhku termasuk tinggi kurus akan tetapi padat. Setelah mandi aku langsung makan dan kemudian meneteki si kecil di kamar. Mungkin karena badan terasa penat dan pegal sehabis senam, aku jadi mengantuk dan setelah si kecil kenyang dan tidur, aku menidurkan si kecil di box tempat tidurnya. Kemudian aku berbaring di tempat tidur. Saking sudah sangat mengantuk, tanpa terasa aku langsung tertidur.
Bahkan aku pun lupa mengunci pintu kamar. Setengah bermimpi, aku merasakan tubuhku begitu nyaman. Rasa penat dan pegal-pegal tadi seperti berangsur hilang… Bahkan aku merasakan tubuhku bereaksi aneh.
Rasa nyaman sedikit demi sedikit berubah menjadi sesuatu yang membuatku melayang-layang. Aku seperti dibuai oleh hembusan angin semilir yang menerpa bagian-bagian peka di tubuhku. Tanpa sadar aku menggeliat merasakan semua ini sambil melenguh perlahan.
Dalam tidurku, aku bermimpi suamiku sedang membelai-belai tubuhku dan kerena memang telah cukup lama kami tidak berhubungan badan, sejak kandunganku berumur 8 bulan, yang berarti sudah hampir 3 bulan lamanya, maka terasa suamiku sangat agresif menjelajahi bagian-bagian sensitif dari sudut tubuhku. Tiba-tiba aku sadar dari tidurku… tapi kayaknya mimpiku masih terus berlanjut. Malah belaian, sentuhan serta remasan suamiku ke tubuhku makin terasa nyata. Kemudian aku mengira ini perbuatan suamiku yang telah kembali dari kantor. Ketika aku membuka mataku, terlihat cahaya terang masih memancar masuk dari lobang angin dikamarku, yang berarti hari masih sore. Lagian ini kan hari Senin, seharusnya dia baru pulang agak malam, jadi siapa ini yang sedang mencumbuku
… Aku segera terbangun dan membuka mataku lebar-lebar.
Hampir saja aku menjerit sekuat tenaga begitu melihat orang yang sedang menggeluti tubuhku. Ternyata…
dia adalah mertuaku sendiri. Melihat aku terbangun, mertuaku sambil tersenyum, terus saja melanjutkan kegiatannya menciumi betisku. Sementara dasterku sudah terangkat tinggi-tinggi hingga memperlihatkan seluruh pahaku yang putih mulus. “Yah…!! Stop….jangan…. Yaaahhhh…!!?” jeritku dengan suara tertahan karena takut terdengar oleh Si Inah pembantuku. “Nov, maafkan Bapak…. Kamu jangan marah seperti itu dong, sayang….!!” Ia malah berkata seperti itu, bukannya malu didamprat olehku. “Ayah nggak boleh begitu, cepat keluar, saya mohon….!!”, pintaku menghiba, karena kulihat tatapan mata mertuaku demikian liar sambil tangannya tak berhenti menggerayang ke sekujur tubuhku. Aku mencoba menggeliat bangun dan buru-buru menurunkan daster untuk menutupi pahaku dan beringsut-ingsut menjauhinya dan mepet ke ujung ranjang. Akan tetapi mertuaku makin mendesak maju menghampiriku dan duduk persis di sampingku. Tubuhnya mepet kepadaku. Aku semakin ketakutan.
“Nov… Kamu nggak kasihan melihat Bapak seperti ini? Ayolah, Bapak kan sudah lama merindukan untuk bisa menikmati badan Novi yang langsing padat ini….!!!!”, desaknya. “Jangan berbicara begitu. Ingat Yah… aku kan menantumu…. istri Toni anakmu?”, jawabku mencoba menyadarinya. “Jangan menyebut-nyebut si Toni saat ini, Bapak tahu Toni belum lagi menggauli nak Novi, sejak nak Novi habis melahirkan… Benar-benar keterlaluan tu anak….!!, lanjutnya. Rupanya entah dengan cara bagaimana dia bisa memancing hubungan kita suami istri dari Toni. Ooooh…. benar-benar bodoh si Toni, batinku, nggak tahu kelakuan Bapaknya. Mertuaku sambil terus mendesakku berkata bahwa ia telah berhubungan dengan banyak wanita lain selain ibu mertua dan dia tak pernah mendapatkan wanita yang mempunyai tubuh yang semenarik seperti tubuhku ini. Aku setengah tak percaya mendengar omongannya. Ia hanya mencoba merayuku dengan rayuan murahan dan menganggap aku akan merasa tersanjung. Aku mencoba menghindar… tapi sudah tidak ada lagi ruang gerak bagiku di sudut tempat tidur.
Ketika kutatap wajahnya, aku melihat mimik mukanya yang nampaknya makin hitam karena telah dipenuhi nafsu birahi.
Lalu seketika ia menerkam ku dan membuka baju daster ku hingga terlihatlah buah dadaku.
Aku berontak namun trnaga kubtak cukup kuat.. Perlahan ia mendekatkan muka nya ke arah dadaku yg ranum karna baru melahirkan.. Lalu sampailah lidahnya lgsg kearah putingku.. "Ayaahh, sudah..!! Teriak ku.. Namun bukan nya berhenti ia malah mengaktifkan tgan nya yg satu lagi untuk meremas kemaluanku.. Namun ia terus meminum susu ku yg bnyak kluar airnya.,, Seketika aq terhenyak namun pikiran sadarku timbul..
Aku mulai berpikir bagaimana caranya untuk menurunkan hasrat birahi mertuaku yang kelihatan sudah menggebu-gebu. Melihat caranya, aku sadar mertuaku akan berbuat apa pun agar maksudnya kesampaian. Kemudian terlintas dalam pikiranku untuk mengocok kemaluannya saja, sehingga nafsunya bisa tersalurkan tanpa harus memperkosa aku. Akhirnya dengan terbata-bata aku ungkapkan kepadanya.. . “Yahh… Stoopp,, yaahh,, biar Novi mengocok Ayah saja ya… karena Novi nggak mau ayah menyetubuhi Novi… Gimana…?” Mertuaku diam dan tampak berpikir sejenak. Raut mukanya kelihatan sedikit kecewa namun bercampur sedikit lega karena aku masih mau bernegosiasi. “Baiklah..”, kata mertuaku seakan tidak punya pilihan lain karena aku ngotot tak akan memberikan apa yang dimintanya. Mungkin inilah kesalahanku. Aku terlalu yakin bahwa jalan keluar ini akan meredam keganasannya. Kupikir biasanya lelaki kalau sudah tersalurkan pasti akan surut nafsunya untuk kemudian tertidur. Aku lalu menarik celana pendeknya...Ugh! Sialan, ternyata dia sudah tidak memakai celana dalam lagi. Begitu celananya kutarik, batangnya langsung melonjak berdiri seperti ada pernya. Aku sangat kaget dan terkesima melihat batang kemaluan mertuaku itu…
. Oooohhhh…… benar-benar panjang dan besar. Jauh lebih besar daripada punya Toni suamiku. Mana hitam lagi, dengan kepalanya yang mengkilap bulat besar sangat tegang berdiri dengan gagah perkasa, padahal usianya sudah tidak muda lagi. Tanganku bergerak canggung. Bagaimananpun baru kali ini aku memegang kontol orang selain milik suamiku, mana sangat besar lagi sehingga hampir tak bisa muat dalam tanganku. Perlahan-lahan tanganku menggenggam batangnya. Kudengar lenguhan nikmat keluar dari mulutnya seraya menyebut namaku. “Ooooohhh…..sssshhhh…..Noviii…eee..eeena aak. .. betulll..!!!” Aku mendongak melirik kepadanya. Nampak wajah mertuaku meringis menahan remasan lembut tanganku pada batangnya. Aku mulai bergerak turun naik menyusuri batangnya yang besar panjang dan teramat keras itu.
Sekali-sekali ujung telunjukku mengusap moncongnya yang sudah licin oleh cairan yang meleleh dari liangnya. Kudengar mertuaku kembali melenguh merasakan ngilu akibat usapanku. Aku tahu dia sudah sangat bernafsu sekali dan mungkin dalam beberapa kali kocokan ia akan menyemburkan air maninya. Sebentar lagi tentu akan segera selesai sudah, pikirku mulai tenang. Dua menit, tiga…
sampai lima menit berikutnya mertuaku masih bertahan meski kocokanku sudah semakin cepat. Kurasakan tangan mertuaku menggerayangi ke arah dadaku. Aku kembali mengingatkan agar jangan berbuat macam-macam. “Nggak apa-apa …..biar cepet keluar..”, kata mertuaku memberi alasan. Aku tidak mengiyakan dan juga tidak menepisnya karena kupikir ada benarnya juga. Biar cepat selesai, kataku dalam hati.
Mertuaku tersenyum melihatku tidak melarangnya lagi. Ia dengan lembut dan hati-hati mulai meremas-remas kedua payudara di balik dasterku. Aku memang tidak mengenakan kutang kerena habis menyusui si kecil tadi. Jadi remasan tangan mertua langsung terasa karena kain daster itu sangat tipis.
Sebagai wanita normal, aku merasakan kenikmatan juga atas remasan ini. Apalagi tanganku masih menggenggam batangnya dengan erat, setidaknya aku mulai terpengaruh oleh keadaan ini. Meski dalam hati aku sudah bertekad untuk menahan diri dan melakukan semua ini demi kebaikan diriku juga. Karena tentunya setelah ini selesai dia tidak akan berbuat lebih jauh lagi padaku. “Novi sayang.., buka ya? Sedikit aja..”, pinta mertuaku kemudian. “Jangan Yah. Tadi kan sudah janji nggak akan macam-macam..”, ujarku mengingatkan. “Sedikit aja. Ya?” desaknya lagi seraya menggeser tali daster dari pundakku sehingga bagian atas tubuhku terbuka. Aku jadi gamang dan serba salah. Sementara bagian dada hingga ke pinggang sudah telanjang. Nafas mertuaku semakin memburu kencang melihatku setengah telanjang. “Oh.., Novii kamu benar-benar cantik sekali….!!!”, pujinya sambil memilin-milin dengan hati-hati puting susuku, yang mulai basah dengan air susu. Aku terperangah. Situasi sudah mulai mengarah pada hal yang tidak kuinginkan. Aku harus bertindak cepat.
Tanpa pikir panjang, langsung kumasukkan batang kemaluan mertuaku ke dalam mulutku dan mengulumnya sebisa mungkin agar ia cepat-cepat selesai dan tidak berlanjut lebih jauh lagi. Aku sudah tidak mempedulikan perbuatan mertuaku pada tubuhku.
Aku biarkan tangannya dengan leluasa menggerayang ke sekujur tubuhku, bahkan ketika kurasakan tangannya mulai mengelus-elus bagian kemaluanku pun aku tak berusaha mencegahnya.
Aku lebih berkonsentrasi untuk segera menyelesaikan semua ini secepatnya. Jilatan dan kulumanku pada batang kontolnya semakin mengganas sampai-sampai mertuaku terengah-engah merasakan kelihaian permainan mulutku. Aku tambah bersemangat dan semakin yakin dengan kemampuanku untuk membuatnya segera selesai.
Keyakinanku ini ternyata berakibat fatal bagiku. Sudah hampir setengah jam, aku belum melihat tanda-tanda apapun dari mertuaku. Aku jadi penasaran, sekaligus merasa tertantang. Suamiku pun yang sudah terbiasa denganku, bila sudah kukeluarkan kemampuan seperti ini pasti takkan bertahan lama. Tapi kenapa dengan mertuaku ini? Apa ia memakai obat kuat?
Saking penasarannya, aku jadi kurang memperhatikan perbuatan mertuaku padaku.
Entah sejak kapan daster tidurku sudah terlepas dari tubuhku. Aku baru sadar ketika mertuaku berusaha menarik celana dalamku dan itu pun terlambat! Begitu menengok ke bawah, celana itu baru saja terlepas dari ujung kakiku. Aku sudah telanjang bulat! Ya ampun, kenapa kubiarkan semua ini terjadi. Aku menyesal kenapa memulainya. Ternyata kejadiannya tidak seperti yang kurencanakan. Aku terlalu sombong dengan keyakinanku. Kini semuanya sudah terlambat. Berantakan semuanya! Pekikku dalam hati penuh penyesalan. Situasi semakin tak terkendali. Lagi-lagi aku kecolongan. Mertuaku dengan lihainya dan tanpa kusadari sudah membalikkan tubuhku hingga berlawanan dengan posisi tubuhnya. Kepalaku berada di bawahnya sementara kepalanya berada di bawahku. Kami sudah berada dalam posisi enam sembilan! Tak lama kemudian kurasakan sentuhan lembut di seputar selangkanganku. Tubuhku langsung bereaksi dan tanpa sadar aku menjerit lirih. Suka tidak suka, mau tidak mau, kurasakan kenikmatan cumbuan mertuaku di sekitar itu.
Akh luar biasa! Aku menjerit dalam hati sambil menyesali diri. Aku marah pada diriku sendiri, terutama pada tubuhku sendiri yang sudah tidak mau mengikuti perintah pikiran sehatku. Tubuhku meliuk-liuk mengikuti irama permainan lidah mertuaku. Kedua pahaku mengempit kepalanya seolah ingin membenamkan wajah itu ke dalam selangkanganku. Kuakui ia memang pandai membuat birahiku memuncak. Kini aku sudah lupa dengan siasat semula. Aku sudah terbawa arus. Aku malah ingin mengimbangi permainannya. Mulutku bermain dengan lincah. Batangnya kukempit dengan buah dadaku yang membusung penuh dan kenyal. Maklum, masih menyusui. Sementara kontol itu bergerak di antara buah dadaku, mulutku tak pernah lepas mengulumnya. Tanpa kusadari kami saling mencumbu bagian vital masing-masing selama lima belas menit. Aku semakin yakin kalau mertuaku memakai obat kuat. Ia sama sekali belum memperlihatkan tanda-tanda akan keluar, sementara aku sudah mulai merasakan desiran-desiran kuat bergerak cepat ke arah pusat kewanitaanku. Jilatan dan hisapan mulut mertuaku benar-benar membuatku tak berdaya.
Aku semakin tak terkendali. Pinggulku meliuk-liuk liar. Tubuhku mengejang, seluruh aliran darah serasa terhenti dan aku tak kuasa untuk menahan desakan kuat gelombang lahar panas yang mengalir begitu cepat. “Oooohhhhh…….aaaa….aaaaa……aaauugghhh hhhh hh..!!!!!” aku menjerit lirih begitu aliran itu mendobrak pertahananku. Kurasakan cairan kewanitaanku menyembur tak tertahankan. Tubuhku menggelepar seperti ikan terlempar ke darat merasakan kenikmatan ini. Aku terkulai lemas sementara batang kontol mertuaku masih berada dalam genggamanku dan masih mengacung dengan gagahnya, bahkan terasa makin kencang saja. Aku mengeluh karena tak punya pilihan lain. Sudah kepalang basah. Aku sudah tidak mempunyai cukup tenaga lagi untuk mempertahankan kehormatanku, aku hanya tergolek lemah tak berdaya saat mertuaku mulai menindih tubuhku. Dengan lembut ia mengusap wajahku dan berkata betapa cantiknya aku sekarang ini. “Noviii…..kau sungguh cantik. Tubuhmu indah dan langsing tapi padat berisi.., mmpphh..!!!”, katanya sambil menciumi bibirku, mencoba membuka bibirku dengan lidahnya.
Aku seakan terpesona oleh pujiannya. Cumbu rayunya begitu menggairahkanku. Aku diperlakukan bagai sebuah porselen yang mudah pecah. Begitu lembut dan hati-hati. Hatiku entah mengapa semakin melambung tinggi mendengar semua kekagumannya terhadap tubuhku. Wajahku yang cantik, tubuhku yang indah dan berisi. Payudaraku yang membusung penuh dan menggantung indah di dada. Permukaan agak menggembung, pinggul yang membulat padat berisi menyambung dengan buah pantatku yang `bahenol’. Diwajah mertuaku kulihat memperlihatkan ekspresi kekaguman yang tak terhingga saat matanya menatap nanar ke arah lembah bukit di sekitar selangkanganku yang baru numbuh bulu-bulu hitam pendek, dengan warna kultiku yang putih mulus. Kurasakan tangannya mengelus paha bagian dalam. Aku mendesis dan tanpa sadar membuka kedua kakiku yang tadinya merapat. Mertuaku menempatkan diri di antara kedua kakiku yang terbuka lebar. Kurasakan kepala kontolnya yang besar ditempelkan pada bibir kemaluanku. Digesek-gesek, mulai dari atas sampai ke bawah. Naik turun.
Aku merasa ngilu bercampur geli dan nikmat.
Cairan yang masih tersisa di sekitar itu membuat gesekannya semakin lancar karena licin. Aku terengah-engah merasakannya. Kelihatannya ia sengaja melakukan itu. Apalagi saat moncong kontolnya itu menggesek-gesek kelentitku yang sudah menegang. Mertuaku menatap tajam melihat reaksiku. Aku balas menatap seolah memintanya untuk segera memasuki diriku secepatnya. Ia tahu persis apa yang kurasakan saat itu. Namun kelihatannya ia ingin melihatku menderita oleh siksaan nafsuku sendiri. Kuakui memang aku sudah tak tahan untuk segera menikmati batang kontolnya dalam memekku. Aku ingin segera membuatnya `KO’. Terus terang aku sangat penasaran dengan keperkasaannya. Kuingin buktikan bahwa aku bisa membuatnya cepat-cepat mencapai puncak kenikmatan. “Yah..?” panggilku menghiba. “Apa sayang…”, jawabnya seraya tersenyum melihatku tersiksa. “Cepetan..yaaahhhhh…….!!!” “Sabar sayang. Kamu ingin Bapak berbuat apa…….?” tanyanya pura-pura tak mengerti.
Aku tak menjawab. Tentu saja aku malu mengatakannya secara terbuka apa keinginanku saat itu. Namun mertuaku sepertinya ingin mendengarnya langsung dari bibirku. Ia sengaja mengulur-ulur dengan hanya menggesek-gesekan kontolnya. Sementara aku benar-benar sudah tak tahan lagi mengekang birahiku. “Novii….iiii… iiiingiiinnnn aaa…aaayahhhh….se….se.. seeegeeeraaaa ma… masukin..!!!”, kataku terbata-bata dengan terpaksa. Aku sebenarnya sangat malu mengatakan ini. Aku yang tadi begitu ngotot tidak akan memberikan tubuhku padanya, kini malah meminta-minta. Perempuan macam apa aku ini!? “Apanya yang dimasukin…….!!”, tanyanya lagi seperti mengejek. “Aaaaaaggggkkkkkhhhhh…..ya…yaaaahhhh. Ja…..ja….Jaaangan siksa Noviiii..!!!” “Bapak tidak bermaksud menyiksa kamu sayang……!!” “Oooooohhhhhh.., Yaaaahhhh… Noviii ingin dimasukin kontol ayah ke dalam memek Novi…… uugghhhh..!!!”
Aku kali ini sudah tak malu-malu lagi mengatakannya dengan vulgar saking tak tahannya menanggung gelombang birahi yang menggebu-gebu.
Aku merasa seperti wanita jalang yang haus seks. Aku hampir tak percaya mendengar ucapan itu keluar dari bibirku sendiri. Tapi apa mau dikata, memang aku sangat menginginkannya segera. “Baiklah sayang. Tapi pelan-pelan ya”, kata mertuaku dengan penuh kemenangan telah berhasil menaklukan diriku. “Uugghh..”, aku melenguh merasakan desakan batang kontolnya yang besar itu. Aku menunggu cukup lama gerakan kontol mertuaku memasuki diriku. Serasa tak sampai-sampai. Selain besar, kontol mertuaku sangat panjang juga. Aku sampai menahan nafas saat batangnya terasa mentok di dalam. Rasanya sampai ke ulu hati. Aku baru bernafas lega ketika seluruh batangnya amblas di dalam. Mertuaku mulai menggerakkan pinggulnya perlahan-lahan. Satu, dua dan tiga tusukan mulai berjalan lancar. Semakin membanjirnya cairan dalam liang memekku membuat kontol mertuaku keluar masuk dengan lancarnya.
Aku mengimbangi dengan gerakan pinggulku. Meliuk perlahan. Naik turun mengikuti irama tusukannya. Gerakan kami semakin lama semakin meningkat cepat dan bertambah liar. Gerakanku sudah tidak beraturan karena yang penting bagiku tusukan itu mencapai bagian-bagian peka di dalam relung kewanitaanku. Dia tahu persis apa yang kuinginkan.
Ia bisa mengarahkan batangnya dengan tepat ke sasaran. Aku bagaikan berada di awang-awang merasakan kenikmatan yang luar biasa ini. Batang mertuaku menjejal penuh seluruh isi liangku, tak ada sedikitpun ruang yang tersisa hingga gesekan batang itu sangat terasa di seluruh dinding vaginaku. “Aduuhh.. auuffhh.., nngghh..!!!”, aku merintih, melenguh dan mengerang merasakan semua kenikmatan ini. Kembali aku mengakui keperkasaan dan kelihaian mertuaku di atas ranjang. Ia begitu hebat, jantan dan entah apalagi sebutan yang pantas kuberikan padanya. Toni suamiku tidak ada apa-apanya dibandingkan ayahnya yang bejat ini. Yang pasti aku merasakan kepuasan tak terhingga bercinta dengannya meski kusadari perbuatan ini sangat terlarang dan akan mengakibatkan permasalahan besar nantinya. Tetapi saat itu aku sudah tak perduli dan takkan menyesali kenikmatan yang kualami. Mertuaku bergerak semakin cepat. Kontolnya bertubi-tubi menusuk daerah-daerah sensitive. Aku meregang tak kuasa menahan desiran-desiran yang mulai berdatangan seperti gelombang mendobrak pertahananku.
Sementara mertuaku dengan gagahnya masih mengayunkan pinggulnya naik turun, ke kiri dan ke kanan. Eranganku semakin keras terdengar seiring dengan gelombang dahsyat yang semakin mendekati puncaknya. Melihat reaksiku, mertuaku mempercepat gerakannya. Batang kontolnya yang besar dan panjang itu keluar masuk dengan cepatnya seakan tak memperdulikan liangku yang sempit itu akan terkoyak akibatnya. Kulihat tubuh mertuaku sudah basah bermandikan keringat. Aku pun demikian. Tubuhku yang berkeringat nampak mengkilat terkena sinar lampu kamar. Aku mencoba meraih tubuh mertuaku untuk mendekapnya. Dan disaat-saat kritis, aku berhasil memeluknya dengan erat. Kurengkuh seluruh tubuhnya sehingga menindih tubuhku dengan erat. Kurasakan tonjolan otot-ototnya yang masih keras dan pejal di sekujur tubuhku. Kubenamkan wajahku di samping bahunya. Pinggul kuangkat tinggi-tinggi sementara kedua tanganku menggapai buah pantatnya dan menarik kuat-kuat. Kurasakan semburan demi semburan memancar kencang dari dalam diriku. Aku meregang seperti ayam yang baru dipotong.
Tubuhku mengejang-ngejang di atas puncak kenikmatan yang kualami untuk kedua kalinya saat itu. “Yaaaah.., ooooohhhhhhh.., Yaaaahhhhh..eeee…eeennnaaaakkkkkkkk…!!!” Hanya itu yang bisa keluar dari mulutku saking dahsyatnya kenikmatan yang kualami bersamanya. “Sayang nikmatilah semua ini. Bapak ingin kamu dapat merasakan kepuasan yang sesungguhnya belum pernah kamu alami….”, bisik ayah dengan mesranya. “Bapak sayang padamu, Bapak cinta padamu…. Bapak ingin melampiaskan kerinduan yang menyesak selama ini..”, lanjutnya tak henti-henti membisikan untaian kata-kata indah yang terdengar begitu romantis. Aku mendengarnya dengan perasaan tak menentu. Kenapa ini datangnya dari lelaki yang bukan semestinya kusayangi. Mengapa kenikmatan ini kualami bersama mertuaku sendiri, bukan dari anaknya yang menjadi suamiku…????. Tanpa terasa air mata menitik jatuh ke pipi. Mertuaku terkejut melihat ini. Ia nampak begitu khawatir melihatku menangis. “Novi sayang, kenapa menangis?” bisiknya buru-buru.
“Maafkan Bapak kalau telah membuatmu menderita..”, lanjutnya seraya memeluk dan mengelus-elus rambutku dengan penuh kasih sayang. Aku semakin sedih merasakan ini. Tetapi ini bukan hanya salahnya. Aku pun berandil besar dalam kesalahan ini. Aku tidak bisa menyalahkannya saja. Aku harus jujur dan adil menyikapinya. “Bapak tidak salah. Novi yang salah..”, kataku kemudian. “Tidak sayang. Bapak yang salah…”, katanya besikeras. “Kita, Yah. Kita sama-sama salah”, kataku sekaligus memintanya untuk tidak memperdebatkan masalah ini lagi. “Terima kasih sayang”, kata mertuaku seraya menciumi wajah dan bibirku. Kurasakan ciumannya di bibirku berhasil membangkitkan kembali gairahku. Aku masih penasaran dengannya. Sampai saat ini mertuaku belum juga mencapai puncaknya. Aku seperti mempunyai utang yang belum terbayar. Kali ini aku bertekad keras untuk membuatnya mengalami kenikmatan seperti apa yang telah ia berikan kepadaku. Aku tak sadar kenapa diriku jadi begitu antusias untuk melakukannya dengan sepenuh hati.
Biarlah terjadi seperti ini, toh mertuaku tidak akan selamanya berada di sini. Ia harus pulang ke Amerika. Aku berjanji pada diriku sendiri, ini merupakan yang terakhir kalinya. Timbulnya pikiran ini membuatku semakin bergairah. Apalagi sejak tadi mertuaku terus-terusan menggerakan kontolnya di dalam memekku. Tiba-tiba saja aku jadi beringas. Kudorong tubuh mertuaku hingga terlentang. Aku langsung menindihnya dan menicumi wajah, bibir dan sekujur tubuhnya. Kembali kuselomoti batang kontolnya yang tegak bagai tiang pancang beton itu. Lidahku menjilat-jilat, mulutku mengemut-emut. Tanganku mengocok-ngocok batangnya. Kulirik kewajah mertuaku kelihatannya menyukai perubahanku ini. Belum sempat ia akan mengucapkan sesuatu, aku langsung berjongkok dengan kedua kaki bertumpu pada lutut dan masing-masing berada di samping kiri dan kanan tubuh mertuaku. Selangkanganku berada persis di atas batangnya. “Akh sayang!” pekik mertuaku tertahan ketika batangnya kubimbing memasuki liang memekku. Tubuhku turun perlahan-lahan, menelan habis seluruh batangnya.
Selanjutnya aku bergerak seperti sedang menunggang kuda. Tubuhku melonjak-lonjak seperti kuda binal yang sedang birahi.
Aku tak ubahnya seperti pelacur yang sedang memberikan kepuasan kepada hidung belang. Tetapi aku tak perduli. Aku terus berpacu. Pinggulku bergerak turun naik, sambil sekali-sekali meliuk seperti ular. Gerakan pinggulku persis seperti penyanyi dangdut dengan gaya ngebor, ngecor, patah-patah, bergetar dan entah gaya apalagi. Pokoknya malam itu aku mengeluarkan semua jurus yang kumiliki dan khusus kupersembahkan kepada ayah mertuaku sendiri! “Ooohh… oohhhh… oooouugghh.. Noviiiii.., luar biasa…..!!!” jerit mertuaku merasakan hebatnya permainanku. Pinggulku mengaduk-aduk lincah, mengulek liar tanpa henti. Tangan mertuaku mencengkeram kedua buah dadaku, diremas dan dipilin-pilin, sehingga air susuku keluar jatuh membasahi dadanya. Ia lalu bangkit setengah duduk. Wajahnya dibenamkan ke atas dadaku. Menjilat-jilat seluruh permukaan dadaku yang berlumuran air susuku dan akhirnya menciumi putting susuku. Menghisapnya kuat-kuat sambil meremas-remas menyedot air susuku sebanyak-banyaknya.
Kami berdua saling berlomba memberi kepuasan. Kami tidak lagi merasakan dinginnya udara meski kamarku menggunakan AC. Tubuh kami bersimbah peluh, membuat tubuh kami jadi lengket satu sama lain. Aku berkutat mengaduk-aduk pinggulku. Mertuaku menggoyangkan pantatnya. Kurasakan tusukan kontolnya semakin cepat seiring dengan liukan pinggulku yang tak kalah cepatnya. Permain kami semakin meningkat dahsyat. Sprei ranjangku sudah tak karuan bentuknya, selimut dan bantal serta guling terlempar berserakan di lantai akibat pergulatan kami yang bertambah liar dan tak terkendali. Kurasakan mertuaku mulai memperlihatkan tanda-tanda. Aku semakin bersemangat memacu pinggulku untuk bergoyang. Mungkin goyangan pinggulku akan membuat iri para penyanyi dangdut saat ini. Tak selang beberapa detik kemudian, aku pun merasakan desakan yang sama. Aku tak ingin terkalahkan kali ini. Kuingin ia pun merasakannya. Tekadku semakin kuat. Aku terus memacu sambil menjerit-jerit histeris. Aku sudah tak perduli suaraku akan terdengar kemana-mana. Kali ini aku harus menang! Upayaku ternyata tidak percuma.
Kurasakan tubuh mertuaku mulai mengejang-ngejang. Ia mengerang panjang. Menggeram seperti harimau terluka. Aku pun merintih persis kuda betina binal yang sedang birahi. “Eerrgghh.. ooooo….ooooooo…..oooooouugghhhhhh..!!!!” mertuaku berteriak panjang. Tubuhnya menghentak-hentak liar. Tubuhku terbawa goncangannya. Aku memeluknya erat-erat agar jangan sampai terpental oleh goncangannya. Mendadak aku merasakan semburan dahsyat menyirami seluruh relung vaginaku. Semprotannya begitu kuat dan banyak membanjiri liangku. Akupun rasanya tidak kuat lagi menahan desakan dalam diriku. Sambil mendesakan pinggulku kuat-kuat, aku berteriak panjang saat mencapai puncak kenikmatan berbarengan dengan ayah mertuaku. Tubuh kami bergulingan di atas ranjang sambil berpelukan erat. Saking dahsyatnya, tubuh kami terjatuh dari ranjang. Untunglah ranjang itu tidak terlalu tinggi dan permukaan lantainya tertutup permadani tebal yang empuk sehingga kami tidak sampai terkilir atau terluka. “Oooooogggghhhhhhh.. yaahh..,nik….nikkkk nikmaatthh…. yaaahhhh..!!!!” jeritku tak tertahankan.
Tulang-tulangku serasa lolos dari persendiannya. Tubuhku lunglai, lemas tak bertenaga terkuras habis dalam pergulatan yang ternyata memakan waktu lebih dari 2 jam! Gila! Jeritku dalam hati. Belum pernah rasanya aku bercinta sampai sedemikian lamanya. Aku hanya bisa memeluknya menikmati sisa-sisa kepuasan. Perasaanku tiba-tiba terusik. Sepertinya aku mendengar sesuatu dari luar pintu kamar, kayaknya si Inah…. Karena mendengar suara ribut-ribut dari kamar, rupanya ia datang untuk mengintip…. tapi aku sudah terlalu lelah untuk memperhatikannya dan akhirnya tertidur dalam pelukan mertuaku, melupakan semua konsekuensi dari peristiwa di sore ini di kemudian harUsiaku telah menginjak kepala tiga. Sudah menikah setahun lebih dan baru mempunyai seorang bayi laki-laki. Suamiku berusia hanya lebih tua satu tahun dariku. Kehidupan kami dapat dikatakan sangat bahagia. Memang kami berdua kawin dalam umur agak terlambat sudah diatas 30 tahun. Selewat 40 hari dari melahirkan, suamiku masih takut untuk berhubungan seks. Mungkin dia masih teringat pada waktu aku menjerit-jerit pada saat melahirkan, memang dia juga turut masuk ke ruang persalinan mendampingi saya waktu melahirkan. Di samping itu aku memang juga sibuk benar dengan si kecil, baik siang maupun malam hari. Si kecil sering bangun malam-malam, nangis dan aku harus menyusuinya sampai dia tidur kembali. Sementara suamiku semakin sibuk saja di kantor, maklum dia bekerja di sebuah kantor Bank Pemerintah di bagian Teknologi, jadi pulangnya sering terlambat. Keadaan ini berlangsung dari hari ke hari, hingga suatu saat terjadi hal baru yang mewarnai kehidupan kami, khususnya kehidupan pribadiku sendiri.Ketika itu kami mendapat kabar bahwa ayah mertuaku yang berada di Amerika bermaksud datang ke tempat kami. Memang selama ini kedua mertuaku tinggal di Amerika bersama dengan anak perempuan mereka yang menikah dengan orang sana. Dia datang kali ini ke Indonesia sendiri untuk menyelesaikan sesuatu urusan. Ibu mertua nggak bisa ikut karena katanya kakinya sakit. Ketika sampai waktu kedatangannya, kami menjemput di airport, suamiku langsung mencari-cari ayahnya. Suamiku langsung berteriak gembira ketika menemukan sosok seorang pria yang tengah duduk sendiri di ruang tunggu. Orang itu langsung berdiri dan menghampiri kami. Ia lalu berpelukan dengan suamiku. Saling melepas rindu. Aku memperhatikan mereka. Ayah mertuaku masih nampak muda diumurnya menjelang akhir 50-an, meski kulihat ada beberapa helai uban di rambutnya. Tubuhnya yang tinggi besar, dengan kulit gelap masih tegap dan berotot. Kelihatannya ia tidak pernah meninggalkan kebiasaannya berolah raga sejak dulu.Beliau berasal dari belahan Indonesia Timur dan sebelum pensiun ayah mertua adalah seorang perwira angkatan darat.“Hei nak Novi. Apa khabar…!”, sapa ayah mertua padaku ketika selesai berpelukan dengan suamiku. “Ayah, apa kabar? Sehat-sehat saja kan? Bagaimana keadaan Ibu di Amerika..?” balasku. “Oh…Ibu baik-baik saja. Beliau nggak bisa ikut, karena kakinya agak sakit, mungkin keseleo….” “Ayo kita ke rumah”, kata suamiku kemudian. Sejak adanya ayah di rumah, ada perubahan yang cukup berarti dalam kehidupan kami. Sekarang suasana di rumah lebih hangat, penuh canda dan gelak tawa. Ayah mertuaku orangnya memang pandai membawa diri, pandai mengambil hati orang. Dengan adanya ayah mertua, suamiku jadi lebih betah di rumah.Ngobrol bersama, jalan-jalan bersama. Akan tetapi pada hari-hari tertentu, tetap saja pekerjaan kantornya menyita waktunya sampai malam, sehingga dia baru sampai kerumah di atas jam 10 malam. Hal ini biasanya pada hari-hari Senin setiap minggu. Sampai terjadilah peristiwa ini pada hari Senin ketiga sejak kedatangan ayah mertua dari Amerika.Sore itu aku habis senam seperti biasanya. Memang sejak sebulan setelah melahirkan, aku mulai giat lagi bersenam kembali, karena memang sebelum hamil aku termasuk salah seorang yang amat giat melakukan senam dan itu biasanya kulakukan pada sore hari. Setelah merasa cukup kuat lagi, sekarang aku mulai bersenam lagi, disamping untuk melemaskan tubuh, juga kuharapkan tubuhku bisa cepat kembali ke bentuk semula yang langsing, karena memang postur tubuhku termasuk tinggi kurus akan tetapi padat. Setelah mandi aku langsung makan dan kemudian meneteki si kecil di kamar. Mungkin karena badan terasa penat dan pegal sehabis senam, aku jadi mengantuk dan setelah si kecil kenyang dan tidur, aku menidurkan si kecil di box tempat tidurnya. Kemudian aku berbaring di tempat tidur. Saking sudah sangat mengantuk, tanpa terasa aku langsung tertidur.
Bahkan aku pun lupa mengunci pintu kamar. Setengah bermimpi, aku merasakan tubuhku begitu nyaman. Rasa penat dan pegal-pegal tadi seperti berangsur hilang… Bahkan aku merasakan tubuhku bereaksi aneh.Rasa nyaman sedikit demi sedikit berubah menjadi sesuatu yang membuatku melayang-layang. Aku seperti dibuai oleh hembusan angin semilir yang menerpa bagian-bagian peka di tubuhku. Tanpa sadar aku menggeliat merasakan semua ini sambil melenguh perlahan.
Dalam tidurku, aku bermimpi suamiku sedang membelai-belai tubuhku dan kerena memang telah cukup lama kami tidak berhubungan badan, sejak kandunganku berumur 8 bulan, yang berarti sudah hampir 3 bulan lamanya, maka terasa suamiku sangat agresif menjelajahi bagian-bagian sensitif dari sudut tubuhku. Tiba-tiba aku sadar dari tidurku… tapi kayaknya mimpiku masih terus berlanjut. Malah belaian, sentuhan serta remasan suamiku ke tubuhku makin terasa nyata. Kemudian aku mengira ini perbuatan suamiku yang telah kembali dari kantor. Ketika aku membuka mataku, terlihat cahaya terang masih memancar masuk dari lobang angin dikamarku, yang berarti hari masih sore. Lagian ini kan hari Senin, seharusnya dia baru pulang agak malam, jadi siapa ini yang sedang mencumbuku
… Aku segera terbangun dan membuka mataku lebar-lebar.Hampir saja aku menjerit sekuat tenaga begitu melihat orang yang sedang menggeluti tubuhku. Ternyata…
dia adalah mertuaku sendiri. Melihat aku terbangun, mertuaku sambil tersenyum, terus saja melanjutkan kegiatannya menciumi betisku. Sementara dasterku sudah terangkat tinggi-tinggi hingga memperlihatkan seluruh pahaku yang putih mulus. “Yah…!! Stop….jangan…. Yaaahhhh…!!?” jeritku dengan suara tertahan karena takut terdengar oleh Si Inah pembantuku. “Nov, maafkan Bapak…. Kamu jangan marah seperti itu dong, sayang….!!” Ia malah berkata seperti itu, bukannya malu didamprat olehku. “Ayah nggak boleh begitu, cepat keluar, saya mohon….!!”, pintaku menghiba, karena kulihat tatapan mata mertuaku demikian liar sambil tangannya tak berhenti menggerayang ke sekujur tubuhku. Aku mencoba menggeliat bangun dan buru-buru menurunkan daster untuk menutupi pahaku dan beringsut-ingsut menjauhinya dan mepet ke ujung ranjang. Akan tetapi mertuaku makin mendesak maju menghampiriku dan duduk persis di sampingku. Tubuhnya mepet kepadaku. Aku semakin ketakutan.“Nov… Kamu nggak kasihan melihat Bapak seperti ini? Ayolah, Bapak kan sudah lama merindukan untuk bisa menikmati badan Novi yang langsing padat ini….!!!!”, desaknya. “Jangan berbicara begitu. Ingat Yah… aku kan menantumu…. istri Toni anakmu?”, jawabku mencoba menyadarinya. “Jangan menyebut-nyebut si Toni saat ini, Bapak tahu Toni belum lagi menggauli nak Novi, sejak nak Novi habis melahirkan… Benar-benar keterlaluan tu anak….!!, lanjutnya. Rupanya entah dengan cara bagaimana dia bisa memancing hubungan kita suami istri dari Toni. Ooooh…. benar-benar bodoh si Toni, batinku, nggak tahu kelakuan Bapaknya. Mertuaku sambil terus mendesakku berkata bahwa ia telah berhubungan dengan banyak wanita lain selain ibu mertua dan dia tak pernah mendapatkan wanita yang mempunyai tubuh yang semenarik seperti tubuhku ini. Aku setengah tak percaya mendengar omongannya. Ia hanya mencoba merayuku dengan rayuan murahan dan menganggap aku akan merasa tersanjung. Aku mencoba menghindar… tapi sudah tidak ada lagi ruang gerak bagiku di sudut tempat tidur.Ketika kutatap wajahnya, aku melihat mimik mukanya yang nampaknya makin hitam karena telah dipenuhi nafsu birahi.Lalu seketika ia menerkam ku dan membuka baju daster ku hingga terlihatlah buah dadaku.
Aku berontak namun trnaga kubtak cukup kuat.. Perlahan ia mendekatkan muka nya ke arah dadaku yg ranum karna baru melahirkan.. Lalu sampailah lidahnya lgsg kearah putingku.. "Ayaahh, sudah..!! Teriak ku.. Namun bukan nya berhenti ia malah mengaktifkan tgan nya yg satu lagi untuk meremas kemaluanku.. Namun ia terus meminum susu ku yg bnyak kluar airnya.,, Seketika aq terhenyak namun pikiran sadarku timbul..
Aku mulai berpikir bagaimana caranya untuk menurunkan hasrat birahi mertuaku yang kelihatan sudah menggebu-gebu. Melihat caranya, aku sadar mertuaku akan berbuat apa pun agar maksudnya kesampaian. Kemudian terlintas dalam pikiranku untuk mengocok kemaluannya saja, sehingga nafsunya bisa tersalurkan tanpa harus memperkosa aku. Akhirnya dengan terbata-bata aku ungkapkan kepadanya.. . “Yahh… Stoopp,, yaahh,, biar Novi mengocok Ayah saja ya… karena Novi nggak mau ayah menyetubuhi Novi… Gimana…?” Mertuaku diam dan tampak berpikir sejenak. Raut mukanya kelihatan sedikit kecewa namun bercampur sedikit lega karena aku masih mau bernegosiasi. “Baiklah..”, kata mertuaku seakan tidak punya pilihan lain karena aku ngotot tak akan memberikan apa yang dimintanya. Mungkin inilah kesalahanku. Aku terlalu yakin bahwa jalan keluar ini akan meredam keganasannya. Kupikir biasanya lelaki kalau sudah tersalurkan pasti akan surut nafsunya untuk kemudian tertidur. Aku lalu menarik celana pendeknya...Ugh! Sialan, ternyata dia sudah tidak memakai celana dalam lagi. Begitu celananya kutarik, batangnya langsung melonjak berdiri seperti ada pernya. Aku sangat kaget dan terkesima melihat batang kemaluan mertuaku itu…
. Oooohhhh…… benar-benar panjang dan besar. Jauh lebih besar daripada punya Toni suamiku. Mana hitam lagi, dengan kepalanya yang mengkilap bulat besar sangat tegang berdiri dengan gagah perkasa, padahal usianya sudah tidak muda lagi. Tanganku bergerak canggung. Bagaimananpun baru kali ini aku memegang kontol orang selain milik suamiku, mana sangat besar lagi sehingga hampir tak bisa muat dalam tanganku. Perlahan-lahan tanganku menggenggam batangnya. Kudengar lenguhan nikmat keluar dari mulutnya seraya menyebut namaku. “Ooooohhh…..sssshhhh…..Noviii…eee..eeena aak. .. betulll..!!!” Aku mendongak melirik kepadanya. Nampak wajah mertuaku meringis menahan remasan lembut tanganku pada batangnya. Aku mulai bergerak turun naik menyusuri batangnya yang besar panjang dan teramat keras itu.Sekali-sekali ujung telunjukku mengusap moncongnya yang sudah licin oleh cairan yang meleleh dari liangnya. Kudengar mertuaku kembali melenguh merasakan ngilu akibat usapanku. Aku tahu dia sudah sangat bernafsu sekali dan mungkin dalam beberapa kali kocokan ia akan menyemburkan air maninya. Sebentar lagi tentu akan segera selesai sudah, pikirku mulai tenang. Dua menit, tiga…
sampai lima menit berikutnya mertuaku masih bertahan meski kocokanku sudah semakin cepat. Kurasakan tangan mertuaku menggerayangi ke arah dadaku. Aku kembali mengingatkan agar jangan berbuat macam-macam. “Nggak apa-apa …..biar cepet keluar..”, kata mertuaku memberi alasan. Aku tidak mengiyakan dan juga tidak menepisnya karena kupikir ada benarnya juga. Biar cepat selesai, kataku dalam hati.
Mertuaku tersenyum melihatku tidak melarangnya lagi. Ia dengan lembut dan hati-hati mulai meremas-remas kedua payudara di balik dasterku. Aku memang tidak mengenakan kutang kerena habis menyusui si kecil tadi. Jadi remasan tangan mertua langsung terasa karena kain daster itu sangat tipis.Sebagai wanita normal, aku merasakan kenikmatan juga atas remasan ini. Apalagi tanganku masih menggenggam batangnya dengan erat, setidaknya aku mulai terpengaruh oleh keadaan ini. Meski dalam hati aku sudah bertekad untuk menahan diri dan melakukan semua ini demi kebaikan diriku juga. Karena tentunya setelah ini selesai dia tidak akan berbuat lebih jauh lagi padaku. “Novi sayang.., buka ya? Sedikit aja..”, pinta mertuaku kemudian. “Jangan Yah. Tadi kan sudah janji nggak akan macam-macam..”, ujarku mengingatkan. “Sedikit aja. Ya?” desaknya lagi seraya menggeser tali daster dari pundakku sehingga bagian atas tubuhku terbuka. Aku jadi gamang dan serba salah. Sementara bagian dada hingga ke pinggang sudah telanjang. Nafas mertuaku semakin memburu kencang melihatku setengah telanjang. “Oh.., Novii kamu benar-benar cantik sekali….!!!”, pujinya sambil memilin-milin dengan hati-hati puting susuku, yang mulai basah dengan air susu. Aku terperangah. Situasi sudah mulai mengarah pada hal yang tidak kuinginkan. Aku harus bertindak cepat.Tanpa pikir panjang, langsung kumasukkan batang kemaluan mertuaku ke dalam mulutku dan mengulumnya sebisa mungkin agar ia cepat-cepat selesai dan tidak berlanjut lebih jauh lagi. Aku sudah tidak mempedulikan perbuatan mertuaku pada tubuhku.
Aku biarkan tangannya dengan leluasa menggerayang ke sekujur tubuhku, bahkan ketika kurasakan tangannya mulai mengelus-elus bagian kemaluanku pun aku tak berusaha mencegahnya.Aku lebih berkonsentrasi untuk segera menyelesaikan semua ini secepatnya. Jilatan dan kulumanku pada batang kontolnya semakin mengganas sampai-sampai mertuaku terengah-engah merasakan kelihaian permainan mulutku. Aku tambah bersemangat dan semakin yakin dengan kemampuanku untuk membuatnya segera selesai.
Keyakinanku ini ternyata berakibat fatal bagiku. Sudah hampir setengah jam, aku belum melihat tanda-tanda apapun dari mertuaku. Aku jadi penasaran, sekaligus merasa tertantang. Suamiku pun yang sudah terbiasa denganku, bila sudah kukeluarkan kemampuan seperti ini pasti takkan bertahan lama. Tapi kenapa dengan mertuaku ini? Apa ia memakai obat kuat?Saking penasarannya, aku jadi kurang memperhatikan perbuatan mertuaku padaku.Entah sejak kapan daster tidurku sudah terlepas dari tubuhku. Aku baru sadar ketika mertuaku berusaha menarik celana dalamku dan itu pun terlambat! Begitu menengok ke bawah, celana itu baru saja terlepas dari ujung kakiku. Aku sudah telanjang bulat! Ya ampun, kenapa kubiarkan semua ini terjadi. Aku menyesal kenapa memulainya. Ternyata kejadiannya tidak seperti yang kurencanakan. Aku terlalu sombong dengan keyakinanku. Kini semuanya sudah terlambat. Berantakan semuanya! Pekikku dalam hati penuh penyesalan. Situasi semakin tak terkendali. Lagi-lagi aku kecolongan. Mertuaku dengan lihainya dan tanpa kusadari sudah membalikkan tubuhku hingga berlawanan dengan posisi tubuhnya. Kepalaku berada di bawahnya sementara kepalanya berada di bawahku. Kami sudah berada dalam posisi enam sembilan! Tak lama kemudian kurasakan sentuhan lembut di seputar selangkanganku. Tubuhku langsung bereaksi dan tanpa sadar aku menjerit lirih. Suka tidak suka, mau tidak mau, kurasakan kenikmatan cumbuan mertuaku di sekitar itu.Akh luar biasa! Aku menjerit dalam hati sambil menyesali diri. Aku marah pada diriku sendiri, terutama pada tubuhku sendiri yang sudah tidak mau mengikuti perintah pikiran sehatku. Tubuhku meliuk-liuk mengikuti irama permainan lidah mertuaku. Kedua pahaku mengempit kepalanya seolah ingin membenamkan wajah itu ke dalam selangkanganku. Kuakui ia memang pandai membuat birahiku memuncak. Kini aku sudah lupa dengan siasat semula. Aku sudah terbawa arus. Aku malah ingin mengimbangi permainannya. Mulutku bermain dengan lincah. Batangnya kukempit dengan buah dadaku yang membusung penuh dan kenyal. Maklum, masih menyusui. Sementara kontol itu bergerak di antara buah dadaku, mulutku tak pernah lepas mengulumnya. Tanpa kusadari kami saling mencumbu bagian vital masing-masing selama lima belas menit. Aku semakin yakin kalau mertuaku memakai obat kuat. Ia sama sekali belum memperlihatkan tanda-tanda akan keluar, sementara aku sudah mulai merasakan desiran-desiran kuat bergerak cepat ke arah pusat kewanitaanku. Jilatan dan hisapan mulut mertuaku benar-benar membuatku tak berdaya.
Aku semakin tak terkendali. Pinggulku meliuk-liuk liar. Tubuhku mengejang, seluruh aliran darah serasa terhenti dan aku tak kuasa untuk menahan desakan kuat gelombang lahar panas yang mengalir begitu cepat. “Oooohhhhh…….aaaa….aaaaa……aaauugghhh hhhh hh..!!!!!” aku menjerit lirih begitu aliran itu mendobrak pertahananku. Kurasakan cairan kewanitaanku menyembur tak tertahankan. Tubuhku menggelepar seperti ikan terlempar ke darat merasakan kenikmatan ini. Aku terkulai lemas sementara batang kontol mertuaku masih berada dalam genggamanku dan masih mengacung dengan gagahnya, bahkan terasa makin kencang saja. Aku mengeluh karena tak punya pilihan lain. Sudah kepalang basah. Aku sudah tidak mempunyai cukup tenaga lagi untuk mempertahankan kehormatanku, aku hanya tergolek lemah tak berdaya saat mertuaku mulai menindih tubuhku. Dengan lembut ia mengusap wajahku dan berkata betapa cantiknya aku sekarang ini. “Noviii…..kau sungguh cantik. Tubuhmu indah dan langsing tapi padat berisi.., mmpphh..!!!”, katanya sambil menciumi bibirku, mencoba membuka bibirku dengan lidahnya.Aku seakan terpesona oleh pujiannya. Cumbu rayunya begitu menggairahkanku. Aku diperlakukan bagai sebuah porselen yang mudah pecah. Begitu lembut dan hati-hati. Hatiku entah mengapa semakin melambung tinggi mendengar semua kekagumannya terhadap tubuhku. Wajahku yang cantik, tubuhku yang indah dan berisi. Payudaraku yang membusung penuh dan menggantung indah di dada. Permukaan agak menggembung, pinggul yang membulat padat berisi menyambung dengan buah pantatku yang `bahenol’. Diwajah mertuaku kulihat memperlihatkan ekspresi kekaguman yang tak terhingga saat matanya menatap nanar ke arah lembah bukit di sekitar selangkanganku yang baru numbuh bulu-bulu hitam pendek, dengan warna kultiku yang putih mulus. Kurasakan tangannya mengelus paha bagian dalam. Aku mendesis dan tanpa sadar membuka kedua kakiku yang tadinya merapat. Mertuaku menempatkan diri di antara kedua kakiku yang terbuka lebar. Kurasakan kepala kontolnya yang besar ditempelkan pada bibir kemaluanku. Digesek-gesek, mulai dari atas sampai ke bawah. Naik turun.Aku merasa ngilu bercampur geli dan nikmat.
Cairan yang masih tersisa di sekitar itu membuat gesekannya semakin lancar karena licin. Aku terengah-engah merasakannya. Kelihatannya ia sengaja melakukan itu. Apalagi saat moncong kontolnya itu menggesek-gesek kelentitku yang sudah menegang. Mertuaku menatap tajam melihat reaksiku. Aku balas menatap seolah memintanya untuk segera memasuki diriku secepatnya. Ia tahu persis apa yang kurasakan saat itu. Namun kelihatannya ia ingin melihatku menderita oleh siksaan nafsuku sendiri. Kuakui memang aku sudah tak tahan untuk segera menikmati batang kontolnya dalam memekku. Aku ingin segera membuatnya `KO’. Terus terang aku sangat penasaran dengan keperkasaannya. Kuingin buktikan bahwa aku bisa membuatnya cepat-cepat mencapai puncak kenikmatan. “Yah..?” panggilku menghiba. “Apa sayang…”, jawabnya seraya tersenyum melihatku tersiksa. “Cepetan..yaaahhhhh…….!!!” “Sabar sayang. Kamu ingin Bapak berbuat apa…….?” tanyanya pura-pura tak mengerti.Aku tak menjawab. Tentu saja aku malu mengatakannya secara terbuka apa keinginanku saat itu. Namun mertuaku sepertinya ingin mendengarnya langsung dari bibirku. Ia sengaja mengulur-ulur dengan hanya menggesek-gesekan kontolnya. Sementara aku benar-benar sudah tak tahan lagi mengekang birahiku. “Novii….iiii… iiiingiiinnnn aaa…aaayahhhh….se….se.. seeegeeeraaaa ma… masukin..!!!”, kataku terbata-bata dengan terpaksa. Aku sebenarnya sangat malu mengatakan ini. Aku yang tadi begitu ngotot tidak akan memberikan tubuhku padanya, kini malah meminta-minta. Perempuan macam apa aku ini!? “Apanya yang dimasukin…….!!”, tanyanya lagi seperti mengejek. “Aaaaaaggggkkkkkhhhhh…..ya…yaaaahhhh. Ja…..ja….Jaaangan siksa Noviiii..!!!” “Bapak tidak bermaksud menyiksa kamu sayang……!!” “Oooooohhhhhh.., Yaaaahhhh… Noviii ingin dimasukin kontol ayah ke dalam memek Novi…… uugghhhh..!!!”
Aku kali ini sudah tak malu-malu lagi mengatakannya dengan vulgar saking tak tahannya menanggung gelombang birahi yang menggebu-gebu.Aku merasa seperti wanita jalang yang haus seks. Aku hampir tak percaya mendengar ucapan itu keluar dari bibirku sendiri. Tapi apa mau dikata, memang aku sangat menginginkannya segera. “Baiklah sayang. Tapi pelan-pelan ya”, kata mertuaku dengan penuh kemenangan telah berhasil menaklukan diriku. “Uugghh..”, aku melenguh merasakan desakan batang kontolnya yang besar itu. Aku menunggu cukup lama gerakan kontol mertuaku memasuki diriku. Serasa tak sampai-sampai. Selain besar, kontol mertuaku sangat panjang juga. Aku sampai menahan nafas saat batangnya terasa mentok di dalam. Rasanya sampai ke ulu hati. Aku baru bernafas lega ketika seluruh batangnya amblas di dalam. Mertuaku mulai menggerakkan pinggulnya perlahan-lahan. Satu, dua dan tiga tusukan mulai berjalan lancar. Semakin membanjirnya cairan dalam liang memekku membuat kontol mertuaku keluar masuk dengan lancarnya.Aku mengimbangi dengan gerakan pinggulku. Meliuk perlahan. Naik turun mengikuti irama tusukannya. Gerakan kami semakin lama semakin meningkat cepat dan bertambah liar. Gerakanku sudah tidak beraturan karena yang penting bagiku tusukan itu mencapai bagian-bagian peka di dalam relung kewanitaanku. Dia tahu persis apa yang kuinginkan.Ia bisa mengarahkan batangnya dengan tepat ke sasaran. Aku bagaikan berada di awang-awang merasakan kenikmatan yang luar biasa ini. Batang mertuaku menjejal penuh seluruh isi liangku, tak ada sedikitpun ruang yang tersisa hingga gesekan batang itu sangat terasa di seluruh dinding vaginaku. “Aduuhh.. auuffhh.., nngghh..!!!”, aku merintih, melenguh dan mengerang merasakan semua kenikmatan ini. Kembali aku mengakui keperkasaan dan kelihaian mertuaku di atas ranjang. Ia begitu hebat, jantan dan entah apalagi sebutan yang pantas kuberikan padanya. Toni suamiku tidak ada apa-apanya dibandingkan ayahnya yang bejat ini. Yang pasti aku merasakan kepuasan tak terhingga bercinta dengannya meski kusadari perbuatan ini sangat terlarang dan akan mengakibatkan permasalahan besar nantinya. Tetapi saat itu aku sudah tak perduli dan takkan menyesali kenikmatan yang kualami. Mertuaku bergerak semakin cepat. Kontolnya bertubi-tubi menusuk daerah-daerah sensitive. Aku meregang tak kuasa menahan desiran-desiran yang mulai berdatangan seperti gelombang mendobrak pertahananku.Sementara mertuaku dengan gagahnya masih mengayunkan pinggulnya naik turun, ke kiri dan ke kanan. Eranganku semakin keras terdengar seiring dengan gelombang dahsyat yang semakin mendekati puncaknya. Melihat reaksiku, mertuaku mempercepat gerakannya. Batang kontolnya yang besar dan panjang itu keluar masuk dengan cepatnya seakan tak memperdulikan liangku yang sempit itu akan terkoyak akibatnya. Kulihat tubuh mertuaku sudah basah bermandikan keringat. Aku pun demikian. Tubuhku yang berkeringat nampak mengkilat terkena sinar lampu kamar. Aku mencoba meraih tubuh mertuaku untuk mendekapnya. Dan disaat-saat kritis, aku berhasil memeluknya dengan erat. Kurengkuh seluruh tubuhnya sehingga menindih tubuhku dengan erat. Kurasakan tonjolan otot-ototnya yang masih keras dan pejal di sekujur tubuhku. Kubenamkan wajahku di samping bahunya. Pinggul kuangkat tinggi-tinggi sementara kedua tanganku menggapai buah pantatnya dan menarik kuat-kuat. Kurasakan semburan demi semburan memancar kencang dari dalam diriku. Aku meregang seperti ayam yang baru dipotong.Tubuhku mengejang-ngejang di atas puncak kenikmatan yang kualami untuk kedua kalinya saat itu. “Yaaaah.., ooooohhhhhhh.., Yaaaahhhhh..eeee…eeennnaaaakkkkkkkk…!!!” Hanya itu yang bisa keluar dari mulutku saking dahsyatnya kenikmatan yang kualami bersamanya. “Sayang nikmatilah semua ini. Bapak ingin kamu dapat merasakan kepuasan yang sesungguhnya belum pernah kamu alami….”, bisik ayah dengan mesranya. “Bapak sayang padamu, Bapak cinta padamu…. Bapak ingin melampiaskan kerinduan yang menyesak selama ini..”, lanjutnya tak henti-henti membisikan untaian kata-kata indah yang terdengar begitu romantis. Aku mendengarnya dengan perasaan tak menentu. Kenapa ini datangnya dari lelaki yang bukan semestinya kusayangi. Mengapa kenikmatan ini kualami bersama mertuaku sendiri, bukan dari anaknya yang menjadi suamiku…????. Tanpa terasa air mata menitik jatuh ke pipi. Mertuaku terkejut melihat ini. Ia nampak begitu khawatir melihatku menangis. “Novi sayang, kenapa menangis?” bisiknya buru-buru.“Maafkan Bapak kalau telah membuatmu menderita..”, lanjutnya seraya memeluk dan mengelus-elus rambutku dengan penuh kasih sayang. Aku semakin sedih merasakan ini. Tetapi ini bukan hanya salahnya. Aku pun berandil besar dalam kesalahan ini. Aku tidak bisa menyalahkannya saja. Aku harus jujur dan adil menyikapinya. “Bapak tidak salah. Novi yang salah..”, kataku kemudian. “Tidak sayang. Bapak yang salah…”, katanya besikeras. “Kita, Yah. Kita sama-sama salah”, kataku sekaligus memintanya untuk tidak memperdebatkan masalah ini lagi. “Terima kasih sayang”, kata mertuaku seraya menciumi wajah dan bibirku. Kurasakan ciumannya di bibirku berhasil membangkitkan kembali gairahku. Aku masih penasaran dengannya. Sampai saat ini mertuaku belum juga mencapai puncaknya. Aku seperti mempunyai utang yang belum terbayar. Kali ini aku bertekad keras untuk membuatnya mengalami kenikmatan seperti apa yang telah ia berikan kepadaku. Aku tak sadar kenapa diriku jadi begitu antusias untuk melakukannya dengan sepenuh hati.Biarlah terjadi seperti ini, toh mertuaku tidak akan selamanya berada di sini. Ia harus pulang ke Amerika. Aku berjanji pada diriku sendiri, ini merupakan yang terakhir kalinya. Timbulnya pikiran ini membuatku semakin bergairah. Apalagi sejak tadi mertuaku terus-terusan menggerakan kontolnya di dalam memekku. Tiba-tiba saja aku jadi beringas. Kudorong tubuh mertuaku hingga terlentang. Aku langsung menindihnya dan menicumi wajah, bibir dan sekujur tubuhnya. Kembali kuselomoti batang kontolnya yang tegak bagai tiang pancang beton itu. Lidahku menjilat-jilat, mulutku mengemut-emut. Tanganku mengocok-ngocok batangnya. Kulirik kewajah mertuaku kelihatannya menyukai perubahanku ini. Belum sempat ia akan mengucapkan sesuatu, aku langsung berjongkok dengan kedua kaki bertumpu pada lutut dan masing-masing berada di samping kiri dan kanan tubuh mertuaku. Selangkanganku berada persis di atas batangnya. “Akh sayang!” pekik mertuaku tertahan ketika batangnya kubimbing memasuki liang memekku. Tubuhku turun perlahan-lahan, menelan habis seluruh batangnya.Selanjutnya aku bergerak seperti sedang menunggang kuda. Tubuhku melonjak-lonjak seperti kuda binal yang sedang birahi.
Aku tak ubahnya seperti pelacur yang sedang memberikan kepuasan kepada hidung belang. Tetapi aku tak perduli. Aku terus berpacu. Pinggulku bergerak turun naik, sambil sekali-sekali meliuk seperti ular. Gerakan pinggulku persis seperti penyanyi dangdut dengan gaya ngebor, ngecor, patah-patah, bergetar dan entah gaya apalagi. Pokoknya malam itu aku mengeluarkan semua jurus yang kumiliki dan khusus kupersembahkan kepada ayah mertuaku sendiri! “Ooohh… oohhhh… oooouugghh.. Noviiiii.., luar biasa…..!!!” jerit mertuaku merasakan hebatnya permainanku. Pinggulku mengaduk-aduk lincah, mengulek liar tanpa henti. Tangan mertuaku mencengkeram kedua buah dadaku, diremas dan dipilin-pilin, sehingga air susuku keluar jatuh membasahi dadanya. Ia lalu bangkit setengah duduk. Wajahnya dibenamkan ke atas dadaku. Menjilat-jilat seluruh permukaan dadaku yang berlumuran air susuku dan akhirnya menciumi putting susuku. Menghisapnya kuat-kuat sambil meremas-remas menyedot air susuku sebanyak-banyaknya.Kami berdua saling berlomba memberi kepuasan. Kami tidak lagi merasakan dinginnya udara meski kamarku menggunakan AC. Tubuh kami bersimbah peluh, membuat tubuh kami jadi lengket satu sama lain. Aku berkutat mengaduk-aduk pinggulku. Mertuaku menggoyangkan pantatnya. Kurasakan tusukan kontolnya semakin cepat seiring dengan liukan pinggulku yang tak kalah cepatnya. Permain kami semakin meningkat dahsyat. Sprei ranjangku sudah tak karuan bentuknya, selimut dan bantal serta guling terlempar berserakan di lantai akibat pergulatan kami yang bertambah liar dan tak terkendali. Kurasakan mertuaku mulai memperlihatkan tanda-tanda. Aku semakin bersemangat memacu pinggulku untuk bergoyang. Mungkin goyangan pinggulku akan membuat iri para penyanyi dangdut saat ini. Tak selang beberapa detik kemudian, aku pun merasakan desakan yang sama. Aku tak ingin terkalahkan kali ini. Kuingin ia pun merasakannya. Tekadku semakin kuat. Aku terus memacu sambil menjerit-jerit histeris. Aku sudah tak perduli suaraku akan terdengar kemana-mana. Kali ini aku harus menang! Upayaku ternyata tidak percuma.Kurasakan tubuh mertuaku mulai mengejang-ngejang. Ia mengerang panjang. Menggeram seperti harimau terluka. Aku pun merintih persis kuda betina binal yang sedang birahi. “Eerrgghh.. ooooo….ooooooo…..oooooouugghhhhhh..!!!!” mertuaku berteriak panjang. Tubuhnya menghentak-hentak liar. Tubuhku terbawa goncangannya. Aku memeluknya erat-erat agar jangan sampai terpental oleh goncangannya. Mendadak aku merasakan semburan dahsyat menyirami seluruh relung vaginaku. Semprotannya begitu kuat dan banyak membanjiri liangku. Akupun rasanya tidak kuat lagi menahan desakan dalam diriku. Sambil mendesakan pinggulku kuat-kuat, aku berteriak panjang saat mencapai puncak kenikmatan berbarengan dengan ayah mertuaku. Tubuh kami bergulingan di atas ranjang sambil berpelukan erat. Saking dahsyatnya, tubuh kami terjatuh dari ranjang. Untunglah ranjang itu tidak terlalu tinggi dan permukaan lantainya tertutup permadani tebal yang empuk sehingga kami tidak sampai terkilir atau terluka. “Oooooogggghhhhhhh.. yaahh..,nik….nikkkk nikmaatthh…. yaaahhhh..!!!!” jeritku tak tertahankan.Tulang-tulangku serasa lolos dari persendiannya. Tubuhku lunglai, lemas tak bertenaga terkuras habis dalam pergulatan yang ternyata memakan waktu lebih dari 2 jam! Gila! Jeritku dalam hati. Belum pernah rasanya aku bercinta sampai sedemikian lamanya. Aku hanya bisa memeluknya menikmati sisa-sisa kepuasan. Perasaanku tiba-tiba terusik. Sepertinya aku mendengar sesuatu dari luar pintu kamar, kayaknya si Inah…. Karena mendengar suara ribut-ribut dari kamar, rupanya ia datang untuk mengintip…. tapi aku sudah terlalu lelah untuk memperhatikannya dan akhirnya tertidur dalam pelukan mertuaku, melupakan semua konsekuensi dari peristiwa di sore ini di kemudian harUsiaku telah menginjak kepala tiga. Sudah menikah setahun lebih dan baru mempunyai seorang bayi laki-laki. Suamiku berusia hanya lebih tua satu tahun dariku. Kehidupan kami dapat dikatakan sangat bahagia. Memang kami berdua kawin dalam umur agak terlambat sudah diatas 30 tahun. Selewat 40 hari dari melahirkan, suamiku masih takut untuk berhubungan seks. Mungkin dia masih teringat pada waktu aku menjerit-jerit pada saat melahirkan, memang dia juga turut masuk ke ruang persalinan mendampingi saya waktu melahirkan. Di samping itu aku memang juga sibuk benar dengan si kecil, baik siang maupun malam hari. Si kecil sering bangun malam-malam, nangis dan aku harus menyusuinya sampai dia tidur kembali. Sementara suamiku semakin sibuk saja di kantor, maklum dia bekerja di sebuah kantor Bank Pemerintah di bagian Teknologi, jadi pulangnya sering terlambat. Keadaan ini berlangsung dari hari ke hari, hingga suatu saat terjadi hal baru yang mewarnai kehidupan kami, khususnya kehidupan pribadiku sendiri.
Ketika itu kami mendapat kabar bahwa ayah mertuaku yang berada di Amerika bermaksud datang ke tempat kami. Memang selama ini kedua mertuaku tinggal di Amerika bersama dengan anak perempuan mereka yang menikah dengan orang sana. Dia datang kali ini ke Indonesia sendiri untuk menyelesaikan sesuatu urusan. Ibu mertua nggak bisa ikut karena katanya kakinya sakit. Ketika sampai waktu kedatangannya, kami menjemput di airport, suamiku langsung mencari-cari ayahnya. Suamiku langsung berteriak gembira ketika menemukan sosok seorang pria yang tengah duduk sendiri di ruang tunggu. Orang itu langsung berdiri dan menghampiri kami. Ia lalu berpelukan dengan suamiku. Saling melepas rindu. Aku memperhatikan mereka. Ayah mertuaku masih nampak muda diumurnya menjelang akhir 50-an, meski kulihat ada beberapa helai uban di rambutnya. Tubuhnya yang tinggi besar, dengan kulit gelap masih tegap dan berotot. Kelihatannya ia tidak pernah meninggalkan kebiasaannya berolah raga sejak dulu.Beliau berasal dari belahan Indonesia Timur dan sebelum pensiun ayah mertua adalah seorang perwira angkatan darat.“Hei nak Novi. Apa khabar…!”, sapa ayah mertua padaku ketika selesai berpelukan dengan suamiku. “Ayah, apa kabar? Sehat-sehat saja kan? Bagaimana keadaan Ibu di Amerika..?” balasku. “Oh…Ibu baik-baik saja. Beliau nggak bisa ikut, karena kakinya agak sakit, mungkin keseleo….” “Ayo kita ke rumah”, kata suamiku kemudian. Sejak adanya ayah di rumah, ada perubahan yang cukup berarti dalam kehidupan kami. Sekarang suasana di rumah lebih hangat, penuh canda dan gelak tawa. Ayah mertuaku orangnya memang pandai membawa diri, pandai mengambil hati orang. Dengan adanya ayah mertua, suamiku jadi lebih betah di rumah.Ngobrol bersama, jalan-jalan bersama. Akan tetapi pada hari-hari tertentu, tetap saja pekerjaan kantornya menyita waktunya sampai malam, sehingga dia baru sampai kerumah di atas jam 10 malam. Hal ini biasanya pada hari-hari Senin setiap minggu. Sampai terjadilah peristiwa ini pada hari Senin ketiga sejak kedatangan ayah mertua dari Amerika.Sore itu aku habis senam seperti biasanya. Memang sejak sebulan setelah melahirkan, aku mulai giat lagi bersenam kembali, karena memang sebelum hamil aku termasuk salah seorang yang amat giat melakukan senam dan itu biasanya kulakukan pada sore hari. Setelah merasa cukup kuat lagi, sekarang aku mulai bersenam lagi, disamping untuk melemaskan tubuh, juga kuharapkan tubuhku bisa cepat kembali ke bentuk semula yang langsing, karena memang postur tubuhku termasuk tinggi kurus akan tetapi padat. Setelah mandi aku langsung makan dan kemudian meneteki si kecil di kamar. Mungkin karena badan terasa penat dan pegal sehabis senam, aku jadi mengantuk dan setelah si kecil kenyang dan tidur, aku menidurkan si kecil di box tempat tidurnya. Kemudian aku berbaring di tempat tidur. Saking sudah sangat mengantuk, tanpa terasa aku langsung tertidur.
Bahkan aku pun lupa mengunci pintu kamar. Setengah bermimpi, aku merasakan tubuhku begitu nyaman. Rasa penat dan pegal-pegal tadi seperti berangsur hilang… Bahkan aku merasakan tubuhku bereaksi aneh.Rasa nyaman sedikit demi sedikit berubah menjadi sesuatu yang membuatku melayang-layang. Aku seperti dibuai oleh hembusan angin semilir yang menerpa bagian-bagian peka di tubuhku. Tanpa sadar aku menggeliat merasakan semua ini sambil melenguh perlahan.
Dalam tidurku, aku bermimpi suamiku sedang membelai-belai tubuhku dan kerena memang telah cukup lama kami tidak berhubungan badan, sejak kandunganku berumur 8 bulan, yang berarti sudah hampir 3 bulan lamanya, maka terasa suamiku sangat agresif menjelajahi bagian-bagian sensitif dari sudut tubuhku. Tiba-tiba aku sadar dari tidurku… tapi kayaknya mimpiku masih terus berlanjut. Malah belaian, sentuhan serta remasan suamiku ke tubuhku makin terasa nyata. Kemudian aku mengira ini perbuatan suamiku yang telah kembali dari kantor. Ketika aku membuka mataku, terlihat cahaya terang masih memancar masuk dari lobang angin dikamarku, yang berarti hari masih sore. Lagian ini kan hari Senin, seharusnya dia baru pulang agak malam, jadi siapa ini yang sedang mencumbuku
… Aku segera terbangun dan membuka mataku lebar-lebar.Hampir saja aku menjerit sekuat tenaga begitu melihat orang yang sedang menggeluti tubuhku. Ternyata…
dia adalah mertuaku sendiri. Melihat aku terbangun, mertuaku sambil tersenyum, terus saja melanjutkan kegiatannya menciumi betisku. Sementara dasterku sudah terangkat tinggi-tinggi hingga memperlihatkan seluruh pahaku yang putih mulus. “Yah…!! Stop….jangan…. Yaaahhhh…!!?” jeritku dengan suara tertahan karena takut terdengar oleh Si Inah pembantuku. “Nov, maafkan Bapak…. Kamu jangan marah seperti itu dong, sayang….!!” Ia malah berkata seperti itu, bukannya malu didamprat olehku. “Ayah nggak boleh begitu, cepat keluar, saya mohon….!!”, pintaku menghiba, karena kulihat tatapan mata mertuaku demikian liar sambil tangannya tak berhenti menggerayang ke sekujur tubuhku. Aku mencoba menggeliat bangun dan buru-buru menurunkan daster untuk menutupi pahaku dan beringsut-ingsut menjauhinya dan mepet ke ujung ranjang. Akan tetapi mertuaku makin mendesak maju menghampiriku dan duduk persis di sampingku. Tubuhnya mepet kepadaku. Aku semakin ketakutan.“Nov… Kamu nggak kasihan melihat Bapak seperti ini? Ayolah, Bapak kan sudah lama merindukan untuk bisa menikmati badan Novi yang langsing padat ini….!!!!”, desaknya. “Jangan berbicara begitu. Ingat Yah… aku kan menantumu…. istri Toni anakmu?”, jawabku mencoba menyadarinya. “Jangan menyebut-nyebut si Toni saat ini, Bapak tahu Toni belum lagi menggauli nak Novi, sejak nak Novi habis melahirkan… Benar-benar keterlaluan tu anak….!!, lanjutnya. Rupanya entah dengan cara bagaimana dia bisa memancing hubungan kita suami istri dari Toni. Ooooh…. benar-benar bodoh si Toni, batinku, nggak tahu kelakuan Bapaknya. Mertuaku sambil terus mendesakku berkata bahwa ia telah berhubungan dengan banyak wanita lain selain ibu mertua dan dia tak pernah mendapatkan wanita yang mempunyai tubuh yang semenarik seperti tubuhku ini. Aku setengah tak percaya mendengar omongannya. Ia hanya mencoba merayuku dengan rayuan murahan dan menganggap aku akan merasa tersanjung. Aku mencoba menghindar… tapi sudah tidak ada lagi ruang gerak bagiku di sudut tempat tidur.Ketika kutatap wajahnya, aku melihat mimik mukanya yang nampaknya makin hitam karena telah dipenuhi nafsu birahi.Lalu seketika ia menerkam ku dan membuka baju daster ku hingga terlihatlah buah dadaku.
Aku berontak namun trnaga kubtak cukup kuat.. Perlahan ia mendekatkan muka nya ke arah dadaku yg ranum karna baru melahirkan.. Lalu sampailah lidahnya lgsg kearah putingku.. "Ayaahh, sudah..!! Teriak ku.. Namun bukan nya berhenti ia malah mengaktifkan tgan nya yg satu lagi untuk meremas kemaluanku.. Namun ia terus meminum susu ku yg bnyak kluar airnya.,, Seketika aq terhenyak namun pikiran sadarku timbul..
Aku mulai berpikir bagaimana caranya untuk menurunkan hasrat birahi mertuaku yang kelihatan sudah menggebu-gebu. Melihat caranya, aku sadar mertuaku akan berbuat apa pun agar maksudnya kesampaian. Kemudian terlintas dalam pikiranku untuk mengocok kemaluannya saja, sehingga nafsunya bisa tersalurkan tanpa harus memperkosa aku. Akhirnya dengan terbata-bata aku ungkapkan kepadanya.. . “Yahh… Stoopp,, yaahh,, biar Novi mengocok Ayah saja ya… karena Novi nggak mau ayah menyetubuhi Novi… Gimana…?” Mertuaku diam dan tampak berpikir sejenak. Raut mukanya kelihatan sedikit kecewa namun bercampur sedikit lega karena aku masih mau bernegosiasi. “Baiklah..”, kata mertuaku seakan tidak punya pilihan lain karena aku ngotot tak akan memberikan apa yang dimintanya. Mungkin inilah kesalahanku. Aku terlalu yakin bahwa jalan keluar ini akan meredam keganasannya. Kupikir biasanya lelaki kalau sudah tersalurkan pasti akan surut nafsunya untuk kemudian tertidur. Aku lalu menarik celana pendeknya...Ugh! Sialan, ternyata dia sudah tidak memakai celana dalam lagi. Begitu celananya kutarik, batangnya langsung melonjak berdiri seperti ada pernya. Aku sangat kaget dan terkesima melihat batang kemaluan mertuaku itu…
. Oooohhhh…… benar-benar panjang dan besar. Jauh lebih besar daripada punya Toni suamiku. Mana hitam lagi, dengan kepalanya yang mengkilap bulat besar sangat tegang berdiri dengan gagah perkasa, padahal usianya sudah tidak muda lagi. Tanganku bergerak canggung. Bagaimananpun baru kali ini aku memegang kontol orang selain milik suamiku, mana sangat besar lagi sehingga hampir tak bisa muat dalam tanganku. Perlahan-lahan tanganku menggenggam batangnya. Kudengar lenguhan nikmat keluar dari mulutnya seraya menyebut namaku. “Ooooohhh…..sssshhhh…..Noviii…eee..eeena aak. .. betulll..!!!” Aku mendongak melirik kepadanya. Nampak wajah mertuaku meringis menahan remasan lembut tanganku pada batangnya. Aku mulai bergerak turun naik menyusuri batangnya yang besar panjang dan teramat keras itu.Sekali-sekali ujung telunjukku mengusap moncongnya yang sudah licin oleh cairan yang meleleh dari liangnya. Kudengar mertuaku kembali melenguh merasakan ngilu akibat usapanku. Aku tahu dia sudah sangat bernafsu sekali dan mungkin dalam beberapa kali kocokan ia akan menyemburkan air maninya. Sebentar lagi tentu akan segera selesai sudah, pikirku mulai tenang. Dua menit, tiga…
sampai lima menit berikutnya mertuaku masih bertahan meski kocokanku sudah semakin cepat. Kurasakan tangan mertuaku menggerayangi ke arah dadaku. Aku kembali mengingatkan agar jangan berbuat macam-macam. “Nggak apa-apa …..biar cepet keluar..”, kata mertuaku memberi alasan. Aku tidak mengiyakan dan juga tidak menepisnya karena kupikir ada benarnya juga. Biar cepat selesai, kataku dalam hati.
Mertuaku tersenyum melihatku tidak melarangnya lagi. Ia dengan lembut dan hati-hati mulai meremas-remas kedua payudara di balik dasterku. Aku memang tidak mengenakan kutang kerena habis menyusui si kecil tadi. Jadi remasan tangan mertua langsung terasa karena kain daster itu sangat tipis.Sebagai wanita normal, aku merasakan kenikmatan juga atas remasan ini. Apalagi tanganku masih menggenggam batangnya dengan erat, setidaknya aku mulai terpengaruh oleh keadaan ini. Meski dalam hati aku sudah bertekad untuk menahan diri dan melakukan semua ini demi kebaikan diriku juga. Karena tentunya setelah ini selesai dia tidak akan berbuat lebih jauh lagi padaku. “Novi sayang.., buka ya? Sedikit aja..”, pinta mertuaku kemudian. “Jangan Yah. Tadi kan sudah janji nggak akan macam-macam..”, ujarku mengingatkan. “Sedikit aja. Ya?” desaknya lagi seraya menggeser tali daster dari pundakku sehingga bagian atas tubuhku terbuka. Aku jadi gamang dan serba salah. Sementara bagian dada hingga ke pinggang sudah telanjang. Nafas mertuaku semakin memburu kencang melihatku setengah telanjang. “Oh.., Novii kamu benar-benar cantik sekali….!!!”, pujinya sambil memilin-milin dengan hati-hati puting susuku, yang mulai basah dengan air susu. Aku terperangah. Situasi sudah mulai mengarah pada hal yang tidak kuinginkan. Aku harus bertindak cepat.Tanpa pikir panjang, langsung kumasukkan batang kemaluan mertuaku ke dalam mulutku dan mengulumnya sebisa mungkin agar ia cepat-cepat selesai dan tidak berlanjut lebih jauh lagi. Aku sudah tidak mempedulikan perbuatan mertuaku pada tubuhku.
Aku biarkan tangannya dengan leluasa menggerayang ke sekujur tubuhku, bahkan ketika kurasakan tangannya mulai mengelus-elus bagian kemaluanku pun aku tak berusaha mencegahnya.Aku lebih berkonsentrasi untuk segera menyelesaikan semua ini secepatnya. Jilatan dan kulumanku pada batang kontolnya semakin mengganas sampai-sampai mertuaku terengah-engah merasakan kelihaian permainan mulutku. Aku tambah bersemangat dan semakin yakin dengan kemampuanku untuk membuatnya segera selesai.
Keyakinanku ini ternyata berakibat fatal bagiku. Sudah hampir setengah jam, aku belum melihat tanda-tanda apapun dari mertuaku. Aku jadi penasaran, sekaligus merasa tertantang. Suamiku pun yang sudah terbiasa denganku, bila sudah kukeluarkan kemampuan seperti ini pasti takkan bertahan lama. Tapi kenapa dengan mertuaku ini? Apa ia memakai obat kuat?Saking penasarannya, aku jadi kurang memperhatikan perbuatan mertuaku padaku.Entah sejak kapan daster tidurku sudah terlepas dari tubuhku. Aku baru sadar ketika mertuaku berusaha menarik celana dalamku dan itu pun terlambat! Begitu menengok ke bawah, celana itu baru saja terlepas dari ujung kakiku. Aku sudah telanjang bulat! Ya ampun, kenapa kubiarkan semua ini terjadi. Aku menyesal kenapa memulainya. Ternyata kejadiannya tidak seperti yang kurencanakan. Aku terlalu sombong dengan keyakinanku. Kini semuanya sudah terlambat. Berantakan semuanya! Pekikku dalam hati penuh penyesalan. Situasi semakin tak terkendali. Lagi-lagi aku kecolongan. Mertuaku dengan lihainya dan tanpa kusadari sudah membalikkan tubuhku hingga berlawanan dengan posisi tubuhnya. Kepalaku berada di bawahnya sementara kepalanya berada di bawahku. Kami sudah berada dalam posisi enam sembilan! Tak lama kemudian kurasakan sentuhan lembut di seputar selangkanganku. Tubuhku langsung bereaksi dan tanpa sadar aku menjerit lirih. Suka tidak suka, mau tidak mau, kurasakan kenikmatan cumbuan mertuaku di sekitar itu.Akh luar biasa! Aku menjerit dalam hati sambil menyesali diri. Aku marah pada diriku sendiri, terutama pada tubuhku sendiri yang sudah tidak mau mengikuti perintah pikiran sehatku. Tubuhku meliuk-liuk mengikuti irama permainan lidah mertuaku. Kedua pahaku mengempit kepalanya seolah ingin membenamkan wajah itu ke dalam selangkanganku. Kuakui ia memang pandai membuat birahiku memuncak. Kini aku sudah lupa dengan siasat semula. Aku sudah terbawa arus. Aku malah ingin mengimbangi permainannya. Mulutku bermain dengan lincah. Batangnya kukempit dengan buah dadaku yang membusung penuh dan kenyal. Maklum, masih menyusui. Sementara kontol itu bergerak di antara buah dadaku, mulutku tak pernah lepas mengulumnya. Tanpa kusadari kami saling mencumbu bagian vital masing-masing selama lima belas menit. Aku semakin yakin kalau mertuaku memakai obat kuat. Ia sama sekali belum memperlihatkan tanda-tanda akan keluar, sementara aku sudah mulai merasakan desiran-desiran kuat bergerak cepat ke arah pusat kewanitaanku. Jilatan dan hisapan mulut mertuaku benar-benar membuatku tak berdaya.
Aku semakin tak terkendali. Pinggulku meliuk-liuk liar. Tubuhku mengejang, seluruh aliran darah serasa terhenti dan aku tak kuasa untuk menahan desakan kuat gelombang lahar panas yang mengalir begitu cepat. “Oooohhhhh…….aaaa….aaaaa……aaauugghhh hhhh hh..!!!!!” aku menjerit lirih begitu aliran itu mendobrak pertahananku. Kurasakan cairan kewanitaanku menyembur tak tertahankan. Tubuhku menggelepar seperti ikan terlempar ke darat merasakan kenikmatan ini. Aku terkulai lemas sementara batang kontol mertuaku masih berada dalam genggamanku dan masih mengacung dengan gagahnya, bahkan terasa makin kencang saja. Aku mengeluh karena tak punya pilihan lain. Sudah kepalang basah. Aku sudah tidak mempunyai cukup tenaga lagi untuk mempertahankan kehormatanku, aku hanya tergolek lemah tak berdaya saat mertuaku mulai menindih tubuhku. Dengan lembut ia mengusap wajahku dan berkata betapa cantiknya aku sekarang ini. “Noviii…..kau sungguh cantik. Tubuhmu indah dan langsing tapi padat berisi.., mmpphh..!!!”, katanya sambil menciumi bibirku, mencoba membuka bibirku dengan lidahnya.Aku seakan terpesona oleh pujiannya. Cumbu rayunya begitu menggairahkanku. Aku diperlakukan bagai sebuah porselen yang mudah pecah. Begitu lembut dan hati-hati. Hatiku entah mengapa semakin melambung tinggi mendengar semua kekagumannya terhadap tubuhku. Wajahku yang cantik, tubuhku yang indah dan berisi. Payudaraku yang membusung penuh dan menggantung indah di dada. Permukaan agak menggembung, pinggul yang membulat padat berisi menyambung dengan buah pantatku yang `bahenol’. Diwajah mertuaku kulihat memperlihatkan ekspresi kekaguman yang tak terhingga saat matanya menatap nanar ke arah lembah bukit di sekitar selangkanganku yang baru numbuh bulu-bulu hitam pendek, dengan warna kultiku yang putih mulus. Kurasakan tangannya mengelus paha bagian dalam. Aku mendesis dan tanpa sadar membuka kedua kakiku yang tadinya merapat. Mertuaku menempatkan diri di antara kedua kakiku yang terbuka lebar. Kurasakan kepala kontolnya yang besar ditempelkan pada bibir kemaluanku. Digesek-gesek, mulai dari atas sampai ke bawah. Naik turun.Aku merasa ngilu bercampur geli dan nikmat.
Cairan yang masih tersisa di sekitar itu membuat gesekannya semakin lancar karena licin. Aku terengah-engah merasakannya. Kelihatannya ia sengaja melakukan itu. Apalagi saat moncong kontolnya itu menggesek-gesek kelentitku yang sudah menegang. Mertuaku menatap tajam melihat reaksiku. Aku balas menatap seolah memintanya untuk segera memasuki diriku secepatnya. Ia tahu persis apa yang kurasakan saat itu. Namun kelihatannya ia ingin melihatku menderita oleh siksaan nafsuku sendiri. Kuakui memang aku sudah tak tahan untuk segera menikmati batang kontolnya dalam memekku. Aku ingin segera membuatnya `KO’. Terus terang aku sangat penasaran dengan keperkasaannya. Kuingin buktikan bahwa aku bisa membuatnya cepat-cepat mencapai puncak kenikmatan. “Yah..?” panggilku menghiba. “Apa sayang…”, jawabnya seraya tersenyum melihatku tersiksa. “Cepetan..yaaahhhhh…….!!!” “Sabar sayang. Kamu ingin Bapak berbuat apa…….?” tanyanya pura-pura tak mengerti.Aku tak menjawab. Tentu saja aku malu mengatakannya secara terbuka apa keinginanku saat itu. Namun mertuaku sepertinya ingin mendengarnya langsung dari bibirku. Ia sengaja mengulur-ulur dengan hanya menggesek-gesekan kontolnya. Sementara aku benar-benar sudah tak tahan lagi mengekang birahiku. “Novii….iiii… iiiingiiinnnn aaa…aaayahhhh….se….se.. seeegeeeraaaa ma… masukin..!!!”, kataku terbata-bata dengan terpaksa. Aku sebenarnya sangat malu mengatakan ini. Aku yang tadi begitu ngotot tidak akan memberikan tubuhku padanya, kini malah meminta-minta. Perempuan macam apa aku ini!? “Apanya yang dimasukin…….!!”, tanyanya lagi seperti mengejek. “Aaaaaaggggkkkkkhhhhh…..ya…yaaaahhhh. Ja…..ja….Jaaangan siksa Noviiii..!!!” “Bapak tidak bermaksud menyiksa kamu sayang……!!” “Oooooohhhhhh.., Yaaaahhhh… Noviii ingin dimasukin kontol ayah ke dalam memek Novi…… uugghhhh..!!!”
Aku kali ini sudah tak malu-malu lagi mengatakannya dengan vulgar saking tak tahannya menanggung gelombang birahi yang menggebu-gebu.Aku merasa seperti wanita jalang yang haus seks. Aku hampir tak percaya mendengar ucapan itu keluar dari bibirku sendiri. Tapi apa mau dikata, memang aku sangat menginginkannya segera. “Baiklah sayang. Tapi pelan-pelan ya”, kata mertuaku dengan penuh kemenangan telah berhasil menaklukan diriku. “Uugghh..”, aku melenguh merasakan desakan batang kontolnya yang besar itu. Aku menunggu cukup lama gerakan kontol mertuaku memasuki diriku. Serasa tak sampai-sampai. Selain besar, kontol mertuaku sangat panjang juga. Aku sampai menahan nafas saat batangnya terasa mentok di dalam. Rasanya sampai ke ulu hati. Aku baru bernafas lega ketika seluruh batangnya amblas di dalam. Mertuaku mulai menggerakkan pinggulnya perlahan-lahan. Satu, dua dan tiga tusukan mulai berjalan lancar. Semakin membanjirnya cairan dalam liang memekku membuat kontol mertuaku keluar masuk dengan lancarnya.Aku mengimbangi dengan gerakan pinggulku. Meliuk perlahan. Naik turun mengikuti irama tusukannya. Gerakan kami semakin lama semakin meningkat cepat dan bertambah liar. Gerakanku sudah tidak beraturan karena yang penting bagiku tusukan itu mencapai bagian-bagian peka di dalam relung kewanitaanku. Dia tahu persis apa yang kuinginkan.Ia bisa mengarahkan batangnya dengan tepat ke sasaran. Aku bagaikan berada di awang-awang merasakan kenikmatan yang luar biasa ini. Batang mertuaku menjejal penuh seluruh isi liangku, tak ada sedikitpun ruang yang tersisa hingga gesekan batang itu sangat terasa di seluruh dinding vaginaku. “Aduuhh.. auuffhh.., nngghh..!!!”, aku merintih, melenguh dan mengerang merasakan semua kenikmatan ini. Kembali aku mengakui keperkasaan dan kelihaian mertuaku di atas ranjang. Ia begitu hebat, jantan dan entah apalagi sebutan yang pantas kuberikan padanya. Toni suamiku tidak ada apa-apanya dibandingkan ayahnya yang bejat ini. Yang pasti aku merasakan kepuasan tak terhingga bercinta dengannya meski kusadari perbuatan ini sangat terlarang dan akan mengakibatkan permasalahan besar nantinya. Tetapi saat itu aku sudah tak perduli dan takkan menyesali kenikmatan yang kualami. Mertuaku bergerak semakin cepat. Kontolnya bertubi-tubi menusuk daerah-daerah sensitive. Aku meregang tak kuasa menahan desiran-desiran yang mulai berdatangan seperti gelombang mendobrak pertahananku.Sementara mertuaku dengan gagahnya masih mengayunkan pinggulnya naik turun, ke kiri dan ke kanan. Eranganku semakin keras terdengar seiring dengan gelombang dahsyat yang semakin mendekati puncaknya. Melihat reaksiku, mertuaku mempercepat gerakannya. Batang kontolnya yang besar dan panjang itu keluar masuk dengan cepatnya seakan tak memperdulikan liangku yang sempit itu akan terkoyak akibatnya. Kulihat tubuh mertuaku sudah basah bermandikan keringat. Aku pun demikian. Tubuhku yang berkeringat nampak mengkilat terkena sinar lampu kamar. Aku mencoba meraih tubuh mertuaku untuk mendekapnya. Dan disaat-saat kritis, aku berhasil memeluknya dengan erat. Kurengkuh seluruh tubuhnya sehingga menindih tubuhku dengan erat. Kurasakan tonjolan otot-ototnya yang masih keras dan pejal di sekujur tubuhku. Kubenamkan wajahku di samping bahunya. Pinggul kuangkat tinggi-tinggi sementara kedua tanganku menggapai buah pantatnya dan menarik kuat-kuat. Kurasakan semburan demi semburan memancar kencang dari dalam diriku. Aku meregang seperti ayam yang baru dipotong.Tubuhku mengejang-ngejang di atas puncak kenikmatan yang kualami untuk kedua kalinya saat itu. “Yaaaah.., ooooohhhhhhh.., Yaaaahhhhh..eeee…eeennnaaaakkkkkkkk…!!!” Hanya itu yang bisa keluar dari mulutku saking dahsyatnya kenikmatan yang kualami bersamanya. “Sayang nikmatilah semua ini. Bapak ingin kamu dapat merasakan kepuasan yang sesungguhnya belum pernah kamu alami….”, bisik ayah dengan mesranya. “Bapak sayang padamu, Bapak cinta padamu…. Bapak ingin melampiaskan kerinduan yang menyesak selama ini..”, lanjutnya tak henti-henti membisikan untaian kata-kata indah yang terdengar begitu romantis. Aku mendengarnya dengan perasaan tak menentu. Kenapa ini datangnya dari lelaki yang bukan semestinya kusayangi. Mengapa kenikmatan ini kualami bersama mertuaku sendiri, bukan dari anaknya yang menjadi suamiku…????. Tanpa terasa air mata menitik jatuh ke pipi. Mertuaku terkejut melihat ini. Ia nampak begitu khawatir melihatku menangis. “Novi sayang, kenapa menangis?” bisiknya buru-buru.“Maafkan Bapak kalau telah membuatmu menderita..”, lanjutnya seraya memeluk dan mengelus-elus rambutku dengan penuh kasih sayang. Aku semakin sedih merasakan ini. Tetapi ini bukan hanya salahnya. Aku pun berandil besar dalam kesalahan ini. Aku tidak bisa menyalahkannya saja. Aku harus jujur dan adil menyikapinya. “Bapak tidak salah. Novi yang salah..”, kataku kemudian. “Tidak sayang. Bapak yang salah…”, katanya besikeras. “Kita, Yah. Kita sama-sama salah”, kataku sekaligus memintanya untuk tidak memperdebatkan masalah ini lagi. “Terima kasih sayang”, kata mertuaku seraya menciumi wajah dan bibirku. Kurasakan ciumannya di bibirku berhasil membangkitkan kembali gairahku. Aku masih penasaran dengannya. Sampai saat ini mertuaku belum juga mencapai puncaknya. Aku seperti mempunyai utang yang belum terbayar. Kali ini aku bertekad keras untuk membuatnya mengalami kenikmatan seperti apa yang telah ia berikan kepadaku. Aku tak sadar kenapa diriku jadi begitu antusias untuk melakukannya dengan sepenuh hati.Biarlah terjadi seperti ini, toh mertuaku tidak akan selamanya berada di sini. Ia harus pulang ke Amerika. Aku berjanji pada diriku sendiri, ini merupakan yang terakhir kalinya. Timbulnya pikiran ini membuatku semakin bergairah. Apalagi sejak tadi mertuaku terus-terusan menggerakan kontolnya di dalam memekku. Tiba-tiba saja aku jadi beringas. Kudorong tubuh mertuaku hingga terlentang. Aku langsung menindihnya dan menicumi wajah, bibir dan sekujur tubuhnya. Kembali kuselomoti batang kontolnya yang tegak bagai tiang pancang beton itu. Lidahku menjilat-jilat, mulutku mengemut-emut. Tanganku mengocok-ngocok batangnya. Kulirik kewajah mertuaku kelihatannya menyukai perubahanku ini. Belum sempat ia akan mengucapkan sesuatu, aku langsung berjongkok dengan kedua kaki bertumpu pada lutut dan masing-masing berada di samping kiri dan kanan tubuh mertuaku. Selangkanganku berada persis di atas batangnya. “Akh sayang!” pekik mertuaku tertahan ketika batangnya kubimbing memasuki liang memekku. Tubuhku turun perlahan-lahan, menelan habis seluruh batangnya.Selanjutnya aku bergerak seperti sedang menunggang kuda. Tubuhku melonjak-lonjak seperti kuda binal yang sedang birahi.
Aku tak ubahnya seperti pelacur yang sedang memberikan kepuasan kepada hidung belang. Tetapi aku tak perduli. Aku terus berpacu. Pinggulku bergerak turun naik, sambil sekali-sekali meliuk seperti ular. Gerakan pinggulku persis seperti penyanyi dangdut dengan gaya ngebor, ngecor, patah-patah, bergetar dan entah gaya apalagi. Pokoknya malam itu aku mengeluarkan semua jurus yang kumiliki dan khusus kupersembahkan kepada ayah mertuaku sendiri! “Ooohh… oohhhh… oooouugghh.. Noviiiii.., luar biasa…..!!!” jerit mertuaku merasakan hebatnya permainanku. Pinggulku mengaduk-aduk lincah, mengulek liar tanpa henti. Tangan mertuaku mencengkeram kedua buah dadaku, diremas dan dipilin-pilin, sehingga air susuku keluar jatuh membasahi dadanya. Ia lalu bangkit setengah duduk. Wajahnya dibenamkan ke atas dadaku. Menjilat-jilat seluruh permukaan dadaku yang berlumuran air susuku dan akhirnya menciumi putting susuku. Menghisapnya kuat-kuat sambil meremas-remas menyedot air susuku sebanyak-banyaknya.Kami berdua saling berlomba memberi kepuasan. Kami tidak lagi merasakan dinginnya udara meski kamarku menggunakan AC. Tubuh kami bersimbah peluh, membuat tubuh kami jadi lengket satu sama lain. Aku berkutat mengaduk-aduk pinggulku. Mertuaku menggoyangkan pantatnya. Kurasakan tusukan kontolnya semakin cepat seiring dengan liukan pinggulku yang tak kalah cepatnya. Permain kami semakin meningkat dahsyat. Sprei ranjangku sudah tak karuan bentuknya, selimut dan bantal serta guling terlempar berserakan di lantai akibat pergulatan kami yang bertambah liar dan tak terkendali. Kurasakan mertuaku mulai memperlihatkan tanda-tanda. Aku semakin bersemangat memacu pinggulku untuk bergoyang. Mungkin goyangan pinggulku akan membuat iri para penyanyi dangdut saat ini. Tak selang beberapa detik kemudian, aku pun merasakan desakan yang sama. Aku tak ingin terkalahkan kali ini. Kuingin ia pun merasakannya. Tekadku semakin kuat. Aku terus memacu sambil menjerit-jerit histeris. Aku sudah tak perduli suaraku akan terdengar kemana-mana. Kali ini aku harus menang! Upayaku ternyata tidak percuma.Kurasakan tubuh mertuaku mulai mengejang-ngejang. Ia mengerang panjang. Menggeram seperti harimau terluka. Aku pun merintih persis kuda betina binal yang sedang birahi. “Eerrgghh.. ooooo….ooooooo…..oooooouugghhhhhh..!!!!” mertuaku berteriak panjang. Tubuhnya menghentak-hentak liar. Tubuhku terbawa goncangannya. Aku memeluknya erat-erat agar jangan sampai terpental oleh goncangannya. Mendadak aku merasakan semburan dahsyat menyirami seluruh relung vaginaku. Semprotannya begitu kuat dan banyak membanjiri liangku. Akupun rasanya tidak kuat lagi menahan desakan dalam diriku. Sambil mendesakan pinggulku kuat-kuat, aku berteriak panjang saat mencapai puncak kenikmatan berbarengan dengan ayah mertuaku. Tubuh kami bergulingan di atas ranjang sambil berpelukan erat. Saking dahsyatnya, tubuh kami terjatuh dari ranjang. Untunglah ranjang itu tidak terlalu tinggi dan permukaan lantainya tertutup permadani tebal yang empuk sehingga kami tidak sampai terkilir atau terluka. “Oooooogggghhhhhhh.. yaahh..,nik….nikkkk nikmaatthh…. yaaahhhh..!!!!” jeritku tak tertahankan.Tulang-tulangku serasa lolos dari persendiannya. Tubuhku lunglai, lemas tak bertenaga terkuras habis dalam pergulatan yang ternyata memakan waktu lebih dari 2 jam! Gila! Jeritku dalam hati. Belum pernah rasanya aku bercinta sampai sedemikian lamanya. Aku hanya bisa memeluknya menikmati sisa-sisa kepuasan. Perasaanku tiba-tiba terusik. Sepertinya aku mendengar sesuatu dari luar pintu kamar, kayaknya si Inah…. Karena mendengar suara ribut-ribut dari kamar, rupanya ia datang untuk mengintip…. tapi aku sudah terlalu lelah untuk memperhatikannya dan akhirnya tertidur dalam pelukan mertuaku, melupakan semua konsekuensi dari peristiwa di sore ini di kemudian harUsiaku telah menginjak kepala tiga. Sudah menikah setahun lebih dan baru mempunyai seorang bayi laki-laki. Suamiku berusia hanya lebih tua satu tahun dariku. Kehidupan kami dapat dikatakan sangat bahagia. Memang kami berdua kawin dalam umur agak terlambat sudah diatas 30 tahun. Selewat 40 hari dari melahirkan, suamiku masih takut untuk berhubungan seks. Mungkin dia masih teringat pada waktu aku menjerit-jerit pada saat melahirkan, memang dia juga turut masuk ke ruang persalinan mendampingi saya waktu melahirkan. Di samping itu aku memang juga sibuk benar dengan si kecil, baik siang maupun malam hari. Si kecil sering bangun malam-malam, nangis dan aku harus menyusuinya sampai dia tidur kembali. Sementara suamiku semakin sibuk saja di kantor, maklum dia bekerja di sebuah kantor Bank Pemerintah di bagian Teknologi, jadi pulangnya sering terlambat. Keadaan ini berlangsung dari hari ke hari, hingga suatu saat terjadi hal baru yang mewarnai kehidupan kami, khususnya kehidupan pribadiku sendiri.
Ketika itu kami mendapat kabar bahwa ayah mertuaku yang berada di Amerika bermaksud datang ke tempat kami. Memang selama ini kedua mertuaku tinggal di Amerika bersama dengan anak perempuan mereka yang menikah dengan orang sana. Dia datang kali ini ke Indonesia sendiri untuk menyelesaikan sesuatu urusan. Ibu mertua nggak bisa ikut karena katanya kakinya sakit. Ketika sampai waktu kedatangannya, kami menjemput di airport, suamiku langsung mencari-cari ayahnya. Suamiku langsung berteriak gembira ketika menemukan sosok seorang pria yang tengah duduk sendiri di ruang tunggu. Orang itu langsung berdiri dan menghampiri kami. Ia lalu berpelukan dengan suamiku. Saling melepas rindu. Aku memperhatikan mereka. Ayah mertuaku masih nampak muda diumurnya menjelang akhir 50-an, meski kulihat ada beberapa helai uban di rambutnya. Tubuhnya yang tinggi besar, dengan kulit gelap masih tegap dan berotot. Kelihatannya ia tidak pernah meninggalkan kebiasaannya berolah raga sejak dulu.Beliau berasal dari belahan Indonesia Timur dan sebelum pensiun ayah mertua adalah seorang perwira angkatan darat.“Hei nak Novi. Apa khabar…!”, sapa ayah mertua padaku ketika selesai berpelukan dengan suamiku. “Ayah, apa kabar? Sehat-sehat saja kan? Bagaimana keadaan Ibu di Amerika..?” balasku. “Oh…Ibu baik-baik saja. Beliau nggak bisa ikut, karena kakinya agak sakit, mungkin keseleo….” “Ayo kita ke rumah”, kata suamiku kemudian. Sejak adanya ayah di rumah, ada perubahan yang cukup berarti dalam kehidupan kami. Sekarang suasana di rumah lebih hangat, penuh canda dan gelak tawa. Ayah mertuaku orangnya memang pandai membawa diri, pandai mengambil hati orang. Dengan adanya ayah mertua, suamiku jadi lebih betah di rumah.Ngobrol bersama, jalan-jalan bersama. Akan tetapi pada hari-hari tertentu, tetap saja pekerjaan kantornya menyita waktunya sampai malam, sehingga dia baru sampai kerumah di atas jam 10 malam. Hal ini biasanya pada hari-hari Senin setiap minggu. Sampai terjadilah peristiwa ini pada hari Senin ketiga sejak kedatangan ayah mertua dari Amerika.Sore itu aku habis senam seperti biasanya. Memang sejak sebulan setelah melahirkan, aku mulai giat lagi bersenam kembali, karena memang sebelum hamil aku termasuk salah seorang yang amat giat melakukan senam dan itu biasanya kulakukan pada sore hari. Setelah merasa cukup kuat lagi, sekarang aku mulai bersenam lagi, disamping untuk melemaskan tubuh, juga kuharapkan tubuhku bisa cepat kembali ke bentuk semula yang langsing, karena memang postur tubuhku termasuk tinggi kurus akan tetapi padat. Setelah mandi aku langsung makan dan kemudian meneteki si kecil di kamar. Mungkin karena badan terasa penat dan pegal sehabis senam, aku jadi mengantuk dan setelah si kecil kenyang dan tidur, aku menidurkan si kecil di box tempat tidurnya. Kemudian aku berbaring di tempat tidur. Saking sudah sangat mengantuk, tanpa terasa aku langsung tertidur.
Bahkan aku pun lupa mengunci pintu kamar. Setengah bermimpi, aku merasakan tubuhku begitu nyaman. Rasa penat dan pegal-pegal tadi seperti berangsur hilang… Bahkan aku merasakan tubuhku bereaksi aneh.Rasa nyaman sedikit demi sedikit berubah menjadi sesuatu yang membuatku melayang-layang. Aku seperti dibuai oleh hembusan angin semilir yang menerpa bagian-bagian peka di tubuhku. Tanpa sadar aku menggeliat merasakan semua ini sambil melenguh perlahan.
Dalam tidurku, aku bermimpi suamiku sedang membelai-belai tubuhku dan kerena memang telah cukup lama kami tidak berhubungan badan, sejak kandunganku berumur 8 bulan, yang berarti sudah hampir 3 bulan lamanya, maka terasa suamiku sangat agresif menjelajahi bagian-bagian sensitif dari sudut tubuhku. Tiba-tiba aku sadar dari tidurku… tapi kayaknya mimpiku masih terus berlanjut. Malah belaian, sentuhan serta remasan suamiku ke tubuhku makin terasa nyata. Kemudian aku mengira ini perbuatan suamiku yang telah kembali dari kantor. Ketika aku membuka mataku, terlihat cahaya terang masih memancar masuk dari lobang angin dikamarku, yang berarti hari masih sore. Lagian ini kan hari Senin, seharusnya dia baru pulang agak malam, jadi siapa ini yang sedang mencumbuku
… Aku segera terbangun dan membuka mataku lebar-lebar.Hampir saja aku menjerit sekuat tenaga begitu melihat orang yang sedang menggeluti tubuhku. Ternyata…
dia adalah mertuaku sendiri. Melihat aku terbangun, mertuaku sambil tersenyum, terus saja melanjutkan kegiatannya menciumi betisku. Sementara dasterku sudah terangkat tinggi-tinggi hingga memperlihatkan seluruh pahaku yang putih mulus. “Yah…!! Stop….jangan…. Yaaahhhh…!!?” jeritku dengan suara tertahan karena takut terdengar oleh Si Inah pembantuku. “Nov, maafkan Bapak…. Kamu jangan marah seperti itu dong, sayang….!!” Ia malah berkata seperti itu, bukannya malu didamprat olehku. “Ayah nggak boleh begitu, cepat keluar, saya mohon….!!”, pintaku menghiba, karena kulihat tatapan mata mertuaku demikian liar sambil tangannya tak berhenti menggerayang ke sekujur tubuhku. Aku mencoba menggeliat bangun dan buru-buru menurunkan daster untuk menutupi pahaku dan beringsut-ingsut menjauhinya dan mepet ke ujung ranjang. Akan tetapi mertuaku makin mendesak maju menghampiriku dan duduk persis di sampingku. Tubuhnya mepet kepadaku. Aku semakin ketakutan.“Nov… Kamu nggak kasihan melihat Bapak seperti ini? Ayolah, Bapak kan sudah lama merindukan untuk bisa menikmati badan Novi yang langsing padat ini….!!!!”, desaknya. “Jangan berbicara begitu. Ingat Yah… aku kan menantumu…. istri Toni anakmu?”, jawabku mencoba menyadarinya. “Jangan menyebut-nyebut si Toni saat ini, Bapak tahu Toni belum lagi menggauli nak Novi, sejak nak Novi habis melahirkan… Benar-benar keterlaluan tu anak….!!, lanjutnya. Rupanya entah dengan cara bagaimana dia bisa memancing hubungan kita suami istri dari Toni. Ooooh…. benar-benar bodoh si Toni, batinku, nggak tahu kelakuan Bapaknya. Mertuaku sambil terus mendesakku berkata bahwa ia telah berhubungan dengan banyak wanita lain selain ibu mertua dan dia tak pernah mendapatkan wanita yang mempunyai tubuh yang semenarik seperti tubuhku ini. Aku setengah tak percaya mendengar omongannya. Ia hanya mencoba merayuku dengan rayuan murahan dan menganggap aku akan merasa tersanjung. Aku mencoba menghindar… tapi sudah tidak ada lagi ruang gerak bagiku di sudut tempat tidur.Ketika kutatap wajahnya, aku melihat mimik mukanya yang nampaknya makin hitam karena telah dipenuhi nafsu birahi.Lalu seketika ia menerkam ku dan membuka baju daster ku hingga terlihatlah buah dadaku.
Aku berontak namun trnaga kubtak cukup kuat.. Perlahan ia mendekatkan muka nya ke arah dadaku yg ranum karna baru melahirkan.. Lalu sampailah lidahnya lgsg kearah putingku.. "Ayaahh, sudah..!! Teriak ku.. Namun bukan nya berhenti ia malah mengaktifkan tgan nya yg satu lagi untuk meremas kemaluanku.. Namun ia terus meminum susu ku yg bnyak kluar airnya.,, Seketika aq terhenyak namun pikiran sadarku timbul..
Aku mulai berpikir bagaimana caranya untuk menurunkan hasrat birahi mertuaku yang kelihatan sudah menggebu-gebu. Melihat caranya, aku sadar mertuaku akan berbuat apa pun agar maksudnya kesampaian. Kemudian terlintas dalam pikiranku untuk mengocok kemaluannya saja, sehingga nafsunya bisa tersalurkan tanpa harus memperkosa aku. Akhirnya dengan terbata-bata aku ungkapkan kepadanya.. . “Yahh… Stoopp,, yaahh,, biar Novi mengocok Ayah saja ya… karena Novi nggak mau ayah menyetubuhi Novi… Gimana…?” Mertuaku diam dan tampak berpikir sejenak. Raut mukanya kelihatan sedikit kecewa namun bercampur sedikit lega karena aku masih mau bernegosiasi. “Baiklah..”, kata mertuaku seakan tidak punya pilihan lain karena aku ngotot tak akan memberikan apa yang dimintanya. Mungkin inilah kesalahanku. Aku terlalu yakin bahwa jalan keluar ini akan meredam keganasannya. Kupikir biasanya lelaki kalau sudah tersalurkan pasti akan surut nafsunya untuk kemudian tertidur. Aku lalu menarik celana pendeknya...Ugh! Sialan, ternyata dia sudah tidak memakai celana dalam lagi. Begitu celananya kutarik, batangnya langsung melonjak berdiri seperti ada pernya. Aku sangat kaget dan terkesima melihat batang kemaluan mertuaku itu…
. Oooohhhh…… benar-benar panjang dan besar. Jauh lebih besar daripada punya Toni suamiku. Mana hitam lagi, dengan kepalanya yang mengkilap bulat besar sangat tegang berdiri dengan gagah perkasa, padahal usianya sudah tidak muda lagi. Tanganku bergerak canggung. Bagaimananpun baru kali ini aku memegang kontol orang selain milik suamiku, mana sangat besar lagi sehingga hampir tak bisa muat dalam tanganku. Perlahan-lahan tanganku menggenggam batangnya. Kudengar lenguhan nikmat keluar dari mulutnya seraya menyebut namaku. “Ooooohhh…..sssshhhh…..Noviii…eee..eeena aak. .. betulll..!!!” Aku mendongak melirik kepadanya. Nampak wajah mertuaku meringis menahan remasan lembut tanganku pada batangnya. Aku mulai bergerak turun naik menyusuri batangnya yang besar panjang dan teramat keras itu.Sekali-sekali ujung telunjukku mengusap moncongnya yang sudah licin oleh cairan yang meleleh dari liangnya. Kudengar mertuaku kembali melenguh merasakan ngilu akibat usapanku. Aku tahu dia sudah sangat bernafsu sekali dan mungkin dalam beberapa kali kocokan ia akan menyemburkan air maninya. Sebentar lagi tentu akan segera selesai sudah, pikirku mulai tenang. Dua menit, tiga…
sampai lima menit berikutnya mertuaku masih bertahan meski kocokanku sudah semakin cepat. Kurasakan tangan mertuaku menggerayangi ke arah dadaku. Aku kembali mengingatkan agar jangan berbuat macam-macam. “Nggak apa-apa …..biar cepet keluar..”, kata mertuaku memberi alasan. Aku tidak mengiyakan dan juga tidak menepisnya karena kupikir ada benarnya juga. Biar cepat selesai, kataku dalam hati.
Mertuaku tersenyum melihatku tidak melarangnya lagi. Ia dengan lembut dan hati-hati mulai meremas-remas kedua payudara di balik dasterku. Aku memang tidak mengenakan kutang kerena habis menyusui si kecil tadi. Jadi remasan tangan mertua langsung terasa karena kain daster itu sangat tipis.Sebagai wanita normal, aku merasakan kenikmatan juga atas remasan ini. Apalagi tanganku masih menggenggam batangnya dengan erat, setidaknya aku mulai terpengaruh oleh keadaan ini. Meski dalam hati aku sudah bertekad untuk menahan diri dan melakukan semua ini demi kebaikan diriku juga. Karena tentunya setelah ini selesai dia tidak akan berbuat lebih jauh lagi padaku. “Novi sayang.., buka ya? Sedikit aja..”, pinta mertuaku kemudian. “Jangan Yah. Tadi kan sudah janji nggak akan macam-macam..”, ujarku mengingatkan. “Sedikit aja. Ya?” desaknya lagi seraya menggeser tali daster dari pundakku sehingga bagian atas tubuhku terbuka. Aku jadi gamang dan serba salah. Sementara bagian dada hingga ke pinggang sudah telanjang. Nafas mertuaku semakin memburu kencang melihatku setengah telanjang. “Oh.., Novii kamu benar-benar cantik sekali….!!!”, pujinya sambil memilin-milin dengan hati-hati puting susuku, yang mulai basah dengan air susu. Aku terperangah. Situasi sudah mulai mengarah pada hal yang tidak kuinginkan. Aku harus bertindak cepat.Tanpa pikir panjang, langsung kumasukkan batang kemaluan mertuaku ke dalam mulutku dan mengulumnya sebisa mungkin agar ia cepat-cepat selesai dan tidak berlanjut lebih jauh lagi. Aku sudah tidak mempedulikan perbuatan mertuaku pada tubuhku.
Aku biarkan tangannya dengan leluasa menggerayang ke sekujur tubuhku, bahkan ketika kurasakan tangannya mulai mengelus-elus bagian kemaluanku pun aku tak berusaha mencegahnya.Aku lebih berkonsentrasi untuk segera menyelesaikan semua ini secepatnya. Jilatan dan kulumanku pada batang kontolnya semakin mengganas sampai-sampai mertuaku terengah-engah merasakan kelihaian permainan mulutku. Aku tambah bersemangat dan semakin yakin dengan kemampuanku untuk membuatnya segera selesai.
Keyakinanku ini ternyata berakibat fatal bagiku. Sudah hampir setengah jam, aku belum melihat tanda-tanda apapun dari mertuaku. Aku jadi penasaran, sekaligus merasa tertantang. Suamiku pun yang sudah terbiasa denganku, bila sudah kukeluarkan kemampuan seperti ini pasti takkan bertahan lama. Tapi kenapa dengan mertuaku ini? Apa ia memakai obat kuat?Saking penasarannya, aku jadi kurang memperhatikan perbuatan mertuaku padaku.Entah sejak kapan daster tidurku sudah terlepas dari tubuhku. Aku baru sadar ketika mertuaku berusaha menarik celana dalamku dan itu pun terlambat! Begitu menengok ke bawah, celana itu baru saja terlepas dari ujung kakiku. Aku sudah telanjang bulat! Ya ampun, kenapa kubiarkan semua ini terjadi. Aku menyesal kenapa memulainya. Ternyata kejadiannya tidak seperti yang kurencanakan. Aku terlalu sombong dengan keyakinanku. Kini semuanya sudah terlambat. Berantakan semuanya! Pekikku dalam hati penuh penyesalan. Situasi semakin tak terkendali. Lagi-lagi aku kecolongan. Mertuaku dengan lihainya dan tanpa kusadari sudah membalikkan tubuhku hingga berlawanan dengan posisi tubuhnya. Kepalaku berada di bawahnya sementara kepalanya berada di bawahku. Kami sudah berada dalam posisi enam sembilan! Tak lama kemudian kurasakan sentuhan lembut di seputar selangkanganku. Tubuhku langsung bereaksi dan tanpa sadar aku menjerit lirih. Suka tidak suka, mau tidak mau, kurasakan kenikmatan cumbuan mertuaku di sekitar itu.Akh luar biasa! Aku menjerit dalam hati sambil menyesali diri. Aku marah pada diriku sendiri, terutama pada tubuhku sendiri yang sudah tidak mau mengikuti perintah pikiran sehatku. Tubuhku meliuk-liuk mengikuti irama permainan lidah mertuaku. Kedua pahaku mengempit kepalanya seolah ingin membenamkan wajah itu ke dalam selangkanganku. Kuakui ia memang pandai membuat birahiku memuncak. Kini aku sudah lupa dengan siasat semula. Aku sudah terbawa arus. Aku malah ingin mengimbangi permainannya. Mulutku bermain dengan lincah. Batangnya kukempit dengan buah dadaku yang membusung penuh dan kenyal. Maklum, masih menyusui. Sementara kontol itu bergerak di antara buah dadaku, mulutku tak pernah lepas mengulumnya. Tanpa kusadari kami saling mencumbu bagian vital masing-masing selama lima belas menit. Aku semakin yakin kalau mertuaku memakai obat kuat. Ia sama sekali belum memperlihatkan tanda-tanda akan keluar, sementara aku sudah mulai merasakan desiran-desiran kuat bergerak cepat ke arah pusat kewanitaanku. Jilatan dan hisapan mulut mertuaku benar-benar membuatku tak berdaya.
Aku semakin tak terkendali. Pinggulku meliuk-liuk liar. Tubuhku mengejang, seluruh aliran darah serasa terhenti dan aku tak kuasa untuk menahan desakan kuat gelombang lahar panas yang mengalir begitu cepat. “Oooohhhhh…….aaaa….aaaaa……aaauugghhh hhhh hh..!!!!!” aku menjerit lirih begitu aliran itu mendobrak pertahananku. Kurasakan cairan kewanitaanku menyembur tak tertahankan. Tubuhku menggelepar seperti ikan terlempar ke darat merasakan kenikmatan ini. Aku terkulai lemas sementara batang kontol mertuaku masih berada dalam genggamanku dan masih mengacung dengan gagahnya, bahkan terasa makin kencang saja. Aku mengeluh karena tak punya pilihan lain. Sudah kepalang basah. Aku sudah tidak mempunyai cukup tenaga lagi untuk mempertahankan kehormatanku, aku hanya tergolek lemah tak berdaya saat mertuaku mulai menindih tubuhku. Dengan lembut ia mengusap wajahku dan berkata betapa cantiknya aku sekarang ini. “Noviii…..kau sungguh cantik. Tubuhmu indah dan langsing tapi padat berisi.., mmpphh..!!!”, katanya sambil menciumi bibirku, mencoba membuka bibirku dengan lidahnya.Aku seakan terpesona oleh pujiannya. Cumbu rayunya begitu menggairahkanku. Aku diperlakukan bagai sebuah porselen yang mudah pecah. Begitu lembut dan hati-hati. Hatiku entah mengapa semakin melambung tinggi mendengar semua kekagumannya terhadap tubuhku. Wajahku yang cantik, tubuhku yang indah dan berisi. Payudaraku yang membusung penuh dan menggantung indah di dada. Permukaan agak menggembung, pinggul yang membulat padat berisi menyambung dengan buah pantatku yang `bahenol’. Diwajah mertuaku kulihat memperlihatkan ekspresi kekaguman yang tak terhingga saat matanya menatap nanar ke arah lembah bukit di sekitar selangkanganku yang baru numbuh bulu-bulu hitam pendek, dengan warna kultiku yang putih mulus. Kurasakan tangannya mengelus paha bagian dalam. Aku mendesis dan tanpa sadar membuka kedua kakiku yang tadinya merapat. Mertuaku menempatkan diri di antara kedua kakiku yang terbuka lebar. Kurasakan kepala kontolnya yang besar ditempelkan pada bibir kemaluanku. Digesek-gesek, mulai dari atas sampai ke bawah. Naik turun.Aku merasa ngilu bercampur geli dan nikmat.
Cairan yang masih tersisa di sekitar itu membuat gesekannya semakin lancar karena licin. Aku terengah-engah merasakannya. Kelihatannya ia sengaja melakukan itu. Apalagi saat moncong kontolnya itu menggesek-gesek kelentitku yang sudah menegang. Mertuaku menatap tajam melihat reaksiku. Aku balas menatap seolah memintanya untuk segera memasuki diriku secepatnya. Ia tahu persis apa yang kurasakan saat itu. Namun kelihatannya ia ingin melihatku menderita oleh siksaan nafsuku sendiri. Kuakui memang aku sudah tak tahan untuk segera menikmati batang kontolnya dalam memekku. Aku ingin segera membuatnya `KO’. Terus terang aku sangat penasaran dengan keperkasaannya. Kuingin buktikan bahwa aku bisa membuatnya cepat-cepat mencapai puncak kenikmatan. “Yah..?” panggilku menghiba. “Apa sayang…”, jawabnya seraya tersenyum melihatku tersiksa. “Cepetan..yaaahhhhh…….!!!” “Sabar sayang. Kamu ingin Bapak berbuat apa…….?” tanyanya pura-pura tak mengerti.Aku tak menjawab. Tentu saja aku malu mengatakannya secara terbuka apa keinginanku saat itu. Namun mertuaku sepertinya ingin mendengarnya langsung dari bibirku. Ia sengaja mengulur-ulur dengan hanya menggesek-gesekan kontolnya. Sementara aku benar-benar sudah tak tahan lagi mengekang birahiku. “Novii….iiii… iiiingiiinnnn aaa…aaayahhhh….se….se.. seeegeeeraaaa ma… masukin..!!!”, kataku terbata-bata dengan terpaksa. Aku sebenarnya sangat malu mengatakan ini. Aku yang tadi begitu ngotot tidak akan memberikan tubuhku padanya, kini malah meminta-minta. Perempuan macam apa aku ini!? “Apanya yang dimasukin…….!!”, tanyanya lagi seperti mengejek. “Aaaaaaggggkkkkkhhhhh…..ya…yaaaahhhh. Ja…..ja….Jaaangan siksa Noviiii..!!!” “Bapak tidak bermaksud menyiksa kamu sayang……!!” “Oooooohhhhhh.., Yaaaahhhh… Noviii ingin dimasukin kontol ayah ke dalam memek Novi…… uugghhhh..!!!”
Aku kali ini sudah tak malu-malu lagi mengatakannya dengan vulgar saking tak tahannya menanggung gelombang birahi yang menggebu-gebu.Aku merasa seperti wanita jalang yang haus seks. Aku hampir tak percaya mendengar ucapan itu keluar dari bibirku sendiri. Tapi apa mau dikata, memang aku sangat menginginkannya segera. “Baiklah sayang. Tapi pelan-pelan ya”, kata mertuaku dengan penuh kemenangan telah berhasil menaklukan diriku. “Uugghh..”, aku melenguh merasakan desakan batang kontolnya yang besar itu. Aku menunggu cukup lama gerakan kontol mertuaku memasuki diriku. Serasa tak sampai-sampai. Selain besar, kontol mertuaku sangat panjang juga. Aku sampai menahan nafas saat batangnya terasa mentok di dalam. Rasanya sampai ke ulu hati. Aku baru bernafas lega ketika seluruh batangnya amblas di dalam. Mertuaku mulai menggerakkan pinggulnya perlahan-lahan. Satu, dua dan tiga tusukan mulai berjalan lancar. Semakin membanjirnya cairan dalam liang memekku membuat kontol mertuaku keluar masuk dengan lancarnya.Aku mengimbangi dengan gerakan pinggulku. Meliuk perlahan. Naik turun mengikuti irama tusukannya. Gerakan kami semakin lama semakin meningkat cepat dan bertambah liar. Gerakanku sudah tidak beraturan karena yang penting bagiku tusukan itu mencapai bagian-bagian peka di dalam relung kewanitaanku. Dia tahu persis apa yang kuinginkan.Ia bisa mengarahkan batangnya dengan tepat ke sasaran. Aku bagaikan berada di awang-awang merasakan kenikmatan yang luar biasa ini. Batang mertuaku menjejal penuh seluruh isi liangku, tak ada sedikitpun ruang yang tersisa hingga gesekan batang itu sangat terasa di seluruh dinding vaginaku. “Aduuhh.. auuffhh.., nngghh..!!!”, aku merintih, melenguh dan mengerang merasakan semua kenikmatan ini. Kembali aku mengakui keperkasaan dan kelihaian mertuaku di atas ranjang. Ia begitu hebat, jantan dan entah apalagi sebutan yang pantas kuberikan padanya. Toni suamiku tidak ada apa-apanya dibandingkan ayahnya yang bejat ini. Yang pasti aku merasakan kepuasan tak terhingga bercinta dengannya meski kusadari perbuatan ini sangat terlarang dan akan mengakibatkan permasalahan besar nantinya. Tetapi saat itu aku sudah tak perduli dan takkan menyesali kenikmatan yang kualami. Mertuaku bergerak semakin cepat. Kontolnya bertubi-tubi menusuk daerah-daerah sensitive. Aku meregang tak kuasa menahan desiran-desiran yang mulai berdatangan seperti gelombang mendobrak pertahananku.Sementara mertuaku dengan gagahnya masih mengayunkan pinggulnya naik turun, ke kiri dan ke kanan. Eranganku semakin keras terdengar seiring dengan gelombang dahsyat yang semakin mendekati puncaknya. Melihat reaksiku, mertuaku mempercepat gerakannya. Batang kontolnya yang besar dan panjang itu keluar masuk dengan cepatnya seakan tak memperdulikan liangku yang sempit itu akan terkoyak akibatnya. Kulihat tubuh mertuaku sudah basah bermandikan keringat. Aku pun demikian. Tubuhku yang berkeringat nampak mengkilat terkena sinar lampu kamar. Aku mencoba meraih tubuh mertuaku untuk mendekapnya. Dan disaat-saat kritis, aku berhasil memeluknya dengan erat. Kurengkuh seluruh tubuhnya sehingga menindih tubuhku dengan erat. Kurasakan tonjolan otot-ototnya yang masih keras dan pejal di sekujur tubuhku. Kubenamkan wajahku di samping bahunya. Pinggul kuangkat tinggi-tinggi sementara kedua tanganku menggapai buah pantatnya dan menarik kuat-kuat. Kurasakan semburan demi semburan memancar kencang dari dalam diriku. Aku meregang seperti ayam yang baru dipotong.Tubuhku mengejang-ngejang di atas puncak kenikmatan yang kualami untuk kedua kalinya saat itu. “Yaaaah.., ooooohhhhhhh.., Yaaaahhhhh..eeee…eeennnaaaakkkkkkkk…!!!” Hanya itu yang bisa keluar dari mulutku saking dahsyatnya kenikmatan yang kualami bersamanya. “Sayang nikmatilah semua ini. Bapak ingin kamu dapat merasakan kepuasan yang sesungguhnya belum pernah kamu alami….”, bisik ayah dengan mesranya. “Bapak sayang padamu, Bapak cinta padamu…. Bapak ingin melampiaskan kerinduan yang menyesak selama ini..”, lanjutnya tak henti-henti membisikan untaian kata-kata indah yang terdengar begitu romantis. Aku mendengarnya dengan perasaan tak menentu. Kenapa ini datangnya dari lelaki yang bukan semestinya kusayangi. Mengapa kenikmatan ini kualami bersama mertuaku sendiri, bukan dari anaknya yang menjadi suamiku…????. Tanpa terasa air mata menitik jatuh ke pipi. Mertuaku terkejut melihat ini. Ia nampak begitu khawatir melihatku menangis. “Novi sayang, kenapa menangis?” bisiknya buru-buru.“Maafkan Bapak kalau telah membuatmu menderita..”, lanjutnya seraya memeluk dan mengelus-elus rambutku dengan penuh kasih sayang. Aku semakin sedih merasakan ini. Tetapi ini bukan hanya salahnya. Aku pun berandil besar dalam kesalahan ini. Aku tidak bisa menyalahkannya saja. Aku harus jujur dan adil menyikapinya. “Bapak tidak salah. Novi yang salah..”, kataku kemudian. “Tidak sayang. Bapak yang salah…”, katanya besikeras. “Kita, Yah. Kita sama-sama salah”, kataku sekaligus memintanya untuk tidak memperdebatkan masalah ini lagi. “Terima kasih sayang”, kata mertuaku seraya menciumi wajah dan bibirku. Kurasakan ciumannya di bibirku berhasil membangkitkan kembali gairahku. Aku masih penasaran dengannya. Sampai saat ini mertuaku belum juga mencapai puncaknya. Aku seperti mempunyai utang yang belum terbayar. Kali ini aku bertekad keras untuk membuatnya mengalami kenikmatan seperti apa yang telah ia berikan kepadaku. Aku tak sadar kenapa diriku jadi begitu antusias untuk melakukannya dengan sepenuh hati.Biarlah terjadi seperti ini, toh mertuaku tidak akan selamanya berada di sini. Ia harus pulang ke Amerika. Aku berjanji pada diriku sendiri, ini merupakan yang terakhir kalinya. Timbulnya pikiran ini membuatku semakin bergairah. Apalagi sejak tadi mertuaku terus-terusan menggerakan kontolnya di dalam memekku. Tiba-tiba saja aku jadi beringas. Kudorong tubuh mertuaku hingga terlentang. Aku langsung menindihnya dan menicumi wajah, bibir dan sekujur tubuhnya. Kembali kuselomoti batang kontolnya yang tegak bagai tiang pancang beton itu. Lidahku menjilat-jilat, mulutku mengemut-emut. Tanganku mengocok-ngocok batangnya. Kulirik kewajah mertuaku kelihatannya menyukai perubahanku ini. Belum sempat ia akan mengucapkan sesuatu, aku langsung berjongkok dengan kedua kaki bertumpu pada lutut dan masing-masing berada di samping kiri dan kanan tubuh mertuaku. Selangkanganku berada persis di atas batangnya. “Akh sayang!” pekik mertuaku tertahan ketika batangnya kubimbing memasuki liang memekku. Tubuhku turun perlahan-lahan, menelan habis seluruh batangnya.Selanjutnya aku bergerak seperti sedang menunggang kuda. Tubuhku melonjak-lonjak seperti kuda binal yang sedang birahi.
Aku tak ubahnya seperti pelacur yang sedang memberikan kepuasan kepada hidung belang. Tetapi aku tak perduli. Aku terus berpacu. Pinggulku bergerak turun naik, sambil sekali-sekali meliuk seperti ular. Gerakan pinggulku persis seperti penyanyi dangdut dengan gaya ngebor, ngecor, patah-patah, bergetar dan entah gaya apalagi. Pokoknya malam itu aku mengeluarkan semua jurus yang kumiliki dan khusus kupersembahkan kepada ayah mertuaku sendiri! “Ooohh… oohhhh… oooouugghh.. Noviiiii.., luar biasa…..!!!” jerit mertuaku merasakan hebatnya permainanku. Pinggulku mengaduk-aduk lincah, mengulek liar tanpa henti. Tangan mertuaku mencengkeram kedua buah dadaku, diremas dan dipilin-pilin, sehingga air susuku keluar jatuh membasahi dadanya. Ia lalu bangkit setengah duduk. Wajahnya dibenamkan ke atas dadaku. Menjilat-jilat seluruh permukaan dadaku yang berlumuran air susuku dan akhirnya menciumi putting susuku. Menghisapnya kuat-kuat sambil meremas-remas menyedot air susuku sebanyak-banyaknya.Kami berdua saling berlomba memberi kepuasan. Kami tidak lagi merasakan dinginnya udara meski kamarku menggunakan AC. Tubuh kami bersimbah peluh, membuat tubuh kami jadi lengket satu sama lain. Aku berkutat mengaduk-aduk pinggulku. Mertuaku menggoyangkan pantatnya. Kurasakan tusukan kontolnya semakin cepat seiring dengan liukan pinggulku yang tak kalah cepatnya. Permain kami semakin meningkat dahsyat. Sprei ranjangku sudah tak karuan bentuknya, selimut dan bantal serta guling terlempar berserakan di lantai akibat pergulatan kami yang bertambah liar dan tak terkendali. Kurasakan mertuaku mulai memperlihatkan tanda-tanda. Aku semakin bersemangat memacu pinggulku untuk bergoyang. Mungkin goyangan pinggulku akan membuat iri para penyanyi dangdut saat ini. Tak selang beberapa detik kemudian, aku pun merasakan desakan yang sama. Aku tak ingin terkalahkan kali ini. Kuingin ia pun merasakannya. Tekadku semakin kuat. Aku terus memacu sambil menjerit-jerit histeris. Aku sudah tak perduli suaraku akan terdengar kemana-mana. Kali ini aku harus menang! Upayaku ternyata tidak percuma.Kurasakan tubuh mertuaku mulai mengejang-ngejang. Ia mengerang panjang. Menggeram seperti harimau terluka. Aku pun merintih persis kuda betina binal yang sedang birahi. “Eerrgghh.. ooooo….ooooooo…..oooooouugghhhhhh..!!!!” mertuaku berteriak panjang. Tubuhnya menghentak-hentak liar. Tubuhku terbawa goncangannya. Aku memeluknya erat-erat agar jangan sampai terpental oleh goncangannya. Mendadak aku merasakan semburan dahsyat menyirami seluruh relung vaginaku. Semprotannya begitu kuat dan banyak membanjiri liangku. Akupun rasanya tidak kuat lagi menahan desakan dalam diriku. Sambil mendesakan pinggulku kuat-kuat, aku berteriak panjang saat mencapai puncak kenikmatan berbarengan dengan ayah mertuaku. Tubuh kami bergulingan di atas ranjang sambil berpelukan erat. Saking dahsyatnya, tubuh kami terjatuh dari ranjang. Untunglah ranjang itu tidak terlalu tinggi dan permukaan lantainya tertutup permadani tebal yang empuk sehingga kami tidak sampai terkilir atau terluka. “Oooooogggghhhhhhh.. yaahh..,nik….nikkkk nikmaatthh…. yaaahhhh..!!!!” jeritku tak tertahankan.Tulang-tulangku serasa lolos dari persendiannya. Tubuhku lunglai, lemas tak bertenaga terkuras habis dalam pergulatan yang ternyata memakan waktu lebih dari 2 jam! Gila! Jeritku dalam hati. Belum pernah rasanya aku bercinta sampai sedemikian lamanya. Aku hanya bisa memeluknya menikmati sisa-sisa kepuasan. Perasaanku tiba-tiba terusik. Sepertinya aku mendengar sesuatu dari luar pintu kamar, kayaknya si Inah…. Karena mendengar suara ribut-ribut dari kamar, rupanya ia datang untuk mengintip…. tapi aku sudah terlalu lelah untuk memperhatikannya dan akhirnya tertidur dalam pelukan mertuaku, melupakan semua konsekuensi dari peristiwa di sore ini di kemudian hari.
Langganan:
Komentar (Atom)
